02. Pertemuan

52 9 2
                                    

Zahra. Wanita berparas cantik itu berhasil mencuri pandangan setiap orang. Kulitnya yang putih, matanya yang berbentuk seperti mata kucing, senyumnya yang mempesona, bentuk tubuhnya yang langsing, jilbab yang menutupi dada. Wajar saja jika pandangan semua siswa tertuju kepadanya.

Tidak hanya siswa, bahkan mentari pun juga semakin hangat sinarnya saat dirinya datang. Seakan-akan mentari pun menggelar karpet merah kepada sang putri.

Faris yang tadi ketakutan dengan ocehan Pak Tano kini duduk kembali. Dirinya nampak sudah melupakan luapan emosi dari pak Tano. Bahkan, kulihat dirinya juga ikut terpancing pandangannya kepada wanita tersebut sambil senyum-senyum tidak jelas.

"Perkenalkan! Namaku Zahra. Zahratul Wardah. Dulu, aku sekolah di SMA Tetesan Embun. Karena rumahku pindah, jadi sekolah aku ikutan pindah."

Wanita ini memang bisa dikatakan sebagai wanita yang sempurna. Suaranya pun juga sangat lembut. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika dirinya menjadi istriku kelak. Hahaha, sepertinya aku tidak akan keluar rumah selama 2 Minggu menatap kecantikannya.
" Ga Dimas! Enggak!"
"Lu harus fokus sama impianlu"
"Urusan cewek belakangan"

"Napa lu, Mas?" Tanya Faris heran melihatku sambil tersenyum-senyum.
"Eh enggak". Ucapku sambil berusaha untuk tidak mempedulikannya.

Zahra yang tadi perkenalan diri pun kini dipersilahkan duduk. Ia duduk di samping mejaku dan meja Faris. Mata pandangan anak sekelas masih terkagum-kagum kepada dirinya.

"Baik ibu pamit dulu, ya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam ibu"

**********

"Baik anak-anak. Sekarang kita akan mempelajari tentang Bab Persamaan Linear dan Pertidaksamaan Linear. Sebelum bapak lanjutkan, ada yang sudah pernah mempelajari tentang bab ini semalam?"

Sekelas pun hening, menandakan di antara kami masih belum ada yang mempelajari bab tersebut.

Tanpa basa-basi, pak Tano langsung menulis di papan tulis tentang soal yang berkaitan dengan bab tersebut.

"Siapa yang bisa mengerjakan?"

Pak Tano memang sering mengetes para siswa sebelum mempelajari bab baru. Ia ingin mengetahui siapa yang benar-benar serius ingin bisa pelajarannya, Matematika.

"Ara mau coba jawab, Pak". Jawab dari sebelahku. Ya, Zahra. Dirinya ingin menjawab soal yang diberikan oleh Pak Tano.

"Ara? Bukannya Kamu Zahra, ya?". Tanya pak Tano dengan nada santai.

"Oh iya, Pak. Maaf. Aku keseringan dipanggil Ara oleh lingkungan sekitar dulu. Jadi kebiasaan itu kebawa sampe sekarang deh". Jawabnya sambil meremas jari-jemarinya di depan roknya.

"Oh begitu. Gapapa, Ara. Boleh kalo Kamu mau coba. Kalo jawabannya salah gapapa kok".

Zahra langsung maju ke depan, mengambil spidol yang tersedia di papan tulis. Lalu ia mengerjakan tugas tersebut dengan sangat lancar. Nampaknya, Zahra adalah wanita yang cerdas.

Selesai menjawab, Pak Tano langsung memeriksa jawaban Zahra. Ternyata benar dugaanku, Zahra cerdas. Jawabannya benar. Pak Tano membangga-banggakan Zahra. Semua siswa di kelasku pun bertepuk tangan untuknya.

*********
DDDRREEENNNGGG!!!!
Jam istirahat pun dimulai.

Luay yang duduk di depanku pun menoleh ke arah diriku.
"Napa lu, Ay?" Tanyaku heran
"Gue yakin lu tertarik sama dia."
"Enggak, lah". Jawabku spontan
"Kok nada ngomonglu berubah?" Sahut Faris

Aku diam saja mendengarkan ocehan mereka berdua. Bukannya tidak mau membalas ocehannya, aku kehabisan kata-kata. Nyatanya memang benar bahwa diriku mencintainya.

Mariposa di Angkasa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang