Bab 7

56 9 7
                                    

Sebuah kecupan singkat mendarat di kepalanya. Azura yang mengunyah apel hampir tersedak akibat serangan mendadak Kabir itu. Ia melirik suaminya yang sedang tersenyum menatapnya dan pria itu beralih mencari sesuatu di dapur. Kabir melipat lengan kemejanya sampai siku dan menuangkan sebotol susu ke cangkir bening. Lalu meraih selembar roti yang langsung digigit. Saat selesai dan berjalan mendekatinya, Azura langsung mengalihkan pandangan. Berubah kaku. Sulit rasanya untuk terbiasa berdekatan dengan Kabir. Untuk Azura, lelaki yang sekarang duduk di sebelahnya itu masih terasa asing baginya.

"Sepertinya ini hari yang bagus untuk kencan," celetuk Kabir tiba-tiba. Lelaki itu menunggu reaksi dari Azura. Tapi istrinya itu malah diam melamunkan sesuatu. "Sayang, kau sedang ada masalah?''

Sentuhan halus tangan Kabir di tangannya membuat Azura tersadar. Wanita itu langsung tersenyum menenangkan. "Tidak. Aku baik-baik saja." Setelahnya wajah Azura berubah murung sambil menatap perutnya. Wanita itu bergumam sendiri, "Entah kenapa aku tidak bisa tenang memikirkan kondisiku ini."

Kabir menatap lama Azura. Lelaki itu tidak suka melihat kesedihan di wajah wanita yang ia cinta. Walau tidak tahu hal apa yang membuat Azura kelihatan begitu lelah seperti ini, Kabir akan berusaha menyenangkan istrinya itu. ''Azura, ayo, kita pergi berdua hari ini," ajak Kabir. ''Kita bisa pergi ke tempat dulu kita berbulan madu. Kau mau, kan?"

Azura menatapnya dengan wajah terbengong. ''Apa? Pergi bersama?" ulangnya terbata-bata. Tapi Azura tidak ingin pergi. Ia hanya ingin istirahat. "Aku rasa cuacanya-"

''Wah, kalian akan pergi?" Ibu mertuanya berhasil mencegat penolakan Azura. Wanita berkerudung bordir pashmina hitam itu bergabung ke meja dan ikut senang mendengar rencana kencan anaknya itu. ''Bagus. Itu bagus sekali. Kabir, kau memang harus sering-sering memanjakan istrimu ini agar dia makin mencintaimu. Ayo, sana. Bawa dia pergi ke tempat yang indah. Dan jangan lupa pakai pakaian yang hangat. Cuaca hari ini sepertinya berubah-ubah. Paginya bisa cerah. Malamnya bisa hujan tiba-tiba. Azura, ayo, bersiap-siap. Jangan sia-siakan waktu istimewa ini. Ayo, biar kubantu mendandanimu."

Azura tertawa pendek. Canggung. Berusaha menolak. "Tapi ibu. Aku- Ini, tidak bisa-''

''Ah, sudahlah. Mengobrolnya nanti saja." Azura agak kaget saat lengannya segera ditarik sang ibu mertua. "Ayo, kau harus tampil cantik hari ini. Biar ibu ikut membantumu siap-siap. Ayo."

Kabir menyesap gelas sembari tersenyum mengangguk pada Azura. Memperbolehkan istrinya itu untuk ikut sang ibu tercinta.

Ponselnya berdering. Alis Kabir terangkat membaca pesan yang dikirim atasannya. Ia berpikir sesaat lalu memutuskan untuk menelepon seseorang. "Hai, Ammar? Baru saja aku mendapatkan kabar jika kasus Mr. Lawrence ditutup. Apa sebenarnya yang terjadi? Bukankah kau ada di sana saat sidang pekan lalu?"

"Aku juga tidak tahu. Waktu sidang sebelumnya dari yang kudengar, hakim memutuskan untuk menundanya lagi minggu depan dikarenakan kurangnya bukti-bukti dari pihak penggugat. Awalnya kukira Lawrence akan segera dibebaskan karena dari pihaknya sendiri sudah punya bukti cukup kuat untuk menentang lawan. Tapi entah kenapa keadaannya sekarang terbalik. Begini saja, biar aku coba cari tahu sendiri dan akan memberitahumu perkembangan kabarya segera."

"Terima kasih atas bantuanmu. Maaf jika hari ini aku sepertinya tidak bisa hadir seperti biasa."

"Oh, memangnya kenapa?"

"Aku akan menemani istriku jalan-jalan. Sebenarnya, saat ini istriku sedang hamil dan aku jadi terlalu khawatir akan kondisinya. Mungkin aku tidak akan terlalu sering mengambil pekerjaan di luar lapangan dulu."

"Azura hamil?"

Entah mengapa nada orang di sambungannya itu terdengar begitu kecewa. "Ya, Ammar. Maafkan aku baru memberitahukannya sekarang."

"Ah, tak masalah. Kau fokus saja merawatnya. Kukira dukunganmu pada Paman Lawrence sudah cukup besar. Aku sangat berterima kasih karena berkatmu yang mau meliput tentang kasus pamanku ini, banyak orang yang awalnya membenci kami kini berlh simpati dan memihak Paman Lawrence. Sekali lagi terima kasih, Kabir. Kau sudah banyak membantu."

"Itu bukan apa-apa. Membantu sesama manusia itu adalah keharusan. Apalagi jika kita sama-sama muslim." Tatapan Kabir terangkat. Lidahnya terasa kelu. Terpesona akan sosok wanita berhijab yang muncul didampingi sang ibu. Azura terlihat berbeda. Wanita itu terlihat lebih cantik.

***

"Kabir? Sepertinya aku harus pergi. Kita bicarakan hal ini lagi di lain waktu." Ammar memutus sambungan telepon. Menengok di belakangnya sudah ada sosok wanita yang menatapnya penuh kesal.

"Memikirkan setiap hari wanita itu sampai kaupun lupa bahwa dia sudah bersuami, kaupun jadi kehilangan akal sehatmu. Apa kau mendekati Kabir karena punya alasan khusus? Sejak kapan kau mengenal Kabir?"

"Alex, ini bukan urusanmu. Lagipula bukan kemauanku juga untuk tiba-tiba bertemu dengan Kabir, sosok reporter baik yang mau menolong ayahmu tanpa kuketahui ternyata dia juga ... yang sialnya merupakan suami dari mantan kekasihku, Azura. Jangan khawatir. Aku tidak selicik itu sampai mau merebut istrinya sendiri. Aku tahu, pria yang pantas mendampingi Azura adalah Kabir. Aku sadar posisiku."

Alex tersenyum miring. Tidak percaya. "Kuharap begitu."

Ketukan terdengar di pintu. Satu pria bersetelan hitam masuk. Dia asisten pribadi Ammar. Mengabarkan dengan wajah pucat yang panik, "Saya baru mendapat kabar dari kantor kepolisian tempat Mr. Lawrence ditahan sementara. Polisi itu mengatakan Mr. Lawrence tiba-tiba menghilang dari selnya."

Alex dan Ammar sama-sama terkejut mendengarnya. Apa lagi ini?

Mmm, kira-kira kalian pada terkejut gak bahwa Alex dan Ammar itu ternyata sepupu? Silhkan komentar dan jangan lupa vote-nya, guys. 

Buat pengingat. Karena sudah masuk tahun baru maka kemungkinan aku bakal update cerita ini seminggu sekali. Maunya sih dalam seminggu bisa ngerampungin sampe 3 bab, tapi lagi-lagi rasanya aku gak mau deh bikin kalian, para pembaca setiaku kecewa. Jadi cukup slow update ajah ya. Sampai jumpa Jum'at depan, guys. Moga kalian terhibur, ya.

PareshaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang