08. Hangatnya Keluarga

26 4 0
                                    

Walaupun libur, sekolah masih tetap ramai. Hari ini adalah hari untuk mempersiapkann acara tahunan untuk esok hari, yaitu pemilihan ketua OSIS.

Sekolah saat ini dipenuhi oleh siswa-siswi yang terlibat dalam acara tersebut, khususnya bagi para anggota OSIS dan para anggota MPK. Mereka saling bahu-membahu untuk menyukseskan acara esok hari.

Aku, Faris, dan Luay adalah siswa yang tidak terlibat dengan apapun. Jadi, kami tidak memiliki kesibukan apapun di sekolah ini. Kami hanya ingin makan nasi kimpul Mang Dadang.

Sesampainya di kantin, aku dan Luay menemuinya terlebih dahulu. Sedangkan Faris menunggu di luar sambil gemetar. Aku rasa dirinya masih kapok dengan yang kemarin-marin.

"Assalamualaikum, Mang." Ucapku memberi salam seperti biasa.
"Wa'alaikumussalam. Eh, yang kemarin dateng ke sini. Cuman berdua ajah? Satu lagi mana? Perasaan kemarin kalian bertiga."

"Oh iya. Dia lagi nunggu di luar itu." Ucap Luay
"Bentar. Saya mau ketemu dia dulu."
Mang Dadang langsung keluar warung untuk menemui Faris.

"Nah loh? Tumben. Kenapa dia, Mas?"
"Ga tau."

"WEEII. FARIS. KAMU YANG KEMARIN BELI NASI KIMPUL GA BAYAR YA?" Ucap Mang Dadang kencang. Namun, nada bicaranya seperti nada senang.

"IYA MAAANGG. SEKARANG GA BAKALAN KEK KEMARIN LAGI. JANJI." Ucap Faris sambil ketakutan.

Suara mereka begitu kencang. Kami yang berada di dalam warungnya pun mendengar suara mereka. Akhirnya, kami keluar.
Aku melihat bahwa Mang Dadang bersalaman oleh Faris. Faris pun sudah terlihat tidak takut lagi dengan Mang Dadang. Sebenarnya, apa yang terjadi?

"Eh. Kalian keluar." Sapa Mang Dadang
"Iya, Mang hehe." Ucap Luay
"Jadi kalian mau mesen apa?"
"Nasi kimpulnya, Mang. Tiga." Ucapku memesannya.

"Oke. Ditunggu ya. Duduk ajah dulu."

Kami duduk bersama di bangku panjang yang tersedia di samping warung Mang Dadang. Di sini, aku menanyakan apa yang membuatku penasaran.

"Lu tadi abis ngapain sama Mang Dadang, Ris?"
"Ehh. Itu. Dia minta maap ke gue, Mas. Kan kemaren gue ga masuk kelas gara-gara die tuh. Gue ditahan, ga boleh masuk kelas karena belom bayar."
"Oh gitu. Bagus juga ye Mang Dadang orangnya." Komentar Luay
"Bacot bego lu!"
"Nah? Kok lu marah sih?"
"Yaa karena elu gue ga bayar uang makan nasi kimpul. Gue udah bela-belain dimarahin Pak Tano. Demi siapa?"  Tanya Faris kesal
"Demi nasi kimpul." Ucap Luay santai, tanpa dosa.

"Nah. Demi nasi kimpul. Biar lu bayarin gue makan nasi kimpul. Eh lu malah kabur kemaren." Ucapnya masih agak kesal.

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka. Terkadang, mereka aneh. Namun, terkadang mereka juga bisa bijak. Khususnya Luay, omongan dari dirinya terkadang membuatku sadar. Seperti yang dilakukannya kemarin, ketika ia mengatakan bahwa dia akan membantuku dalam mendekati Zahra.

"Nah, bener tuh, Mas. Lu tuh udah lebih dulu peduli ke kita-kita orang dalam urusan agama. Maka dari itu, kite juga peduli ke elu dalam urusan agama." Ucap Luay senyum.

Kata-katanya kemarin malam masih terdengar jelas dalam pikiranku. Ia membantuku mendekati Zahra agar aku cepat-cepat melakukan ibadah terindah, menikah.

Beberapa menit kemudian, Mang Dadang keluar sambil membawa nasi kimpulnya.
"Nih dia, nih. Silahkan dimakan ya nasi kimpulnya." Ucap Mang Dadang sambil meletakkan nasi tersebut di meja kami masing-masing.
"Iya, Mang." Ucap kami bertiga kompak.

"Oh iya. Khusus buat kalian, sebagai permohonan maaf saya atas kelakuan saya kemarin, untuk hari ini, kalian ga usah bayar nasi kimpulnya." Ucapnya sambil tersenyum.

Mariposa di Angkasa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang