Bab 6

60 8 3
                                    

Di tempatnya berdiri, Kabir menoleh ke sekeliling. Tengah mencari seseorang. Matanya terpusat ke satu arah.

Sesosok wanita bersaree maroon terduduk di bangku taman membelakanginya. Senyum Kabir mengembang setelah menyadari siapa sosok wanita berambut terurai panjang itu. Iapun berlari mendekatinya.

Azura terkejut. Ada lengan yang menyelinap, memeluknya dari belakang. "Aku berhasil, Azura."

Bisikan lembut itu menghangatkan pipi Azura. Suara itu terdengar sangat berdekatan dengan satu telinganya.

Sebelum menoleh, Azura kembali dibuat merona dengan kecupan kecil yang ia dapat di pelipisnya.

"Kabir," gumam Azura, menunduk malu.

Kabir beralih duduk di samping Azura. Menatapnya lekat-lekat dan bicara penuh antusias sambil meraih kedua tangan Azura. "Aku berhasil. Akhirnya aku diterima bekerja di sini. Sekarang, aku bisa memenuhi semua keinginanmu, Sayang. Tidak ada lagi pengorbanan dan penderitaan yang harus diterima olehmu lagi. Aku akan menjamin kebahagiaanmu."

Azura menatap Kabir. Berubah serius. Jadi sekarang, ia akan menjadi seorang reporter? Lamunnya.

Kabir menunggu respon Azura. Namun wanita itu hanya diam. "Azura? Kau tidak merasa bahagia dengan pencapaianku?" Nada kecewa itu terdengar.

Secara cepat Azura menggelengkan kepalanya. "Bukan. Jangan salah paham. Aku sangat bangga padamu," ucapnya jujur. Lalu Azura kembali mengalihkan pandangannya. "Aku sudah bahagia setiap kau bersamaku," lirihnya, mengakui dengan senyum malu.

Kabir tertawa. "Kau aneh sekali, Azura. Hanya untuk mengatakan itu wajahmu bisa langsung memerah seperti ini."

Azura terbelalak. Lengannya ditarik lembut Kabir sampai kini wajahnya sudah terbenam di dada pria berwangi manis ini.

"Aku mencintaimu, Azura," ucap Kabir, memejamkan mata dengan tangan yang mengelus sayang kepala wanita yang dipeluknya. "Sangat mencintaimu. "

***

Azura terjaga di malam hari. Ia yang berdiri di sisi jendela dan sedang melamun menatap ke luar, tiba-tiba berpaling. Sesaat mengamati wajah Kabir yang tertidur pulas di ranjang.

Seharusnya ia bersyukur bisa memiliki suami sebaik Kabir. Seharusnya ia bisa dengan mudah menyukai dan mencintai pria setampan dan setulus Kabir itu. "Tapi kenapa aku tidak bisa?" gumam Azura dengan raut sedih.

Azura kembali menatap ke luar jendela dan kembali teringat oleh kenangan manis antara ia dan ... Ammar.

Sudah setengah tahun berlalu sejak Ammar meninggalkannya. Dan sudah 6 bulan ini Azura menjadi istri yang baik untuk Kabir. Tapi mengapa? Sampai hari ini Azura masih belum bisa bangkit dari masa lalunya? Kenapa di hatinya masih dipenuhi oleh rasa cinta dan rindu pada Ammar? Pria kurang ajar yang memutuskan Azura secara sepihak dan kabur bak pecundang entah kemana. Seharusnya ia membenci sosok pria seperti itu. Tapi mengapa ... justru kini ia semakin merindukannya?

"Azura?"

Badan Azura membeku. Ia menoleh ke belakang dan melihat Kabir sudah terbangun dengan mata tajam mengarah langsung padanya.

Jantung Azura semakin berdegup kencang saat Kabir bangkit, melangkah mendekat. Jangan-jangan Kabir tahu semuanya.

Azura berdiri dengan gelisah. Tatapan matanya yang bersalah diturunkan dan sebelum mulutnya terbuka untuk menjelaskan Kabir sudah memotongnya, ''Apa kau ingin sakit dengan berdiri semalaman di samping jendela yang terbuka ini?''

Dengan cepat Azura menatap Kabir. Kebingungan. Ia bisa merasakan lengan Kabir mengelilingi bahunya dan terdengar suara jeblakan jendela tertutup diikuti suara tirai yang diseret.

PareshaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang