Diselamatkan *4

2.7K 459 28
                                    

~•000•~

API dengan cepat membakar Eilyen, kemudian meninggalkannya menjadi abu. Rantai cahaya yang kupanggil untuk mengikatnya juga kini menghilang. Penghalang di sekitarku untungnya masih ada dan membuatku aman. Aku kelelahan, beruntungnya lagi ada batang pohon besar yang bisa aku jadikan sandaranku.

"Haah  .... Haaah  ...., " aku berpikiran terlalu pendek, padahal katanya aku juga mau membalas dendam. Tapi segini saja sudah membuatku terbebani dan pasrah pada keadaan, "aku pengecut dan hampir saja ingkar janji."

Hujan mereda, berganti menjadi rintik-rintik. Karena penghalang inilah juga aku tidak terkena rintikan hujan lagi, aku benar-benar sangat diberkahi keberuntungan karena bisa mempelajari sihir dan semua mantra yang diajarkan guru dengan cepat. Tetapi terkadang aku juga merasa ini adalah sebuah kutukan. Sepertinya di kehidupan yang dulu, aku adalah orang yang sangat jahat makanya dipindahkan ke tubuh yang benar-benar harus menderita. Itu mungkin saja bukan?

Aku dengan perlahan mengembalikan ketenanganku, bernapas pelan-pelan, pikirkan hal baik-baik. Sesuatu seperti ada banyak makanan gratis, dan aku bisa mengambilnya sesuka hati atau ada orang dermawan sedunia yang mau memberikanku segunung uang—yah, semua ini mustahil. Tapi kalau untuk khayalan tidak masalah sih.

Hutan kegelapan, dari namanya saja sudah kentara sekali kalau ini sangatlah gelap. Apalagi saat malam begini, aku menghela napas kasar. Sejauh mana aku masuk ke hutan ini? Aku harus mencari jalan untuk pulang, toh Eilyen itu sudah mati. Aku ingin menyalakan cahaya untuk menjadi penunjuk jalanku, tapi  ..., meski hutan ini dijejaki para Paladin dan sudah dilaksanakan pembasmian secara besar-besaran, itu gak akan menampik bahwa masih ada monster yang pasti tersisa.

Lagipula yang tersisa itu pasti berkembang lagi kan ya?


***

Setelah lama beristirahat, aku berdiri untuk memilih akan pulang. Inginnya sih melakukan perpindahan cepat menggunakan teleportasi, sayangnya aliran manaku kacau ..., aku tidak tahu kenapa ini bisa terjadi—yah, mari kita analisa sajalah. Kalau belajar dari waktu dulu yang sama juga kualami—aliran mana kacau ini—mungkin karena aku terlalu berlebihan melakukan hal besar pada tubuh kecil ini.

"Tubuh ini kan kecil, kurus, kumal, compang-camping. Intinya yang jelek-jelek ada padaku. Tak heran kalau ini terjadi sih,"  aku memanyunkan bibirku, kenapa ya malam itu gelap. Aku bingung mau berjalan ke arah mana karena gelap dan menyeramkan. "haruskah aku asal jalan atau menyalakan cahaya, lalu nyawaku jadi taruhan?" dua pilihan ini rasanya sama-sama buruk.

Asal memilih jalan kalau beruntung aku mungkin bisa pulang, catat ya, kalau. Kenyataannya mungkin aku akan tersesat dan berputar-putar terus lalu bertemu monster. Tapi kalau aku pilih cahaya, monster akan datang karena hal itu dianggap panggilan bagi mereka—kondisiku yang buruk ini, memungkinkan aku akan dimakan hidup-hidup oleh mereka.

"Hah, memang ya. Haruskah aku diam di sini terus sampai pagi?"

Siapa tahu aku tidur sebentar dan voila,
pagi hari telah datang!

Grrrrr! Grrrr!

Geraman? Aku melirik sekitarku dengan panik. Itu pasti suara monster! Bagaimana ini ya Dewi Yves, aku tidak punya tenaga lagi kenapa diberikan cobaan terus. Aku berjanji, kalau aku kaya aku akan sering berdoa.

.

.

"Nona? Anda sedang apa di sini?"

Aku membuka mataku yang tadinya terpejam, tanganku yang tadinya melakukan doa kini kulepas. Tidak aku sangka ada sekelompok kakak-kakak berpakaian rapih, membawa anjing dan sebuah lampu sihir yang berisikan cahaya.

Aku pikir aku tadi harus melawan monster lagi, tetapi rupanya geraman itu datang dari anjing hitam itu. Tidak aku sangka aku akan dibawa mereka, kelompok orang dewasa yang berpakaian rapih bila disandingkan denganku ini—astaga, mirip langit dan bumi rasanya. Aku agak malu pada diriku yang kumal ini, apalagi baju bagian bawahku terbakar terkena percikan api Eilyen yang mengamuk saat aku bakar dia hidup-hidup.

Aku dibawa mereka keluar entah ke arah mana, namun lega sekali rasanya bisa keluar dari tempat menyeramkan sana. Apalagi pada orang-orang tangguh ini, yang tidak takut menyalakan cahaya—gak sepertiku yang kebanyakan berpikir.

"Anu  ..., terima kasih," enaknya menghirup udara luar tanpa monster dan rasa ketakutan itu, "saya sangat berterima kasih atas bantuan kakak semua." aku membungkukkan badan, aku tidak punya hadiah yang bisa kuberikan juga sih.

Tapi entah bagaimana kurasakan pandanganku menggelap, kurasa kepalaku jatuh dan ditangkup tangan? Entahlah, rasanya ada sesuatu yang menangkapku meski gerakannya sedikit kasar.

***

"Ada gadis kecil di hutan kegelapan tuan, dia sudah dibaui oleh monster,"

"Bagaimana penjagaan di utara bisa seburuk ini Cael?"

"Maafkan saya Tuan, ini akibat kelalaian pasukan saya dan juga kekurangan penyihir. Menara sihir hanya ada satu di dekat sini, dan perihal segel itu  ..., sudah diperbarui kali ini oleh Penyihir Agung yang dibawa kemari."

"Bagaimana gadis ini bisa menembus dinding yang dibuat setelah pembasmian? Orang biasa, tidak akan bisa masuk ke sana. Cari tahu hal ini Cael."

"Baik Tuan."

Sayup-sayup aku mendengar sesuatu di antara kegelapan yang menimpaku, mengesampingkan hal itu  ..., aku pikir tubuhku sedang melayang di atas marshmellow, nyaman dan empuk sekali.
Sudah lama aku gak merasakan hal menyenangkan ini, tempat tidur di rumah guru kan kasar dan tipis, kadang-kadang rasanya malah seperti tidur di atas batu. Aku seringnya lebih baik tidur di rumput. Bukannya aku menghina atau tidak tahu diri, hanya saja itulah kenyataannya.

Kesampingkan ini semua  ....

Aku segera bangun, dan melihat sekitar dan keadaan diriku. Rupanya benar aku ada di atas tempat tidur, tidak cukup itu saja ruangannya sangatlah mewah. Ini pasti tempat seorang bangsawan, terlihat dari ornamen yang berwarna emas—bisa jadi emas betulan juga. Lemari dan barang-barang lainnya pun terlihat elegan dan bersih.

"Ahk," aku mengacak rambutku dengan kasar. Kesampingkan hal itu, dimana aku sekarang serta jam berapa ini? Aku harus pulang!

"Kau bangun?"

Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku, awalnya mataku melihatnya dengan samar. Namun kemudian perlahan menjadi jelas, ada laki-laki yang menginjak usia remaja kurasa. Warna rambutnya hitam pekat, baju dan celana yang melekat di tubuhnya juga berwarna hitam. Tetapi anehnya warna itu sangat cocok sekali untuknya.

••00••

Will Change My Bad Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang