His Fault

314 33 2
                                    

"Bisakah kita ulang lagi bagian itu," pria itu sangat perfeksionis untuk masalah seperti ini. Lagu yang diciptakannya harus terdengar sempurna agar ia puas ketika sudah disebar di seluruh streaming platform.

"Sempurna. Kau bekerja dengan sangat baik.Terima kasih, Chaeri-ssi!" ucap pria itu setelah proses rekamannya berjalan lancar.

"Akhirnya. Terima kasih juga, Woozi-nim dan yang lainnya," wanita itu membungkuk hormat ke arah kumpulan orang di luar studio rekam sana.

Woozi bersama dengan produser yang lainnya bertepuk tangan. Tim-nya menangani artis solo yang akan debut beberapa bulan lagi. Ini adalah project terakhir di akhir tahun. Ia akan mulai bekerja lagi di bulan kedua tahun depan, untuk project lagu comeback sebuah grup.

"Bagaimana?"

Pria berkulit putih itu menoleh saat orang disebelahnya bertanya. Ia mengernyitkan dahinya, tidak mengerti dengan maksud pertanyaan tersebut. "Bagaimana apanya, hyung?" tanyanya.

"Gadis itu. Masih marah?"

Woozi terkekeh saat akhirnya mengerti. Ia menganggukkan kepalanya, "sepertinya aku harus menyusulnya ke sana."

"Ah, karena itu kau akan hiatus satu bulan di awal tahun nanti?"

Woozi kembali mengangguk, "aku harus membujuknya dahulu. Dia sangat susah ditaklukan kalau sudah marah."

"Salahmu juga mengabaikannya selama dua minggu,"

Perkataan itu membuat Woozi kembali mengingat kejadian saat ponselnya hilang di Jeju. Minggu lalu, ia berlibur bersama sahabatnya dan sama sekali tidak ingat kalau ada seseorang yang menunggu kabarnya.

"Iya, seharusnya aku meminjam ponsel yang lain untuk menghubunginya," ia menyesal akan kejadian itu.

Saat ia pulang, di apartemennya tidak ada siapapun. Ada rasa khawatir dalam dirinya, bahkan jantungnya berdegub cepat. Ia merogoh saku celananya, mengambil ponsel baru miliknya dan menekan nomor sang gadis. Untung ia hapal nomornya di luar kepala.

"Halo?"

Woozi terperangah, suara ini familiar, akan tetapi bukan suara milik gadisnya melainkan ibunya. "Mama, ini saya," jawabnya.

"Ah, Jihoon? Nako sedang tidur siang, ponselnya ada di ruang tamu jadi Mama yang angkat," jelas suara disebrang sana.

Woozi menghela napas, sedikit kecewa karena tidak bisa mendengar suara gadisnya. "Ah sedang tidur ya? Kalau begitu saya ingin memberitahu, besok saya akan ke sana tapi jangan beritahu Nako dulu, ya. Ini semacam kejutan,"

"Aduh, dasar anak muda, mainnya kejut-kejutan. Baiklah, Mama akan tutup mulut," Woozi dapat mendengar kekehan dari sebrang sana.

"Oh! kau akan tinggal di mana?" lanjutnya bertanya.

"Kebetulan saya sudah menyewa apartemen di Tokyo," jawab Woozi.

"Ah, padahal di sini masih ada kamar kosong yang luas. Kalau begitu istirahatlah, Jihoon."

"Terima kasih, Ma!"

Woozi tersenyum, senang sekali jika hubungannya sangat dekat dengan orangtua gadisnya. Woozi jadi dapat merasakan rasanya memiliki dua ibu dan dua ayah. Mereka selalu mendukung hubungannya dengan sang gadis.

"Hah, kita lihat seberapa lama kau mendiamiku di sana, gadis kecil."

------------

Penerbangan dari Korea Selatan menuju Jepang hanya memerlukan waktu beberapa jam. Ia sekarang sudah berada di taksi untuk menuju ke apartemen. Ia membawa satu koper berukuran sedang walaupun ia akan tinggal satu bulan lebih di sana.

Winter in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang