22. Cemburu?

798 73 14
                                    

Bismillah. Assaalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuuh🤗

⚠ Tetaplah Al-Quran bacaan yang utama

Jangan lupa vote, saran, komen dan share yaaa 😊

Selamat membaca jeng ajenggg💕

........

"Bahagia itu ada waktunya. Jika kau tidak bahagia, maka bukan sekarang waktunya."
(Nurhumaira)
.......


Kejadian terburuk di hidup Azzam adalah hari di mana dia melihat dengan mata kepala sendiri mama bunuh diri dengan pisau dapur di hadapan ayah. Setelah tragedi itu, Azzam sangat terpuruk, sehingga dia menjadi sangat tertutup dan terlihat menyedihkan. Bahkan terapi ke psikolog tidak bisa membantu banyak.

Hingga hari dia pulang dengan keadaan basah kuyup dan mengatakan telah punya alasan hidup. Saat itu hanya satu yang dikatakannya 'gadis hujan'. Dan hari-hari berikutnya, keadaanya perlahan pulih. Saat tiba-tiba dia meminta dibelikan buku tentang kedokteran, aku sangat terkejut tapi dia hanya mengatakan 'Aku akan mewujudkan mimpi gadis hujanku'.

Dan gadis hujannya, cintanya dari SMA, wanita yang akan di nikahkannya, itu adalah istriku? Istri abangnya sendiri? Bagaimana bisa aku sekejam itu padanya?

"BOS!"

"Bicara pelan-pelan bisa, 'kan? Saya tidak budeg." Aku menatap tajam Ridho.

"Saya dari tadi bicara pelan, Bos. Tapi anda tidak mendengarkan. Baiklah, saya ulangi. Jadwal hari in-" Aku mengatupkan tangan memintanya diam. Aku aneh melihatnya menghela nafas berat. Aku yang sedang pusing, tapi dia yang terlihat punya masalah.

"Maaf Bos. Sudah tiga hari anda datang hanya absen nama. Mau sampai kapan, Bos? Jadwal anda sudah menggunung." Sekarang aku yang menghela nafas.

Semenjak pembicaraanku dengan Azzam itu, sudah 3 hari aku hanya menghabiskan waktu di kantor untuk sekedar merenung. Saat itu aku sangat ingin mengatakan 'Iya' ke Azzam. Tapi, ada bagian dari diriku yang tidak terima dan mulutku juga tidak mau mengucapkannya. Sehingga jawabanku adalah "tidak bisa." Aku sekarang masih berfikir kenapa aku mengatakan itu? Bahkan setelah itu, aku sengaja menghindari Azzam. Karena merasa bersalah telah menyakiti Azzam. Pasti dia sangat terluka. Aku bingung, memangnya apa yang coba aku pertahankan?

"BOS."

"Astaga, RIDHO," geramku dengan melotot.

"Maaf, Bos. Jangan sering melamun, nanti kesambet."

"Jangan panggil saya, Bos."

Dia langsung berjalan ke sofa, meletakkan tabletnya ke meja, membuka lengan jas hingga siku lalu duduk sambil menyilangkan kaki. Bahkah kaki itu di atas meja.
Aku menggelengkan kepala. Dia memang begitu, karena kata tadi adalah kode untuk dia beralih profesi jadi teman curhatku. Kami sudah dekat sejak SMA.

"Kau sudah punya istri, tapi masih mencintai Viona?" Aku spontan memandangnya.

"Astagfirullah! Jangan bilang benar? Gila kau Arkan. Ck ck ck ck." Dia menggelengkan kepalanya.

"Bukan itu."
"O."

Setelah cukup lama, aku memandangnya. "Kenapa diam?"

"Ya mana aku tau. Aku tidak pernah belajar meramal." Aku mengangguk.

Ini aku harus cerita darimana, ya? Aku mau bilang apa? Masa iya aku katakan aku mau bicara 'iya' tapi mulutku mengucapkan 'tidak'. Nanti malah dia kira aku gila. Tapi aku memang gila atau apa? Kenapa aku jadi aneh begini?

Dia, Aku & Adik Ipar (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang