16. || Gaskeun

85.9K 7K 134
                                    


Hari minggu ini Kesya bangun lebih awal dari pada biasanya. Di bantu oleh Santi, ia tengah memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam koper.

"Jangan kebanyakan ah mi, lagian Kesya di sana cuma sebentar kan?" Kesya menghentikan aktivitasnya lalu menyenderkan badannya ke kepala ranjang.

"Kalo mami boleh ngomong sih sebenernya mami lebih setuju kalo kamu tetap tinggal di sini. Tapi mau gimana lagi, keluarga mereka juga sedang butuh kamu sayang," ucap Santi menutup koper setelah barang-barang itu sudah masuk semua.

"Tapi Kesya nggak mau tinggal sama pak Darel mii," rengek Kesya memanyunkan bibir.

"Kamu bisa pulang kapan aja, pintu di rumah bakal terbuka lebar kok." Tersenyum, Santi mencoba menenangkan Kesya.

Kesya mendengus, mencoba memahami tentang keadaannya sekarang. Entah mengapa keluarga Reno menyuruhnya untuk segera pindah. Padahal kan secara logika, pernikahan Kesya dan Darel hanya sebatas menyelamatkan harga diri keluarga masing-masing. Kenapa malah jadi se ruwet ini?

"Mami paham kamu belum siap dengan semua ini, begitu juga dengan mami nak. Mami nggak minta kamu sama Jov tinggal satu kamar kok yang penting kalian satu rumah untuk sementara."

"Apa alasannya sih mi? Lagian apa bedanya coba? ah-" Kesya mengacak rambutnya frustrasi. Ia langsung berdiri. Menyeret kopernya keluar kamar menuju ruang keluarga.

Disana sudah ada Fahmi dan Darel yang tengah berbincang seperti biasa. Kesya juga heran, entah mengapa  papinya itu bisa akrab sekali dengan Darel. Rasanya seperti dora dan boots yang tak dapat dipisahkan.

Menyeret koper dengan malas, Kesya  langsung berjalan menghampiri Fahmi. Menyalami tangan papinya itu  dengan sopan.

"Kesya pergi pi," ucapnya berusaha baik-baik saja, tapi matanya terus menahan agar pertahanannya tidak runtuh.

"Hati-hati nak, Jov pasti akan jagain kamu dengan baik." Fahmi mengelus punggung Kesya. Sementara Santi yang mengikuti Kesya dari belakang langsung memalingkan wajah dan menyembunyikan air mata yang jatuh sendiri.

Kesya beralih menyalami sang mami. Santi yang sudah benar-benar tidak tahan akhirnya memeluk anaknya itu dengan erat.

"Jaga diri baik-baik sayang."

"Mami juga jaga diri baik-baik , jangan lupa mi anak mami bukan Kesya aja, tapi ada kak Airin juga." Kesya menahan sesenggukan saat menyebut nama Airin.

Tak ada jawaban apapun, tangisan Santi malah semakin pecah.

Darel yang melihat itu nampaknya agak sedikit canggung. Ia langsung menyeret koper Kesya dan keluar terlebih dahulu.

Tak lama kemudian, Kesya juga dituntun oleh Santi menuju mobil Darel yang terparkir di garasi. Keduanya masih sama-sama menahan sesenggukan.

Darel yang baru selesai memasukkan koper Kesya ke dalam bagasi langsung berjalan mendekati Fahmi dan Santi. Menyalami mereka secara bergantian.

"Jaga Kesya baik-baik." Fahmi mengatakan itu dengan tulus.

"Baik om."

"Sekarang jangan pangan panggil om dong, panggil Papi aja. Kan kamu sudah jadi anak saya juga."

Darel mengangguk. "Baik pi," jawabnya sedikit ragu.

Setelah acara pamitan selesai, pengantin baru itu langsung masuk ke dalam mobil. Dengan sangat terpaksa, Kesya duduk di jok depan bersebelahan dengan suami killernya.

Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Darel sibuk dengan kemudinya, sementara Kesya sibuk dengan ponselnya.

Sebenarnya sih Kesya tidak sibuk-sibuk sekali, hanya saja ia menyibukan diri dari pada harus  menatap bayangan suram.

Oh My Killer Teacher (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang