Petang Kedua-puluh-dua

10.1K 988 8
                                    

---

Keira baru saja membersihkan badannya, berganti dengan celana pendek dan kaos putih oversize. Tangannya masih memegang hairdryer dan duduk didepan meja rias kamar hotelnya ketika pintu diketuk dengan tidak sabar.

Gadis itu berdecak. Sudah pasti itu Bara atau Jun. Bisakah mereka meninggalkan dirinya sendiri  sebentar saja?

Keira beranjak. Membiarkan rambutnya yang masih setengah basah. Menaruh hairdryer dimeja rias tanpa mencabutnya dari sumber listrik.

"Gue cuman mand--"

Ia mematung. Yang berdiri dihadapannya bukan Bara apalagi Jun, melainkan sosok yang sudah sangat lama tidak ia tahu kabarnya juga sosok yang diam-diam ia rindukan keberadaannya.

Laki-laki itu berdiri menggunakan hoodie berwarna abu-abu. Rambutnya sudah memanjang dengan tidak karuan ditambah dengan rambut yang tumbuh lebar dirahang dan dagu laki-laki itu. Ia terlihat berantakan.

"Kei--"

Keira langsung bergerak cepat untuk menutup pintu, tapi tenaganya justru kalah jauh dari laki-laki itu.

Pintu berdebam tertutup dengan Keira yang berdiri dengan napas mulai memburu. Menatap lurus kearah laki-laki itu.

Christopher.

"Aku butuh bicara,"

Keira menggeleng. Kesadarannya kembali datang. Ia harus segera menemukan ponsel untuk menelfon Jun atau Bara. Tapi ketika ia masih berlari tak tentu arah, tubuhnya tiba-tiba ditarik kedalam sebuah pelukan.

Pelukan yang entah kenapa terasa menyakitkan.

"Tolong aku--"

Keira menggeleng dan meronta. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya.

"Aku udah batalin pertunangan aku sama Jessica!"

Keira terpaku. Ia langsung mendorong dengan kuat dada laki-laki itu dan berhasil.

"Kamu apa--"

Christ mengusap wajahnya dengan kasar. Mencoba mengeluarkan kata-kata yang sudah ia susun sedari tadi.

"Ak-- tunang--batal,"

"No!"

Christopher kaget bukan main. Ia mengangkat kepala mendengar teriakan Keira.

"Gak bisa! Enggak!"

"Aku mau kamu, Kei!"

Keira menggeleng. Air mata sudah mengalir deras dari pipinya. Ia tidak tahu kenapa ia sangat hancur mengetahui hal tersebut.

Christ berjalan mendekat. Berdiri menatap gadis yang berlinangan air mata tersebut. Menatap lurus kearahnya penuh luka.

Tangannya terulur. Mengusap pelan air mata yang memeleh dipipi Keira.

"Aku tahu aku egois. Tapi izinin aku bersama kamu, Kei. Aku gak bisa lagi bersama orang lain. Aku--"

Keira bertanya dengan suara serak. "Kenapa? Kenapa aku, Christo?"

Christ meluruh. Ia mendekat. Menangkup wajah penuh air mata itu. Mendekat untuk memagut bibir Keira yang terus terisak. Mengecupnya pelan.

"Karna aku jatuh cinta sama kamu,"

Air mata yang mengalir justru semakin deras. Isakan itu terdengar memilukan. Keira menggenggam bagian depan kaos miliknya yang pertanda dadanya terasa sangat sesak saat ini.

Harusnya ia tahu ia butuh obat. Harusnya ia tahu bahwa ia butuh Bara atau Jun saat ini. Tapi kepalanya kosong. Yang ia rasakan hanyalah sakit yang luar biasa.

Christ tidak tahu apa yang menggerakkannya. Entah karna tidak adanya penolakan dari Keira, atau karena tangisan gadis itu atau karna ia memang menginginkannya.

Ia kembali mendekat. Melumat bibir Keira penuh perasaan. Meluapkan segala rasa rindu yang menumpuk selama ini. Tangan kanannya memegang pinggang gadis itu. Meremasnya pelan. Sedang tangan kirinya memegang rahang Keira dengan lembut.

Keira tidak bereaksi sama sekali. Hanya diam menatap lurus pada mata milik Christ yang juga menatapnya. Yang saat ini juga mengeluarkan cairannya.

Jantung Keira berdentum keras. Mengapa Christ justru ikut menangis?

"Biarin aku mulai ini lagi. Kasih aku satu kesempatan lagi,"

Christ tidak melepaskan Keira. Ciumannya semakin menuntut ketika Keira merasakan benda empuk dibagian belakangnya.

Sejak kapan mereka berpindah keatas ranjang?

Christ menahan tubuhnya. Menjulang diatas Keira yang berbaring pasrah. Menatapnya dengan segala emosi yang membuncah.

"Biarin aku milikin kamu dengan benar kali ini,"

Keira sadar dirinya tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Tapi Christ justru menurunkan tubuhnya. Menghimpit gadis itu dan kembali menciumnya.

---

Hai, kangen Christ? Hehehe

Hai, kangen Christ? Hehehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regards

--katatiwi

Menghitung Petang (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang