Petang Kedua-puluh-lima

10.1K 1.1K 10
                                    

---

Ruangan itu sangat diam. Christ hanya diam menatap jendela yang hanya gelap dari luar. Tubuhnya masih terasa sakit dan memar dimana-mana. Apalagi wajahnya.

Ia mengalihkan pandangan dan bertemu dengan mata Bara yang menatapnya tajam. Ia menghela napas panjang.

"Harusnya lo dengerin Jun malem itu. Gue emang pantes mati,"

Bara tersenyum sinis. "Setelah lo bunuh anak orang lo juga mau mati? Lo pikir ini drama romeo-juliet?"

Christ tercekat. Ia menatap putus asa.

"Kei-- dia baik-baik aja?"

Bara tertawa. Benar-benar tertawa.

"Masih punya nyali buat nanya setelah apa yang lo lakuin?"

Christ menelan ludahnya kasar. Tenggorokannya terasa sangat kering.

"Maafin gue, Bar. Gue gak berniat begitu?"

Bara menatapnya tajam. Mengulitinya dengan pandangan.

"Gak berniat yang mana? Deketin? Ciuman? Atau nidurin dia?"

Christ menggeleng. "Sorry, Bara. I'm Sorry. Really,"

Bara mendengus.

"Lo kenapa sih? Gue tahu lo yang paling waras gak dan selalu main aman, tapi kenapa sekarang lo punya tunangan?"

Christ hanya menggeleng.

"Dan kenapa harus Keira?"

Christ tersentak. Menjawab lirih. "Karna gue cinta sama dia,"

Bara menganga. Tak percaya atas jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya.

"Lo beneran bangsat! Lo punya Jessica goblok!"

Christ mengangguk. "Dia yang gue cari,"

Bara menggeleng tak percaya. "Karna dia gak bisa lo kendaliin? Karna dia bikin lo ngerasa hidup?"

Christ kembali mengangguk. "Karena dia Falisha Keira,"

Bara menatapnya tak percaya. "Apa?"

Christ terdiam. Menahan air mata yang mulai menggenang. "Namanya Falisha Keira kan? Falisha yang gue cari. Seumur hidup,"

Bara menggeleng. "Enggak mungkin,"

Christopher menatap putus asa kearah Bara. "Sejak pertama kali lo ngenalin dia ke gue, gue tahu kalo dia orang yang gue cari. Dia hidup gue,"

Bara terdiam. Membiarkan Christ yang mulai terisak ditempatnya. Mengeluarkan semua emosi yang tak pernah ia salurkan belasan tahun ini.

Bara ingat dulu ketika mereka masih SMA, Christ bercerita bahwa ia bertemu seorang gadis yang menarik perhatiannya. Seorang gadis yang bahkan ia tak tahu namanya siapa. Christ selalu kabur dimalam hari untuk membuntuti gadis itu. Gadis yang ternyata masih berseragam putih-biru.

Bara menegang. "Lo yang minta bokap lo buat ngomong ke bokap gue bikin charity di panti asuhan itu. Karna lo tahu ada Keira disana?"

Christ mengangguk.

"Lo tahu kalo gadis yang selama ini lo buntutin itu adalah Keira? Yang bertahun-tahun tinggal sama gue?"

Christ meringis. Menyusut air matanya. "Gue gak bisa menolak keberadaan Jessica ketika dia dateng. Lo tahu gimana hubungan keluarga kita,"

Bara membuang napas kasar. Ini benar-benar tidak terpikirkan olehnya.

"Lo sengaja. Lo sengaja minta Keira yang desain Maxi dilantai dua karna lo tahu dia gak bakal nolak permintaan gue,"

Christ meringis. "Gue mulai takut. Takut lo atau Jun bahkan staff lo suka sama dia. Ngeliat dia nurut banget sama lo berdua, gue ngerasa enggak nyaman. Gue gak mau,"

"Dan lo menjebak dia buat jatuh cinta sama lo?"

Christ menggeleng. "Gue yang lagi-lagi dibuat jatuh cinta. Semua yang gue lakuin murni karna gue sayang sama dia,"

Bara tidak tahu lagi harus menanggapinya seperti apa. Ia tak tahu apakah kenyataan ini akan bisa diterima oleh Keira.

"Tapi gue gak tahu kalo dia punya trauma, Bar. Gue pikir dia cuman kurang beruntung dari keluarga enggak beruntung. Andai dari awal gue tahu keadaannya--"

Bara menggeleng. "Udah terlambat. Kita udah sampai disini sekarang,"

Christ paham maksud Bara. Paham sekali.

Kesempatannya sudah hilang.

Falisha-nya juga sudah benar-benar berlari.

---

Aduh aku gak tega sama Christ:(

Regards,

--aku

Menghitung Petang (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang