eps 7

9 1 0
                                    

Potho Farhah terjatuh kembali, Faya baru akan mengambil nya tapi ternyata dan tanpa disadari Faya, jika Hafidz sudah selesai mandi lalu langsung menyergap potho itu.

"Maaf a. Faya gak sengaja". Walaupun Hafidz selalu menyakiti dengan sikap nya yang menolak kehadirannya, tetapi Faya selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk Hafidz dan tidak ingin pria putra dari pun guru itu marah kepadanya.

"Udah kamu keluar aja. Biar saya yang lanjutin".

"Tapi a...".

"Keluar". Dinginnya.

*******

Lagi-lagi Faya menangis karena sikap Hafidz yang belum menghangat padanya.

"Sampe kapan aku gini terus. Aku gak kuat lagi". Seluruh isi hatinya tumpah melalui air mata yang ia pecahkan hari itu. Faya berharap ini semua segera berakhir dan berganti dengan kebahagiaan. Tetapi akan kah itu terjadi? Sedang di hati Hafidz hanya ada Farhah, Farhah dan Farhah. Tidak ada sedikitpun celah untuk dirinya  kapan Hafidz akan membuka hati nya untuk Faya dan mengakui ia sebagai istrinya?. Atau mungkin tak akan sama sekali.

******

"Faya". Panggil Hafidz dari luar. Faya menggeliat di atas kasurnya. Dengan nyawa yang belum terkumpul. Faya menghampiri pintu lalu membuka nya.
Hafidz terheran  melihat mata Faya yang bengkak. Tapi ia tidak ingin bertanya sama sekali.

"Iya a".

"Ini ada undangan dari kang asep. Dan katanya kamu dan saya harus hadir. Jadi siap-siap nanti sore sehabis ashar kita berangkat". Faya mengangguk faham. Setelahnya Hafidz langsung pergi kembali ke kamarnya.

*******

Faya menghampiri Hafidz yang sudah menunggu di pekarangan rumah dengan motornya.
Saat mengalihkan pandangannya pada Faya, Hafidz sungguh merasa pangling melihat Faya yang tampil beda. Cukup dengan mengenakan dress brukat panjang berwarna dusty pink serta hijab pashmina nya yang terdapat manik-manik di bagian bandu atau biasa di sebut payet. membuatnya sangat cantik mempesona. Tapi Hafidz tidak ingin menimbulkan kekagumannya. Karena baginya tetap yang ada dalam hatinya adalah Farhah.

"Ayo".

Selama di perjalanan tak ada percakapan antar keduanya. Sama-sama sibuk dengan bayangan masing-masing. Hafidz sempat menambah kecepatan motornya tetapi Faya hampir saja terpengkal kebelakang dan Hafidz menyadari itu. Segera ia meraih tangan kanannya lalu menaruhnya di pinggang Hafidz.

Aku serasa di Ambang ambang kalau kaya gini. Tiap hari sikap Hafidz atau perkataan nya buat aku sakit. Tapi sesekali dia bertingkah yang mungkin bagi dia hal biasa tapi buat aku itu menyenangkan bahkan menghangatkan. Sudah pasti ini hal biasa yang a Hafidz lakukan bersama Farhah. Kaya naik motor atau lainnya.
*******

"Hey apa kabar? ". Sapa teman Faya yang juga pernah mondok di pondok pesantren milik Zainab, Ibu Hafidz .

"Kamu udah nikah? ". Faya tersenyum. Ya, hanya setatus saja menikah juga. Tetapi tidak dengan dunia nyatanya.

"Maaf ya aku waktu itu gak dateng". Faya tersenyum memaklumi. "Kok kamu bisa nikah sama aa yang jutek ini? ". Sejak tadi Faya tidak menjawab hanya dengan tersenyum saja.

"Hey mana anak kalian? ". Tanya Faiz pada Hafidz. Hafidz tersenyum.

"Do'anya aja". Faya salut pada Hafidz. Memasang wajah yang biasa-biasa saja. Seolah-olah sedang menunggu kehadiran janin. Padahal jangankan menunggu janin, menyentuh nya pun tidak pernah.

"Kita aja udah mau 2 lagi". Faiz menunjukkan seorang anak kecil yang di gendongnya juga perut besar Farah. Hafidz hanya tersenyum.

" Semoga kalian cepat menyusul punya momongan ya? ".

Pernikahan Impian Yang Tak Di HarapkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang