Kejutan Pagi Hari

30K 1.7K 16
                                    

Padahal hari itu adalah hari minggu, Arya benar-benar butuh tidur setelah tiga hari melalui perjalanan bisnis yang melelahkan. Tapi penjaga di rumahnya membuat keributan dan meminta pelayan untuk membangunkannya karena terdapat sesuatu yang penting.

Padahal saat ini hal penting adalah tidur baginya.

Dengan malas Arya memakai jubah tidurnya, berjalan dengan lunglai keluar dari tempat hibernasinya. Arya kemudian menjentikan jarinya pada pelayan rumah tersebut. Seperti cenayang, sang pelayan rumah sudah faham arti dari jentikan jari di pagi hari. Kopi.

Arya berjalan ke  ruangan tempat dimana ia menerima tamu. Sebetulnya sangat jarang ia menerima tamu, apalagi di hari minggu. Dan oh menyebalkan sekali, siapa pula yang bertamu di hari minggu.

Matanya menatap aneh ketika mendapati salah satu penjaga tengah berdiri di sebelah kursi yang diduduki oleh seorang anak kecil. Dahinya mengernyit.

"Ada apa?" Arya bertanya dengan masih berdiri.

"Tuan, anak ini—" Penjaga yang biasa disebut dengan pak Halim itu tidak dapat menyelesaikan kalimatnya.

Arya benar-benar ingin marah saat itu juga, berani-beraninya ia dibangunkan untuk hal yang tidak jelas ini. Arya menatap pak Halim dengan tajam.

"Begini Tuan, saya menemukan anak ini" Sungguh pak Halim tidak tahu bagaimana memilih diksi yang tepat untuk menyampaikan apa yang ada dipikirannya.

"Lalu apa hubungannnya denganku? Dia anak hilang? Kau lapor polisi saja, begitu saja tidak paham" Ujar Arya yang hendak beranjak dari sana.

"Tapi Tuan, masalahnya anak ini—" Lidah pak Halim benar-benar tak bisa diajak kompromi.

Arya menolehkan badannya, ia menatap anak kecil tersebut. Dia memakai sepatu pantofel lusuh, baju kuning yang warnanya sudah akan pudar, celana denim selutut, tas ransel bertengger dipunggungnya dan juga boneka beruang yang sedari tadi ia peluk. Matanya bulat mengerjap-ngerjap memandang Arya. Mulutnya yang kecil perlahan membuka,

"Om ini Aryanendra Declan, ya?" Tanya anak kecil itu, sambil memiringkan kepalanya. 

Dahi Arya mengerut ketika nama lengkapnya disebutkan.

"Siapa namamu?" Tanpa mengiyakan, Arya bertanya balik pada anak kecil itu.

"Aku Raka. Umurku empat tahun!" Si anak mengacungkan lima jarinya, keliru. Matanya begitu berbinar, padahal hanya ditanya nama saja.

"Aku tidak tahu siapa anak ini, laporkan saja pada polisi" Ujarnya kembali membalikan badan untuk segera beranjak dari sana. Namun teriakan anak tadi berhasil menghentikannya.

"Om!" Anak itu menuruni kursinya terburu-buru, berlari kecil menghampiri Arya yang sudah menoleh padanya menunduk karna si kecil hanya setinggi diatas lututnya.

"Om itu Aryanendra Declan bukan?" Lagi-lagi si kecil bertanya membuat Arya benar-benar bingung darimana anak tersebut mengetahui namanya.

"Kalau iya kenapa?"

Anak itu melonjak girang yang lantas langsung memeluk kaki Arya. "Papa!"

Sontak Arya berjenggit terkejut.

"Hei! Apa-apaan kau?!" Arya mendorong anak itu agar terlepas dari kakinya. Entah bagaimana pegangan anak itu begitu kuat, ia tidak goyah.

"Kubilang lepaskan!" Arya terus berusaha untuk membuat anak itu berhenti memeluk kakinya. Sampai pelukan itu terlepas dan si anak jatuh terduduk.

Matanya kini mulai berair, seketika anak itu menjerit menangis mungkin pantatnya sakit karena terjatuh.

"HUAAAAA!! PAPA!! PAPA!!"

Arya mengurut dahinya, hari minggunya seperti bencana. Tidurnya terganggu dan sekarang seorang anak kecil menangis dengan memanggilnya Papa.

Kalau bisa ia ingin menendang anak itu keluar dari sana.

Pak Halim yang sudah berpengalaman dalam merawat anak, dengan cepat merangkul anak itu mengusap-ngucap punggungnya.

"Tuan, dia hanya anak kecil. Bukankah tuan terlalu kasar? Sebaiknya Tuan mendengarkannya terlebih dahulu"

Arya hanya berdecak, meski dalam batinnya ia membenarkan apa yang dikatakan Pak Halim. Mungkin karena kurang tidur ia membuat emosinya tidak dapat dikontrol.

Anak itu masih sesegukan, dan perlahan-lahan matanya terasa begitu berat lalu kemudian tertidur di pangkuan Pak Halim. Mungkin karena lelah, karena beberapa jam sebelumya anak itu berdiri lama di depan gerbang pintu dengan perut yang lapar dan kehausan.

Arya memerintahkan pekerjanya itu untuk menidurkan anak tersebut di sofa ruang tengah.

...

Tbc

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang