Perempuan di Toko Buku

20.7K 1.4K 15
                                    

Ustadz Ardi POV

"Waalaikumsalam Bi, aku berangkat sore ini."

"Take off jam berapa?"

"Jam lima sore Bi. Semoga ngak delay."

"Maafkan Abi dan Ibu ya Ar ngak bisa jemput kamu. Abi ada undangan ceramah di Cirebon. Besok Umi Halimah yang akan menjemputmu."

"Iya Abi, ngak apa apa. Doakan saja Ardi. Abi dan umi hati hati ya di perjalanan."

"Kamu juga Ar, hati-hati. Nanti kita bicara lagi sepulang Abi dari Cirebon. Assalamualaikum."

"Iya Bi.  Waalaikumsalam."

Sambungan telepon terputus. Aku memasukkan ponselku kembali ke dalam saku celana.

Aku berjalan menuju pintu imigrasi. Pesawat yang membawaku ke Indonesia akan take off sebentar lagi. Aaah, akhirnya aku pulaaaang, teriakku dalam hati.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya pesawat Turkish Airlines yang membawaku dari Kairo tiba pagi hari di bandara Soekarno Hatta Jakarta. Aku cek in dan mengurus segalanya, kemudian bergegas menuju ruang tunggu.

"Ardiii!" teriak seorang perempuan paruh baya yang berjalan tergesa ke arah tempatku duduk. Aku segera berdiri menghampiri dan memeluknya.

"Umi apa kabar?" tanyaku sambil meregangkan pelukanku.

"Alhamdulillah baik. Duh Umi kangen sekali." ujarnya sambil menggandeng tanganku.

"Ayo kita pulang, mumpung masih pagi dan jalanan juga belum macet." ajak adiknya Abi itu.

Aku menarik koper koperku dan mengikutinya berjalan ke parkiran, dimana Pak Wawan supirnya sudah menunggu kami.

Di dalam mobil aku dan Umi Halimah saling bercerita. Umi bercerita tentang perkembangan pesantren, para santri dan santriawati, juga kesehatan Abi dan Ibuku. Sementara aku bercerita tentang study Doktoralku di Kairo.

Tanpa terasa mobil sudah memasuki jalan menuju Pesantren. Rumah Abi dan Umi bersatu dengan lingkungan Pesantren. Sebenarnya aku dan almarhumah istriku memiliki rumah sendiri tidak jauh dari lingkungan Pesantren. Namun, semenjak kepergiannya empat tahun silam, rumah itu tidak pernah aku tempati.

Ah Fatma, aku mengeja namanya dalam hati.

"Ar, nanti Umi mau mampir dulu ya ke Mini Market As Salam," kata umi menyadarkanku dari lamunan. Aku menggangguk.

Tak lama, Pak Wawan menghentikan mobilnya di depan Mini Market As Salam. Umi bergegas turun, sementara aku menunggu di mobil.

Kulirik jam tangan di tanganku, sudah jam sepuluh lewat. Hampir tiga puluh menit aku menunggu umi.

"Pak Wawan, saya menunggu di toko buku ya,"ujarku pada supirnya Umi .

Pak Wawan hanya mengangguk sopan.

Aku memasuki toko buku yang masih terlihat sepi pengunjung. Ku melangkah menuju deretan buku Ekonomi dan Bisnis. Tanpa sengaja mataku menatap perempuan bergamis ungu dengan bross bunga di jilbabnya. Tampak anggun dengan jilbab lebar menutupi dada. Jujur, penampilannya mengingatkan aku pada almarhumah Fatma. Tanpa kusadari kakiku melangkah mendekati perempuan itu. Namun, langkahku terhenti. Tak seharusnya aku merapatkan jarak dengan seseorang yang belum kukenal. Allah takkan menyukainya. Segera aku melangkah mundur.

Dadaku bergetar saat kedua mata kami beradu. Astagfirullah, segera aku memalingkan wajah. Mengambil satu buku dan pura pura membacanya. Perempuan itu berjalan melintas di hadapanku. Ya Rabb, ampuni hamba yang tidak bisa menjaga pandangan ini, gumamku dalam hati.

Selesai mengambil beberapa buku, aku segera menuju kasir dan membayarnya. Di dekat pintu keluar, aku melihat umi bercakap cakap dengan perempuan bergamis ungu itu.

Kulihat umi menunjukku. Aku berjalan menghampiri mereka.

"Ardi, kemari nak,"panggil Umi Halimah. Aku mendekat.

"Hana, kenalkan ini Ustadz Ardi, anaknya Abi Anwar," ujar Umi.

" Ardi, ini Hana, guru Bahasa Inggris di pesantren," lanjut Umi Halimah.

Perempuan yang Umi panggil Hana itu mengangguk. Aku menangkupkan kedua tangan.

"Hana duluan ya Umi, mau mampir dulu ke Mini Market." pamit Hana seraya mencium kedua tangan Umi Halimah.

"Mari Ustadz, saya duluan," ujarnya padaku sambil tersenyum. Aku hanya mengangguk. Lidahku kelu, tak sanggup menjawab. Kulihat Hana memasuki Honda Jazz merah yang terpakir di samping Inova milik Umi. Semenjak kepergian Fatma, baru kali ini hatiku kembali bergetar.

"Ardi, kok malah bengong?" Umi Halimah menepuk bahuku. Aku tersentak kaget.

"Eh iya Umi, sudah selesai belanjanya?"tanyaku

Umi tersenyum menatapku, "Hana cantik ya Ar,"ujarnya. Aku hanya tersipu malu.

Pak Wawan memarkir mobilnya di parkiran sekolah Al Munawar. Kulihat Honda Jazz merah milik Hana sudah terparkir.

"Hana menjemput Ziva, putrinya. Kelas dua SD," kata Umi Halimah seolah membaca pikiranku. Aku menatap punggung Hana yang baru turun dari mobilnya.

Masih teringat senyumnya tadi di toko buku. Sederhana namun terasa istimewa.

Duhai Allah yang Maha Cinta, kalau memang berjodoh, izinkan aku bertemu dengannya lagi.


Duuuuh Ustadz.....hahahaha

Cinta pandangan pertama janda&duda kah ini?

Next Part besok yaaa, Author ngantuk nih...hehehehhe

RINDU UNTUK ISHANA  (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang