TRT : Chapter one

383 51 233
                                    

Welcome to My Perfect World, Accroding to Angelica

"I think the world is so wonderful, and we only have one chance to be here. So, tell me why you waste it?"

👑👑👑

Ayah pernah bilang kalau aku adalah anak perempuan yang istimewa. Dia mengatakan, untuk anak berusia lima tahun aku sangat pandai berbalas argumen serta memahami keadaan. Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti apa maksudnya, tapi karena ucapan itu keluar dari mulut ayah maka itu pasti sebuah pujian, dan itu membuatku senang.

Omong-omong, namaku Angelica Pickles. Kalian harus memanggilku Angelica, tidak boleh kurang atau lebih. Karena hanya ayah yang boleh memanggilku dengan nama selain itu. Tuan Putri, kadang-kadang Malaikat Kecil, begitulah ayah memanggilku. Ayah selalu meyakinkan bahwa dunia adalah tempat yang indah, semua makhluk bisa hidup dalam damai, semua makhluk bisa bahagia.

"Bagaimana kalau ada yang tidak mau bahagia?" tanyaku suatu hari.

Ayah mencium puncak kepalaku. "Semua orang pasti mau, Tuan Putri," jawabnya. "Tapi terkadang dunia tidak mengizinkannya."

"Kenapa? Ayah bilang dunia tempat yang indah, seharusnya dia membiarkan semua orang hidup bahagia."

"Suatu hari nanti kau akan mengerti, Sayang."

Aku langsung diam. Tentu saja aku akan mengerti, aku ini anak pandai, bahkan yang terpandai dari seluruh keluarga besarku. Kalian akan paham jika sudah mengenal mereka semua nanti. Paman dan bibi tidak terlalu cerdas, ayah juga yang memberitahu hal itu. Setiap kali suasana hati ayah buruk, kata-kata kurang sopan akan keluar dari mulutnya.

Kebanyakan tertuju kepada orang lain, terutama Paman dan Bibi. Hal itu terjadi semalam, ayah marah-marah cukup lama, berteriak kepada entah siapa di dalam ruang kerjanya. Namun, pagi ini ayah menyambutku dengan senyum lebar khas miliknya, jadi aku yakin semua sudah tidak apa-apa.

Aku selalu suka bulan April, saat di mana musim semi mencapai puncak. Setelah tiga bulan diterpa salju tak berkesudahan, bunga-bunga akhirnya bermekaran dengan indah, menyebarkan aroma semerbak ke seluruh penjuru rumah. Aku melongok ke luar jendela, memastikan tidak ada gundukkan tanah atau genangan air berbau pesing di sekitar kebun bunga tulip. Entah kenapa Spike suka sekali melakukan kedua urusan-nya di dekat bunga-bunga indah itu.

Untunglah area kebun masih bersih, bunga-bunga tulip dan matahari menari bersama angin dengan ceria. Di halaman belakang rumah, rumput halus terhampar sepanjang mata memandang. Ayah telaten mengurus rerumputan itu, menjaganya agar tetap pendek juga halus, agar aku dan anak-anak lain tidak terluka kalau terjatuh. Beberapa bunga liar seperti Dandelion, anggrek, serta petunia tumbuh di pinggiran pagar kayu. Ayah tidak pernah membabatnya, karena tanpa sadar bunga-bunga itu membuat pemandangan menjadi lebih cantik.

Namun, pemandangan indah di bawah tidak mampu membuatku tersenyum barang sedikit. Tidak bisa ketika empat bayi heboh tertawa-tawa dengan suara cempreng memekakkan telinga. Usia para bayi belum sampai lima tahun, mungkin itu sebabnya mereka terlihat dan terdengar sangat menyebalkan.

Kaki-kaki pendek mereka bahkan belum mampu menyeimbangkan tubuh sendiri. Aku berani jamin tak satu pun dari keempat bayi itu mengerti apa yang sedang mereka lakukan. Sebentar-sebentar tertawa, kemudian menangis. Sebentar-sebentar bermain bersama, lalu saling pukul hanya karena masalah sepele.

Di usia yang nyaris enam tahun, aku tidak sudi bermain dengan mereka, karena itu sama saja merendahkan diri. Aku lebih tua, lebih cerdas, dan pastinya lebih berkuasa. Akan tetapi, tidak jarang aku mempermainkan keempat bayi bodoh itu, malahan aku selalu mengganggu mereka setiap ada kesempatan.

The Rugrats Theory (Pindah Ke Kwikku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang