CHAPTER 1

203 30 2
                                    

Keributan apa yang terjadi sampai membuat Tafasya terbangun. Tidak biasanya terdengar suara panci-panci berjatuhan di kos-kosan ini. Ia melangkahkan kakinya keluar kamar dengan tatapan sayu. Wajah bantalnya menandakan ia baru saja bangun dari tidurnya.

"Baru bangun?" tanya Ibu Kosnya.

"Hehe, iya buk," jawab Tafasya sambil merapikan rambutnya.

"Kamu tau kenapa saya ngamuk?"

Baru saja matahari muncul, sudah bersembunyi lagi di balik awan yang berwarna kelabu karena amarah ibu kos yang galak. Matanya yang berapi-api mampu membakar hati Tafasya. Mendengar pertanyaan beliau, Tafasya menggelengkan kepalanya dengan polos.

"Astaga, kamu ini gak tau? Kamu sadar berapa bulan belum bayar kos hah?!"

Teriakan ibu kos yang menggelegar mampu mengundang petir dan menyegerakan turunnya hujan. Di kamar sebelah, dua sejoli sedang menguping dan ikut terkejut mendengar amarah sekaligus petir yang menyambut kemarahan ibu kos mereka.

"Bulan depan, bayar semuanya. Totalnya lima bulan. Kalau gabisa bayar, keluar dari sini."

"Iya bu, iya. Nanti saya bayar kok, mending ibu angkat jemuran dulu deh. Hujan tuh," jawab Tafasya sambil menunjuk langit.

"Yaudah, saya pamit."

"Yang ini, juga jangan lupa!" teriaknya sambil menggedor pintu kamar sebelah.

Gadis berambut pendek itu menghela nafas beratnya sambil menggelengkan kepala. Melihat ibu kosnya yang super galak, mengingatkannya pada ibunda tercintanya yang sedang menunggu kesuksesannya di kampung halaman. Ia segera memasuki kamar dan bersiap-siap berangkat kuliah.

***

Gaya kasual yang selalu membuatnya nyaman. Kaos dan celana jeans, sneakers dan tas tote bag menjadi barang favoritenya. Kakinya menginjak jalanan beraspal halaman salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.

"Belum dateng ya?" Ia sedikit menjijitkan kakinya melihat-lihat parkiran yang penuh sambil menunggu si pemilik hati.

Tafasya sudah memiliki kekasih. Dia sangat baik, —di mata Tafasya— memang benar, dia baik dan ramah dengan semua orang. Tetapi terkadang ia sangat toxic dengan segala umpatan dan bahasanya yang kurang sopan. Dia kelihatan seperti seorang badboy di depan orang lain dan menjadi goodboy di depan pacarnya. Untung aja shamponya gak l*feboy, hehehe.

"Eh, Tafasya. Lagi nungguin pacarnya ya?" tanya seorang pria yang kerap disapa Emji.

"Eh, hai Emji! Baru keliatan, sekarang makin glow up ya," jawab Tafasya sambil tertawa.

"Bisa aja lu. Tadi aku liat pacar kamu ada di kafe seberang, yang baru buka. Itu lho, punya kating fakultas hukum yang lagi viral."

Mendengar informasi dari temannya, Tafasya menganggukkan kepala sambil ber oh ria dengan bibirnya tanpa suara. Kemudian, ia tersenyum manis dan melambaikan tangan dan segera berlari menuju kafe tersebut.

Benar. Kekasihnya sedang duduk berhadapan dengan seorang wanita berambut panjang yang manis. Mata wanita itu bulat dan bibirnya tipis. Suaranya juga halus dan tubuhnya tinggi ramping. Berbeda dengan Tafasya yang padat berisi. Ia kelihatan pendek namun menggemaskan. Pipinya chubby dan tingkahnya yang kadang kekanakan membuat banyak orang mengaguminya.

"Mas?"

to be continue

Hai, terima kasih sudah membaca dan memberi bintang pada cerita ini. Apa yang kalian beri sangat berharga bagi saya💖
Tunggu bagian selanjutnya🙆🏻‍♀️

EMAIL : tafasyadanisa@gmail.com

Naik Tahta [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang