Spekulasi

14.4K 1.3K 3
                                    

...

Dimas tengah menahan tawa, matanya sampai berair. Tangannya benar-benar membekap mulutnya sendiri karena Bosnya tengah memberikan tatapan membunuh padanya.

"HAHAHAHAHAHAHAHA"

Tawa Dimas pun lepas, ia sudah tidak mampu untuk menahannya lagi. Biarlah dia dibunuh oleh bosnya, dari pada harus mati karena menahan tawa.

"Tidak ada yang lucu Dimas" Ujar Arya mendelik. Ia kembali mendudukan dirinya singgasananya. Kursi direktur.

"Ini adalah sebuah keajaiban! Aku harus menghubungi media tentang ini. Ini akan menjadi berita paling viral. ARYANENDRA DECLAN MENCEBOKI PUTERA SEMATA WAYANGNYA" Seru Dimas berapi-api, tak pernah ia tertawa senikmat ini, dan itu adalah karena bosnya yang dikenal arogan dan juga galak. Dan hanya Dimas yang bisa mengejeknya terang-terangan.

Dimas membayangkan berita tersebut akan banyak dibaca oleh para warganet. Siapa sangka pengusaha sukses yang jenius dan dingin tiba-tiba saja memiliki anak. Dimas yakin Headline yang ia buat tadi akan memancing para warganet untuk mengkliknya.

Seperti artikel-artikel yang berseliweran di internet saat ini. Penuh dengan kegagalan fokus dan banyak membahas hal yang sebenarnya tidak perlu untuk di bahas. Bahkan Dimas pernah mendapati sebuah artikel dengan judul yang tidak ada kaitannya dengan isi artikel.

"Diamlah, kau merusak suasana hatiku"

Dimas berdeham, kembali pada mode sekretarisnya.

"Tapi Pak, saya begitu bahagia mendapati anda mampu untuk menceboki anak bapak"

Tentunya tidak ada yang tidak bisa Aryanendra lalukan. Sebenarnya malam tadi, ia berniat meminta tolong pada Pak Halim, Yanto atau pembantunya. Namun, segera ia urungkan. Ia harus menanganinya sendiri.

Berbekal dua buah masker dan juga sarung tangan lateks, Arya memberikan obat tersebut pada Raka dan menunggunya buang air besar. Kemudian Arya membersihkan Raka sambil berceramah dan mencontohkan agar Raka mampu membersihkan diri seusai buang air.

Sebenarnya Arya cukup bangga dengan kemampuannya.

"Ada yang tidak beres" Gumam Arya yang kemudian terdengar oleh Dimas.

"Apa yang tidak beres Pak? Mengenai proses menceboki anak bapak?"

Arya mendelik tak suka. Sekretarisnya masih saja menggodanya.

Dimas menyengir paham ia kemudian meminta maaf dan mempersilahkan agar Arya melanjutkan kalimatnya.

"Anak itu tiba-tiba saja menangis histeris ketika aku menanyakan siapa nama ibunya"

Mata Dimas membesar, ia menantikan keterangan lebih lanjut dari Arya.

"Dia berteriak 'tidak mau mama' berkali-kali sambil menyembunyikan wajahnya. Dan setelah menangani masalah sembelit anak itu, dokter memberitahukanku kalau di tubuh anak itu terdapat bekas luka bakar seperti sundutan rokok dan juga memar yang sudah lama"

Malam itu setelah Raka tertidur, Arya menyingkap kaos besar anaknya untuk memeriksa apa yang dikatakan dokter. Ia menemukan beberapa luka bakar kecil itu di perut, dada, punggung dan di bawah ketiak. Kemudian terdapat bekas memar berwarna ungu yang sudah memudar di sekitar tulang rusuk Raka.

"Mungkinkah dia?"

"Aku tidak tahu, ini hanya spekulasiku saja. Cari keterangan tentang anak itu, aku perlu mencari ibunya"

Dimas pun mengangguk patuh.

...

Tbc

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang