🇲🇨 Karena Kibaran 🇲🇨

76 11 19
                                    

Cerpen : Karena Kibaran
Karya : Wariamah
Akun wp : salwariamah

______________________________________________

"Terima kasih untuk tumpangannya, Kak," ucap seorang gadis yang baru turun dari motor kakak kelasnya.

"Iya, sama-sama. Kalau gitu aku pamit, ya."

"Iya, Kak." Gadis bernama Aeni itu menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.

"Assalamu'alaikum." Pemuda yang mengantar Aeni itu segera membenahi posisinya untuk menarik gas.

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan, Kak," ujar Aeni saat kendaraan beroda dua itu mulai melaju menjauhi dari rumahnya.

Masih dengan senyuman yang terpatri di wajah, Aeni menutup gerbang lalu beranjak memasuki pekarangan rumahnya dengan langkah panjang. Ia ingin buru-buru memberitahukan sebuah kabar bahagia kepada ibunya.

Hari ini Aeni mendapat kabar baik. Ia terpilih menjadi salah satu anggota paskibra yang akan mengibarkan bendera saat upacara kemerdekaan di kabupaten nanti. Sungguh, Aeni sangat-sangat bersyukur karena itu adalah impiannya sejak pertama masuk ekstrakulikuler paskibra.

Setelah melepas sepatu dan meletakkannya di rak plastik yang ada di teras, Aeni mendekati pintu lalu memegang gagangnya.

"Assalamu'alaikum, Adek pul-"

Plak...

"Mas!"

Suara-suara itu saling bersahutan menyambut kedatangan Aeni. Seketika tubuh gadis kurus itu menegang. Ia terpaku, berdiri mematung di ambang pintu dengan kepala yang menghadap ke kanan. Raut ceria di wajahnya lenyap seketika. Berganti dengan ekspresi kesakitan akibat sebuah tamparan di pipinya.

"Bagus ... anak perempuan baru sampai rumah saat hari hampir petang," sindir sang ayah dengan kedua tangan terlipat di dada.

"A-ayah, tadi aku-"

"Kamu apa? Pergi berduaan dengan laki-laki?" Ayah Aeni menatap tajam dengan rahang yang mengeras.

"Mas, sudah. Jangan marahi Adek." Ibu Aeni yang dari tadi mengikuti langkah suaminya segera berpindah mendekati Aeni dan membawa gadis itu dalam pelukannya.

"Diam kamu!" bentak ayah dengan mata yang mengilat karena amarah. "Jangan coba membela anak sialan ini!" teriaknya dengan telunjuk terarah ke wajah Aeni.

"Ayah, tadi itu hanya kakak kelasku. Aku tadi habis latihan-"

"Latihan apa? Latihan menjadi perempuan tidak baik?"

"Nggak, Yah." Aeni menggelengkan kepala sembari meregangkan pelukannya dari sang ibu. "Tadi itu aku habis latihan paskibra. Lagipula aku 'kan semalam sudah meminta izin, dan ibu membolehkannya."

"Tapi saya tidak memberikan kamu izin untuk mengikuti kegiatan tersebut," balas ayah Aeni dingin.

"Kenapa, Yah? Kenapa ayah selalu melarangku untuk mengikuti kegiatan di luar jam pelajaran sekolah? Kenapa ayah selalu marah setiap aku membahas mengenai paskibra?"

Ah ... Aeni sungguh tidak suka dengan keadaan ini. Ia jengah dengan sikap ayahnya. Ia pikir semalam ayahnya diam sebagai tanda mengijinkannya, tapi ternyata malah berarti sebaliknya.

Ayah Aeni mengusap wajahnya kasar. "Selama ini saya sudah sangat kerepotan dengan membiayai sekolah kamu. Jangan lagi menambah beban saya dengan mengikuti kegiatan lain yang memerlukan banyak biaya!"

Bola mata Aeni melebar. Apa ayahnya bilang? Dia merasa direpotkan karena harus membiayainya? Tapi bukankah itu adalah resiko menjadi seorang penanggung jawab keluarga?

Liburan BerkaryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang