Ingin Sekolah

14K 1.2K 6
                                    

...

Pagi-pagi Arya sudah dipusingkan dengan Raka yang merajuk. Tidak mau sarapan dan hanya berdiam diri saja di kasur. Arya ingin marah saat itu juga ia sudah memelototkan bola matanya, namun dirinya tak kuasa ketika melihat mata anaknya yang mengerjap-ngerjap lucu.

"Please...." Entah dari mana Raka mendapatkan kosa kata baru itu. Raka memohon pada Papanya untuk bersekolah.

Diawali dari obrolan Kakeknya yang bertanya tentang sekolah. Raka yang tidak tahu apa itu kemudian banyak bertanya pada Adiyaksa. Adiyaksa lantas menjelaskan kalau di sekolah Raka bisa bertemu dengan teman-teman kemudian bisa bermain perosotan dan jungkat-jungkit.

Raka benar-benar penasaran dengan yang namanya perosotan. Kata Kakeknya Raka akan merasakan sensasi seperti terbang, jantungnya akan berdenyut gembira.

Yang membuat Arya pusing adalah Raka meminta ingin sekolah pada hari itu juga. Arya bahkan belum terpikir untuk menyekolahkan anaknya. tentunya jika Raka akan sekolah Arya perlu mencari sekolahnya terlebih dahulu, mengetahui kurikulum dan fasilitas apa saja yang ditawarkan, bahkan Raka belum memiliki identitas yang benar. Raka memerlukan akta kelahiran, namun sampai saat ini Arya belum menemukan siapa ibu dari Raka.

"Papa, Raka ingin sekolaaaah"

"Oke tapi tidak sekarang Raka"

"Kenapa? kata kakek Raka tinggal bilang papa saja, lalu kemudian Raka bisa langsung sekolah"

Arya mengumpati Ayahnya dalam hati, ia tak akan membiarkan anaknya di doktrin oleh kakeknya. Arya perlahan duduk di tempat tidur, meraih Raka dan memangkunya.

"Memang Raka mau apa kalau sekolah?" Arya memutar tubuh Raka menghadapnya.

"Mau tahu yang namanya perosotan itu seperti apa Pa, kata Kakek nanti seperti terbang!" Ujar Raka antusias. Alasan Raka membuat Arya ingin mengumpati lagi si tua bangka itu.

Arya berpikir bagaimana caranya ia memberi pemahaman tentang sekolah untuk Raka yang sudah memiliki persepsi sendiri.

"Sekolah itu tidak hanya ada perosotan, tapi Raka harus belajar. Membawa pensil dan buku tulis untuk belajar. Memang Raka mau belajar?" Tanya Arya

"Mau! Kan Raka cita-citanya mau jadi dokter"

Arya mengerutkan kembali keningnya.

"Jadi dokter?"

"Iya. Kalau dulu pas Raka masih kecil, Raka maunya jadi tentara. Tapi takut tembak-tembak."

HALO? LALU ANDA SEKARANG SUDAH BAPAK-BAPAK?

Arya mendengus, bagaimana bisa Raka menceritakan cita-cita pada saat dirinya masih kecil, bahkan saat ini pun Raka masih kecil. Mungkin cita-cita pada saat di dalam perut ibunya.

"Oh jadi Raka sudah besar?"

Raka mengangguk. "Iya Raka sudah besar! Raka bisa makan sendiri, waktu di rumah Kakek juga Raka tidak mau disuapi nenek. Raka makan sendiri"

Arya berdehem menyiapkan argumennya.

"Kalau sudah besar itu harusnya bisa sabar"

"Sabar itu apa?"

"Kalau Raka mau sesuatu mau menunggu"

Raka memiringkan kepalanya ia tidak paham. Sorot matanya meminta Arya untuk menjelaskan.

"Raka kan tadi mau sekolah benar?"

Raka mengangguk antusias.

"Raka mau sekolah, tapi Papa belum cari tahu sekolahnya yang bagus untuk Raka seperti apa. Papa butuh waktu cukup panjang untuk mencari tahu. Kalau Raka mau menunggu, itu artinya Raka bersikap sabar"

Raka melongo, ia mencoba mencerna perkataan Papanya.

"Jadi kalau Raka tunggu Papa cari sekolah, Raka sabar? Sabar itu baik?"

Arya mengangguk.

"Benar, sabar itu baik. Kalau Raka bisa sabar, Raka anak baik"

"Raka mau jadi anak sabar!"

Arya menepuk-nepuk ubun-ubun putranya. Akhirnya dia lega karena Raka yang mau menuruti keinginannya.

"Kalau jadi anak sabar, berarti anak baik. Berarti kalau anak baik dikasih hadiah dong! Ya kan Pa?"

Arya menepuk jidatnya, bisa-bisanya Raka menyimpulkan seperti itu. Arya seperti sedang bernegosiasi dengan pemeras.

"Baiklah-baiklah nanti Papa berikan hadiah. Sekarang Raka harus sarapan, karena nanti Kakek datang menjemput. Papa harus berkerja"

"Hmm!" Raka mengangguk antusias, kemudian membawa kaki kecilnya menuruni tempat tidur dan berlari meninggalkan kamar untuk pergi ke ruang makan. Arya berakhir dengan menggelengkan kepalanya. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, bagaimana dia berakhir hidup dengan buntalan imut itu.

...

Tbc

PAPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang