Petang Keenam-belas

10.9K 1.2K 39
                                    

---

Suara live music langsung menyambut telinga Bara ketika ia melangkahkan kaki di Maxi. Kakinya melangkah pelan menuju sebuah meja diujung tempat ia dan teman-temannya biasa duduk.

"Yoo brotheer, tumben telat. Yang biasa telat aja udah disini dari tadi,"

Bara hanya tertawa menanggapi Lex. Disana sudah lengkap ada Adrian dan Christopher.

"Bisa kumpul nih pengantin baru,"

Adrian meringis pelan. "Icha gue tinggal dirumah mamanya. Lagi ada nyokap gue juga, gue jadi bisa kabur deh,"

Mereka lantas tertawa,"Parah lo yan, masih anget juga. Gak mau honeymoon kemana gitu?"

Adrian ikut tertawa. "Belum kepikiran, nanti aja dah. Btw, yang baru tunangan juga masih anget-angetnya nih?"

Christopher hanya menanggapi dengan senyum tipis. "Ya begitulah,"

"Lo kayak gak seneng aja sih, baru tunangan juga," Lex bercelutuk.

"Gue galau bro,"

Mereka lantas tertawa mendengar suara Christ yang terdengar menderita.

"Kenapa?"

Christ menimang. Ia menatap kearah mereka semua, sebelum berhenti pada wajah Bara.

"Gue ketemu orang lain,"

"Bangsat!"

"Sialan!"

"Astaga!"

Semua umpatan langsung keluar dari mulut ketiganya. Christ hanya meringis pelan.

"Dan lo suka?"

Christ menangkat bahunya pelan,"Gak tau. Tapi sama nih cewek gue ngerasa 'hidup'. Dia gak ribet, let it flow banget anaknya, gue bisa jadi diri sendiri didepan dia. Gue selalu deg-degan deket dia, dan itu bikin candu. Gue gak nemuin itu sama Jessica,"

Mereka menatap kasian pada Christ. Tak tahu harus berkata apa.

"Lo tau kan Jessica cinta mati sama lo? Dan lo juga sangat sangat amat teramat bucin sama dia?"

Christ mengangguk pada Adrian.

"Lo inget lagi apa aja yang udah kalian lewatin selama ini. Apa yang membuat kalian sampai ditahap ini,"

Christ mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa yang paling ia tunggu justru respon dari Bara.

"Gua gak ikutan dah. Kalo udah masalah hati mah susah,"Lex bercelutuk. "Bara kali punya solusi,"

Bara menggeleng pelan. "Sorry, gue gak tau mau naggepin apa,"

Adrian langsung menoleh kearah cowok itu. "Lo lagi ada masalah?"

Bara mengangguk pelan. "Gue cuman lagi khawatir aja,"

Christ tersengat. Yang biasanya membuat Bara begini hanya satu orang. Sosok yang tadi dibicarakanya.

Lex lantas kembali bercelutuk.

"Kenapa lagi Keira?"

Bara menggeleng pelan. "Ada yang salah sama dia. Hampir dua minggu ini dia agak berubah. Lebih pendiem. Tadi tiba-tiba minta cuti sama gue,"

Ketiganya menatap penuh tanya.

"Cuti doang kan? Kenapa lo khawatir banget?"

Bara meneguk minumannya.

"Bukan Keira banget. Dia lagi ada masalah kayaknya,"

"Stress kali, Bar. Lo nge-push itu anak gila-gilaan kali,"

Bara kembali menggeleng.

"Enggak yan. Ada sesuatu, tapi dia gak cerita,"

Christ menelan ludah kasar. Ini pasti berhubungan dengannya. Dan ia harus memastikan itu.

"Ntar gue coba mampir ke unit dia, kali aja dia cerita ke gue tapi gak enak sama lo,"

Bara mengangkat wajahnya. Menatap lurus kearah Christ.

"Kenapa juga dia milih cerita sama lo ketimbang gue?"

Lex tertawa menatap keduanya. Christ tahu ia tak bisa dengan cara ini.

"Kan kali aja, Bar. Gak usah posesif banget gitu juga,"

Bara hanya diam.

"Tapi mungkin bisa dicoba, Bar. Dia gak mau bikin lo khawatir kali,"

Bara menggeleng.

"Dia gak di apartemennya. Dia lagi nginep dirumah gue, nyokap yang minta,"

"WHAT?!"

Ketiganya menatap tak percaya. Sejauh apa hubungan Bara dan Keira ini sebenarnya.

"Keira kenapa, Bar?"

Bara menatap Adrian yang menatapnya dengan tegas. Membuatnya mau tak mau menceritakan hal ini.

"Dia punya trauma. Waktu kecil.  Lo tahu kan gimana gue bisa ketemu dia?"

Adrian mengangguk. Sedangkan Lex dan Christ yang tidak tahu cerita ini menatap penasaran.

"Yaah di panti asuhan, dan gitu lah pokoknya,"

"Terus?"

"Nyokap nya punya gangguan mental, cenderung menyakiti diri sendiri dan orang lain. Bokapnya pergi ninggalin dia  berdua nyokapnya waktu Keira mau kelulusan SD. Orang-orang nemuin dia udah bersimbah darah abis dipukulin nyokapnya,"

"Dan?"

"Dua minggu ini, dia mimpi buruk lagi. Gue gak bisa biarin dia sendirian,"

"Itu kenapa nyokap lo minta dia nginep dirumah?"

Bara mengangguk.

"Ada sesuatu yang menyakiti dia. Terakhir kali dia begini itu abis wisuda, gue nemuin dia hampir mati karna ngeliat temennya dia dikeroyok preman,"

Christopher tercekat. Seperti ada yang menarik kerah kemejanya.

"Gue harus tahu apa dan siapa yang nyakitin dia kali ini. Sampai ketemu, gue gak bakal biarin hidup dia tenang,"

Perlahan rasa sakit menjalar menuju dadanya. Christo menatap nanar kearah gelas minumannya. Setiap perkataan Bara menusuknya.

Orang yang sedang dicari Bara sedang duduk dihadapannya.

---

Hai, awalnya aku mau nulis cerita ini ringan aja. Yang gemes gemees, gak tau kenapa jadinya begini:(

Regards,

--katatiw

Menghitung Petang (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang