✨ Sebuah Cahaya ✨

96 10 2
                                    

Cerpen : Sebuah Cahaya
Karya : Tri Aningsih
Akun wp : tria924

______________________________________________

Senyum kecil terbit di wajahnya. Menampakkan paras cantiknya. Dengan perlahan senyum itu meluntur. Satu tetes air mata jatuh dari pelupuk matanya diikuti tetesan lainnya. Raut wajahnya terlihat begitu lelah. Di bawah hujan deras gadis itu terus melangkah tanpa arah. Hujan mengguyur tubuhnya. Tanpa alas kaki ia tetap berjalan menyusuri kota kelahirannya.

"Kenapa semuanya berubah? Bukan aku yang membunuhnya. Dia bunuh diri! Kenapa aku yang disalahkan?" lirihnya.

Suara petir menggelegar secara bersahut-sahutan. Tanpa rasa takut sedikitpun ia tetap berjalan digelapnya malam. Udara dingin begitu menusuk kulitnya.

Baginya menangis di bawah hujan itu menyenangkan. "Lebih baik aku mati daripada di fitnah seperti ini," gumamnya.

Gadis itu berhenti di tengah jalan. Berbaring di sana, menatap langit gelap lalu memejamkan matanya.

"Ini lebih baik," lirihnya.

Cahaya kecil dari sebuah mobil dari ujung jalan. Mobil semakin mendekat dengan tubuh gadis itu.

Citttt

Mobil tersebut berhenti tepat di depan gadis itu. Seorang wanita dengan pakaian gamis dan hijab lebarnya keluar dari mobil tanpa menggunakan payung. Ia berjongkok, memegang bahu gadis itu untuk menyadarkannya.

Dengan perlahan gadis itu membuka matanya. Tatapan mereka bertemu.

Wanita itu tersenyum lembut. "Sedang apa kamu di sini?"

Tidak ada jawaban.

"Kenapa Anda berhenti? Kenapa tidak menabrak saya saja?"

"Karena saya tidak ingin kamu menyia-nyiakan hidup kamu. Hidup itu sangat berharga. Dunia ini hanya sementara. Kamu yakin ingin mengakhirinya?"

"Iya."

"Apapun masalah kamu bukan alasan untuk mengakhiri hidup. Masih banyak jalan lain."

Gadis itu duduk. "Tidak ada jalan lain! Lebih baik saya mati daripada dibenci oleh semua orang. Tidak ada lagi yang peduli dengan saya," bantahnya keras.

"Masih banyak yang peduli dengan kamu. Allah selalu ada untukmu. Dia senantiasa menemani kamu."

Gadis itu tersenyum sinis. "Allah? Saya tidak percaya dengan adanya Allah. Kalaupun Dia peduli dengan saya, lalu kenapa Dia mencoba saya dengan berat? Masalah hadir berturut-turut. Saya sudah tidak sanggup lagi menghadapinya."

"Itu artinya Dia sayang dengan kamu. Dia menguji kamu karena Dia tahu kamu itu kuat dan bisa melewatinya."

"Buktinya saya tidak bisa. Saya tidak kuat."

"Kamu hanya perlu bersabar dan meminta pertolongan kepada-Nya agar dimudahkan semuanya. Cobalah berdoa seusai shalat. Curhatlah kepada-Nya. Ceritakan semuanya! Kita memang tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, tapi tidak ada salahnya untuk berdoa. Allah tahu apa yang terbaik untuk umatnya."

"Baik? Hidup saya hancur. Itu yang terbaik? Itu terburuk bagi saya. Lebih baik saya mati!"

"Berapa umur kamu?"

Gadis itu terlihat bingung, "Buat apa?"

"Berapa umur kamu?"

"19," ketusnya.

"Kamu masih muda. Perjalanan kamu masih panjang. Apa kamu tidak ingin membahagiakan orang tua kamu? Membuat mereka bangga?"

“Orang tua? Mereka bahkan tidak peduli dengan saya. Mereka hanya memikirkan kerja dan uang. Sekarang mereka membenci saya." Gadis itu tertawa getir.

Liburan BerkaryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang