04. Perih🍑

2.3K 273 23
                                    

Jeno sudah menggiring Jaemin untuk masuk ke mobil jemputan mereka. Jeno menarik kerah belakang Jaemin seperti sedang memegang benda menjijikan, layaknya tikus?

"Lepas aja kenapa sih? Gue bisa jalan sendiri!"

"Lo mau kabur 'kan?"

"Enggak!"

"Gue udah tau sifat lo. Apa susahnya makan bareng?"

"Ada lo soalnya, males gue liat muka lo." Jawab Jaemin sekenanya.

"Bodo, Na. Lagian ini permintaan mama."

Tuhkan. Ya walaupun belum bisa menerima, tapi apapun itu kalau tentang mama, Jaemin pasti nurut. Kalo papinya mah boro-boro nurut. Ogah dia mah.

"Bener Tante Tiffany yang minta?" Jaemin menatap Jeno penuh selidik.

"Iya. Lagian lo kenapa sih nggak pernah makan bareng kita?"

"Ngapain? Itu keluarga lo, bukan keluarga gue."

Sumpah ya, Jeno pengen nonjok muka Jaemin saat itu juga. Cuma sayang juga, ntar yang ada Jeno dimarahin mamanya.

Yang Jeno heran tuh, mamanya suka perhatian sama Jaemin. Padahal Jaeminnya mah enggak. Kalo ditanya pasti jawabnya, "Nana 'kan juga anak mama, Jeno." Begitu terus. Yang Jeno heran lagi, Jaemin kaya benci banget sama papinya. Menurut Jeno karena perkara papi Jaemin yang nikahin mamanya. Tapi nggak tau lah. Bukan urusan Jeno. Anehnya lagi, papinya lebih perhatian ke Jeno ketimbang Jaemin yang notabene anak kandungnya sendiri. Au ah gelap. Pusing Jeno tuh.

Di mobil pun sunyi. Jaemin memilih melihat ke arah jendela sedangkan Jeno memainkan ponselnya. Lama-lama Jaemin ketiduran. Jeno yang sadar hanya tersenyum tipis.

"Gimana kalo lo bukan adek gue, Na?"

🐶🐰🍑

Sesampainya di rumah, Jeno dan Jaemin sudah disambut hangat oleh Tiffany. Wanita itu tersenyum karena kepulangan anak-anaknya.

"Kalian ganti baju dulu ya, mama udah masak yang spesial buat kalian."

"Iya, ma."

"Nana, makasih ya udah mau makan bareng tante."

Ada sedikit rasa bersalah di hati Jaemin. Mama Tiffany itu baik, nyaris seperti maminya, Yoona. Tapi, entahlah..

"Maaf," gumam Jaemin nyaris tak terdengar.

Mereka berempat sudah siap di meja makan. Suasana masih terasa canggung. Entahlah Jaemin tak peduli sama sekali. Jaemin masih menunggu Mama Tiffany mengambilkan makanan untuknya.

"Bagaimana sekolah?" tanya Papi Siwon. Entah siapa yang ditanya Siwon, tapi Jaemin hanya diam.

"Baik, pi." Jeno yang jawab. "Minggu depan ada liga pelajar kaya di tahun lalu."

"Terus kamu ikut?"

"Iya, pi."

"Kalau Nana gimana?" tanya Mama Tiffany.

"Biasa aja, tan."

"Kamu masih manggil tante?!" Papi Siwon sedikit menaikkan nada suaranya. "Tiffany itu sekarang mama kamu, Na. Bukan orang lain. Kamu tau nggak perasaan mamamu? Mama kamu selalu kepikiran kalo kamu nggak suka sama dia. Tiffany udah sayang sama kamu tapi kamunya malah kaya gini, Na?!"

"Nana cuma belum bisa." Jawab Jaemin dengan nada tercekat.

"Sudah hampir setahun, Na. Kalo kamu berharap mamimu hidup lagi, itu nggak mungkin! Papi nggak habis pikir, kenapa sih kamu? Mau kamu apa? Kesannya kamu tuh ngelawan papi terus."

"Udah, mas. Aku nggak apa-apa." Ucap Mama Tiffany.

"Nana selesai." Padahal makan sesuap pun belum.

Jaemin segera pergi ke kamarnya. Menutup pintunya rapat dan tak lupa menguncinya.

Perasaan Jaemin campur aduk. Marah, sedih, dan kecewa menjadi satu. Jaemin butuh pelampiasan. Lantas Jaemin meraih pisau cutter di lacinya. Selanjutnya memposisikan pisau tersebut di pergelangan tangan kirinya.

Sret

Sret

Sret

Terdapat luka sayatan di tangan Jaemin. Darah menetes hingga ke lantai.

"Ashh ternyata perih juga. Tau gini gue nggak berani nyoba, " Gumamnya lalu meraih kotak obat di kamarnya. Setelah membersihkan lukanya, Jaemin membalutkan kain kasa.

—tbc🍑🐰

Kenapa orang malah milih nyembunyiin perasannya daripada jujur walaupun kenyataannya menyakitkan?

M;feeling blue:)

It's You🐰🍑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang