Happy reading
dipaksa mundur oleh logika tapi dipaksa maju oleh perasaan
-Hazela AbrahamSamudra maupun Bianca singgah di supermarket dekat rumah Bianca, semua itu karena ada barang yang ingin di beli oleh Bianca. Samudra sedari tadi sibuk melihat handphonenya, tak ada chat masuk dari Hazel. Biasanya Hazel akan chat dirinya dan mengumpati dirinya tapi kali ini berbeda.
"Sa, jangan sibuk sama handphone terus dong." Tegur Bianca dengan memasang wajah kesal.
"Maaf Bi."
"Huum, gak papa Sa."
"Kamu tau episode upin & ipin yang kain merah gak? Sumpah aku nangis karena episode itu atang! Hati mungil aku tersakiti!" Ujar seseorang yang membuat Samudra menyari sumber suara tersebut, suara itu sangat familiar untuknya, itu seperti suara Hazela.
"Tau gue tau, pas adegan si upin ngasih kain merahnya ke ipin beh mantap tuh adegan."
"Yakan! Disitu sad banget, kayak saudara kembarnya baik bener, ngejaga satu sama lain. Gak ada yang namanya iri dengki satu sama lain wkwkwkw, kak ros juga romantis sampai pergi nyariin wkwkwkw mau gue punya keluarga kayak gitu." Ujar Hazel dengan senyuman.
"Gak bersyukur amat punya keluarga yang sekarang Zel, ckckkck..."
"Bukan gak bersyukur sih Atang. Tapi punya bokap kayak dia dan saudara kayak mereka emang harus di syukurin ya?" Tanya Hazel.
"Bentar gue ngelag! Gue gak banyak tau tentang keluarga lo, bahkan gak tau! Rapor lo aja gue gak tau siapa yang ambilin, lo ada masalah sama keluarga lo?"
"Enggak wkwkwk." Balas Hazel dengan menyeruput mienya.
"Hazela." Panggil seseorang yang membuat Hazel menoleh dan menatap sosok lelaki itu.
"Udah jalannya? Udah beres ngedatenya?" Tanya Hazel saat melihat siapa yang memanggilnya.
"Zel! Please gak usah ungkit dia."
"Bagaimana bisa kita gak ungkit orang yang mau rusak hubungan kita? Idiot kamu?"
"Terus kamu jalan sama Nathan apa? Apa bedanya aku sama kamu?"
"Bedanya aku sama Atang cuman teman kamu sama Bianca bukan."
"Dia teman aku Zel."
"Teman bajingan!"
"Hazel!" Teriak Samudra.
"Jangan bentak Sa, aku gak suka. Aku udah cukup dengar bentakan ayah." Ujarnya dengan menatap mata Samudra dengan berkaca-kaca.
"Ayok pulang aku anterin, Nathan bawa Bianca pulang ya." Saut Samudra sembari menarik tangan Hazel untuk ikut dengannya.
"Rencana kamu apalagi Sa?" Lirih Hazel.
"Gak ada Zel, aku mau antar kamu pulang itu aja." Balasnya sembari mengulurkan tangannya untuk memakaikan Hazel helm.
"Gak, aku gak mau pakai helm. Helmnya udah di pakai sama Bianca."
"Hazela..."
"Gak mau Sa..."
"Okeyyy, jangan pakai. Kamu pakai helm aku, aku pakai helm ini."
"Gak! Gak mau! Jangan pakai helm Bianca."
"Buang?" Tanya Samudra dan diangguki dengan cepat oleh Hazel.
"Buang."balasnya dengan tegas.
"Iyaaa, kita buang ya helmnya, sekarang naik kita pulang."
Hazel menggelengkan kepalanya pelan, "susu coklat aku ketinggalan di dalam, beliin susu coklat dulu baru balik."
Samudra tersenyum mendengar tuturan Hazel. "Baik tuan putri, kita beli susu coklat dulu buat tuan putri Hazela terus pulang dan tidur, okey?"
"Iyaaa, makasih Samudra."
"Iya sayang."
Hazel duduk di kursi penumpang motor Samudra, menyandarkan wajahnya pada pundak Samudra dengan tangan yang melingkar pada perut Samudra.
"Samudra, Hazel mau jadi prioritas kamu."
"Kamu prioritas aku sayang."
Hazel menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak, bukan aku yang jadi prioritas kamu, tapi Bianca. Apapun tentang Bianca pasti dia dulu baru aku."
"Kenapa Bianca seberuntung itu? Kenapa dia seberuntung itu dalam menjalani hidup? Hahaha kalau Hazel jadi Bianca mungkin tiap harinya gak ada tangisan, gak ada dengar bentakan, gak ada pukulan, Hazel bakalan jadi tuan putri yang sesungguhnya." Sambungnya
"Kamu juga beruntung Hazela dalam kehidupan ini."
"Enggak, Hazel gak seberuntung itu. Punya keluarga tapi serasa gak punya, punya pacar tapi serasa jadi selingkuhan atau simpanan? Hazel gak tau, tapi yang Hazel tau Hazel tidak seberuntung Bianca Abraham saudara kembar aku."
"Ayah tadi marah, karena mikir aku pengacau dalam hubungan kamu sama Bianca. Di pikir-pikir benar, tapi kalau di pikirin lagi enggak, aku bukan pengacau, aku cuman terlalu naif.."
"Mau ke pantai Sa..." lanjut Hazel.
"Boleh."
"Makasih..."
"Mau ketemu bunda?" Tanya Samudra yang diangguki oleh Hazel.
"Kagen bunda, kagen tidur di pahanya, kagen di peluk orang tua, kagen di kuncir rambutnya sama bunda, kagen di masakin nasi goreng sama bunda. Aku kengen sama bunda, sampai mau temuin dia terus lihat kamu dari atas sana aja Sa, jadi bintang seperti bunda. Bintang seindah itu...banyak orang yang sayang sama bintang, banyak orang yang memandang bintang dengan tatapan kagum, Hazel juga mau di lihat kayak gitu."
"Ngomong apa kamu ini! Gak! Gak boleh jadi bintang, harus temenin Samudra."
"Emang kamu mau di temenin sama aku?"
"Maulah!"
"Aku pikir enggak hahaha."
"Ngaco"
"Jangan ninggalin aku Sa, biar aku aja yang ninggalin kamu." Ujar Hazel.
"Hilih, gak ada tinggal-tinggalin, dan juga berhenti jalan sama Nathan."
"Tadi Nathan lihat aku di trotoar nangis-nangis makanya hibur Hazel dengan traktir."
"Maafin aku..."
Hazel mengangguk. "Lupain aja, tiap kali kamu pergi dengan Bianca aku selalu pakai prinsip, sejauh mana pun kanu pergi kalau aku masih pacar kamu pasti kamu bakalan ke aku juga."
"Aku sayang sama kamu Zel, ini cara aku ngejaga kamu."ujarnya dengan elus lembut di tangan Hazel.
bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZELA || REVISI!!
General FictionHazela Abraham, perempuan tangguh yang sudah menjalani pahitnya kehidupan di umurnya yang masih sangat muda. Kehidupan percintaan, keluarga dan sahabat saling beradu di kehidupannya. Selalu dijadikan oleh sang kekasih membuat Hazela merasa jika di d...