eps 10

7 2 0
                                    

"Faya... Aa mohon kamu pulang". Tak henti-hentinya Hafidz mengigau memohon Faya untuk pulang. Faya mengusap lembut puncak kepala Hafidz.

" Iya a, Faya gak kemana-mana ". Faya kembali menangis sedih. Ternyata kepergian nya berdampak buruk seperti ini.
Tak lama, Hafidz terbangun dari tidurnya karena merasakan ada setetes air mata terjatuh di punggung tanganya yang kekar.

" Aa udah bangun? Maafin Faya ya a. Keganggu ". Hafidz menggeleng.

" Kamu nangis? ". Hafidz meraih pipi Faya ingin menghapus air matanya. Faya mendekatkan wajahnya agar tangan Hafidz sampai untuk menghampus air matanya.

" A makan ya? ". Hafidz tersenyum kemudian mengangguk. Faya membantu Hafidz untuk terduduk. Lalu menyuapi nya sedikit demi sedikit.

Apa aku siap ya untuk ninggalin a Hafidz dengan keadaan yang memburuk karena kepergian aku kemarin.

******

"Aa harus makan yang banyak biar cepet sembuh dan biar badan aa gak kurus begini". Hafidz menggeleng.

" Gimana aa mau makan kamunya gak ada". Kini sebaliknya, bergantian Hafidz meraih sendok itu dan menyuapkan nya kepada Faya. Gadis itu semula menolaknya tetapi Hafidz memaksa dan akhirnya gadis itu menurut.

Untuk pertama kalinya a, aa bersikap seperti ini. Bikin Faya jadi ragu untuk berpisah sama aa.

******

"Kamu belum berangkat ke kobong? ". Zaqin.

" Iya a, ibu aku lagi sakit ".

" Aa boleh gak main ke rumah kamu?".
"Jangan deh a, Vivi malu sama tetangga". Sejak dulu Zaqin ingin sekali berkunjung ke rumah sang kekasih. Tapi Vivi selalu menolak. Bukan tak mau menerima, tetapi ia malu pada tetangga jika ada melihat nya. Takut menjadi bahan buah bibir.

" A,,, gak marah kan? Aku harap aa mau ngerti".

"Tapi mau sampai kapan gini terus? Kan orang tua kamu juga udah kenal aa. Ya jadi mau ngapain lagi di khawatirkan? Soal tetangga, gak usah pikirkan mereka, karena ini hubungan kita, bukan hubungan mereka". Apa yang Zaqin ucapkan memang benar. Keluarga nya sudah mengenalnya, dan untuk apa ia memikirkan tetangga? Toh mereka pun mengalami hal yang sama.

" Yaudah deh, besok malam aku coba minta izin sama ibu juga ayah, kalau aa mau main kesini ". Terukir sebuah senyuman di bibir Zaqin saat mendengar perucapan Vivi.

******

Hingga detik ini panas Hafidz belum juga turun. Selepas sholat maghrib, Faya memesan grab mobil untuk membawa Hafidz ke rumah sakit.

"Nggak saya gak mau kemana-mana, saya cuma mau kamu disini". Tolaknya.

"Iya a, Faya disini. Tapi aa juga harus berobat. Biar dapet perawatan lebih". Hafidz tetap menggeleng. Faya tak mendengar ucapan nya yang menolak, ia tetap membawa sang suami menuju grab yang sudah menunggu. Bagaimana pun juga ini demi kesembuhan dirinya.

*******

"Gimana dok? ".

"Gak apa-apa cuma demam aja dan karena kurang makan juga ya jadinya magh nya kambuh jadi harus di rawat dulu mungkin setelah habis 2 botol infusan sudah boleh pulang". Faya memikirkan perkataan dokter. Hafidz kurang makan. Apa semua ini karena dirinya? Sebelumnya pun Hafidz biasa saja. Bahkan terkadang ia lebih memilih membeli di luaran. Atau jarang sekali memakan masakan Faya karena sudah makan bersama Farhah.

"Faya kamu disini aja. Jangan kemana-mana". Sejak tadi kepala Faya terasa sangat pusing. Ia menahannya sebisa mungkin agar tidak terlihat Hafidz.

Kayanya ini effek tadi sore aku kehujanan.

Pernikahan Impian Yang Tak Di HarapkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang