PROLOG

170 39 5
                                    

"Selamat datang di Polgarra, kota idaman yang menyenangkan. Penuh dengan hiburan yang melambungkan perasaan anda ke langit serta hunian sejuk yang dikelilingi pegunungan..."

Dulu, ia percaya Polgarra benar-benar seperti yang dikatakan oleh wanita cantik di promosi pariwisata itu. Pertama kalinya menjejakkan kaki ke kota ini, ia melihat kota yang penuh dengan gemerlap, suara orang bersorak-sorai dan orang-orang ramah yang tinggal dengan nyaman di perumahan elit dengan pemandangan pegunungan hijau.

Itu sebelum ia diserang kenyataan.

"Sungguh iklan yang menarik..." sebuah suara datang dari samping kirinya dan ketika ia menoleh seorang pria muda dengan badan langsing dan terlihat perlente sedang mendaratkan tubuh di kursi sebelahnya. Sedetik kemudian, pria itu memandangnya dan tersenyum ramah.

"Tempat pertemuan yang cukup mengejutkan. Bioskop. Yang kebetulan sedang memasang iklan propaganda kota ini. Bukankah biasanya kalian mengadakan pertemuan di restoran keluarga?" tanyanya dengan dengusan sinis.

Kemudian, kesunyian melingkupi mereka meski celotehan wanita yang mempromosikan kota Polgarra masih terdengar, masih dengan suara lembut yang mendayu-dayu, membuatnya terdengar seperti suara yang terlalu dibuat-buat. Ia melihat sekeliling ke bangku-bangku kosong berwarna merah delima yang tidak terisi satu orang-pun. Matanya bertemu pandang dengan pengawalnya yang berdiri di pintu masuk, yang kemudian mengangguk dan meninggalkan theater bioskop itu. Meyakini tidak ada orang lain selain mereka berdua, ia berdeham.

"Jadi, apakah kau utusan dari..."

"Merchants of Death?" tanya pria berambut merah itu, raut wajahnya benar-benar terlihat ramah untuk seseorang yang sering berurusan dengan kematian. Pria itu lalu mengangguk, "Apakah anda mempertanyakan keberadaan saya di sini?"

"Aah, itu..."

"Anda adalah orang yang cukup penting di pemerintahan kota Polgarra. Tidak mungkin saya memerintahkan kolega saya yang berperawakan kusam untuk menemui anda di restoran keluarga yang penuh dengan tumpahan susu kocok," jelasnya, wajahnya tampak menarik ketika disorot oleh cahaya layar bioskop. Lagi-lagi ia tersenyum.

Senyuman yang terlihat bersahabat, tapi mengintimidasi, bahkan membuat bulu kuduknya meremang.

Dengan penjelasan itu, kepercayaannya tumbuh, kepalanya terangguk-angguk. "Jadi, bisa kita membicarakan bisnis sekarang?"

"Tentu," jawabnya dengan mengaitkan jari-jemarinya di depan dada.

Ia berdeham, memperbaiki posisi duduknya, "Langsung saja. Intel kami mendengar ada gerakan bawah tanah di kota ini yang bertujuan menjatuhkan pemerintah kota karena ketidaksukaan mereka akan kebijakan-kebijakan yang diambil dewasa ini, terutama karena kebijakan itu terlalu berpihak ke Pusat."

"Aneh. Bukankah mestinya kebanyakan penduduk Polgarra memberi dukungan untuk Pusat? Selama ini Polgarra menjadi penyumbang terbesar pemasukan ke Pusat dan oleh karena itulah Polgarra menjadi kota dengan anggaran belanja terbesar sehingga hanya 8% penduduk Polgarra yang masih berada dalam kemiskinan? Tingkat kepuasan penduduk Polgarra terhadap pemerintah kota yang sekarang juga cukup tinggi."

"Kau mengerjakan pekerjaan rumahmu, nak," kekehnya. Ia melanjutkan, "Jadi, kau tentunya bisa menarik kesimpulan bahwa para anggota gerakan bawah tanah itu adalah orang yang berada di cakupan 8% tersebut." Ia menyandarkan diri dan menyatukan jari-jarinya di depan dada, "Memang tampaknya 8% tidak signifikan, tetapi tetap saja merupakan risiko. Penduduk Polgarra senang keadaan yang damai dan pemerintah kota lebih suka memitigasi risiko bahkan sebelum risiko itu muncul."

Pria perlente itu menyentuh rambut merahnya yang klimis, lalu kembali menyunggingkan senyuman, Dengan kecerdasannya tentu ia bisa menyimpulkan keinginan kliennya kali ini. "Jadi, permintaan anda kepada kami adalah untuk menghentikan gerakan bawah tanah itu? Maaf, tetapi saya rasa..."

"Kalian hanya perlu membunuh pemimpin dari gerakan bawah tanah itu," potongnya cepat-cepat sebelum si pria perlente mengasumsikan kemungkinan lain. "Tikus-tikus miskin seperti mereka hanya bisa bergerak jika ada seorang pencetus dan ialah yang harus dibasmi. Potong kepalanya untuk memberikan efek jera kepada tikus-tikus yang mengikutinya. Saya percaya Merchants of Death menyediakan jasa seperti itu, kan?" tanyanya, bibirnya membentuk seringaian.

Terdiam sejenak sebelum pria perlente itu mengangguk singkat, "Jadi, apakah anda sudah tahu siapa pemimpin gerakan bawah tanah itu?"

Mendengar pertanyaan itu,ia terkekeh, "Belum. Tapi, cepat atau lambat saya yakin ia akan keluar dengan sendirinya dan ketika ia menampakkan batang hidungnya, saya mengharapkan kalian memberikannya kematian yang menyakitkan..."









-------------------------------------------------------------------------------------

Hi!

Bertemu lagi dengan saya di cerita baru berjudul "City Square", genre-nya  political thriller & (mungkin) romance. Ceritanya berat, nulisnya juga, makanya saya belum tulis ini sampai tamat. Jadi, jangan harapkan update cepat. Namun, saya sangat berterima kasih jika teman-teman sekalian bersedia menunggu.

Salam, FeKimi

City Square (M.O.D #3)Where stories live. Discover now