BMHP-- 6

275 78 30
                                    

Maaf ya, kalau makin lama makin gajelas wwkwkwk

kasih komen, okey? thank youuu

****

"Alhamdulillah" ujar bu Farida dengan raut cemasnya, saat membuka pintu dan mendapati kedua anaknya berada disana. "Hape abang kok enggak aktif sih?" tanya sang ibu, Ibram tersenyum lembut sesaat ia selesai salam pada ibunya.

"Hape abang mati bu, hapenya Putri enggak tahu deh" jawab Ibram, sedangkan Putri yang namanya disebut sudah tidak berada diruangan itu. Gadis itu sudah masuk kedalam kamarnya lebih dulu.

"Terus motor abang mana?"

Ibram melepaskan jaketnya, juga meletakan tas di atas sofa. Ia melihat jam yang sudah hampir menunjukan pukul dua belas malam, lalu kembali menatap sang ibu dengan wajah teduhnya. "Bocor bu, makanya tadi abang ditumpangin temen"

Fokus sepasang ibu dan anak itu terpecah kala mendengar suara batuk dari dalam kamar. "Ayahmu batuk-batuk dari tadi. Ibu masuk kamar ya, abang bersih-bersih gih, abis itu istirahat" Ibram mengangguk dan masuk kedalam kamarnya.

Setelah membersihkan diri, Ibram duduk di tepi ranjangnya. Fikirannya kembali pada kejadian tadi, kejadian dimana ia menyelamatkan Aura dari lelaki kurang ajar tadi.

Ibram menghela nafasnya, dan berfikir apakah ia memang di takdirkan untuk Aura? Apa dengan menyelamatkan Aura tadi, itu jawaban dari segala risaunya, karena entah mengapa Ibram merasa memang harus melindungi Aura. Semakin ia menolak fakta yang ia rasakan, semakin kuat pula perasaan yakinnya.

Ibram mengambil wudhu, dan membawa kerisauannya kedalam solat. Setelahnya, ia berdoa sebentar dan mengambil ponselnya demi menghubungi Aura.

***

Aura turun dari kamarnya dengan tergesa, ia sedikit terlambat. Raina yang sedang sarapan di meja makan, mendapati adiknya itu turun dengan sangat tergesa. Jujur saja, meskipun ia tidak merasakan rasa sayang seorang kakak ke adik ketika bersama Aura, ia merasa sedikit bersalah akan ucapannya semalam. Aura berjalan ke arah meja makan dan mengambil sebungkus roti yang memang tersedia disana, tanpa menyapa sang kakak.

Lalu tanpa sepatah katapun, Aura pergi menuju kampusnya.

Sesampainya Aura di kampus, ia segera memarkirkan mobilnya dan berlari ke ruang kelas yang jaraknya cukup jauh.

"Yok" ucap seseorang yang baru saja menghentikan motornya, Aura tersenyum dan naik. "Thank you Odhi" ujar Aura senang karena Odhi seperti pahlawan saat ini. "Thanks ya, ntar gue traktir" Aura kemudian turun dari motor dan berlari menuju kelasnya.

"Assalamualaikum, pagi kak" salam Aura ketika ia membuka pintu dan mendapati Ibram berdiri disana, memegang sebuah buku yang sedang ia terangkan. "Waalaikumsalam" jawab Ibram yang hanya meliriknya sebentar. Aura sudah akan duduk, namuan terhenti kala mendengar suara Ibram yang menginterupsinya.

"Saya hanya menjawab salam, bukan menyuruh kamu duduk. Silahkan tunggu diluar sampai jam mr. Habibi selesai" mendengar nada tegas yang Ibram berikan, Aura menutup matanya karena tengsin.

Aura mengangguk sekali dan keluar dari kelas. Ia duduk lesehan di dekat pintu dan membaca beberapa buku untuk kelas selanjutnya. Ya meskipun kelas berikutnya masih tiga jam lagi. Aura mengernyitkan dahinya samar, seingatnya, mr. Habibi sudah berada di kampus dari kemarin. Lalu, mengapa masih Ibram yang menggantikan dosen mata kuliah baha inggris tersebut?

Saat sedang asyik berfikir, Ibram keluar kelas dan otomatis membuat Aura mendongak. Aura langsung sigap berdiri karena, merasa sungkan entah karena apa.

"Ayo ke sekre, ada yang mau saya bicarakan" ujar Ibram, Aura tampak ragu sesaat. "Ada kak Nia sama beberapa teman juga, kita enggak berdua" lanjut Ibram, namun tatapan Aura masih terlihat ragu. Ibram menghela nafas, ia butuh segera menuntaskan persoalannya dengan Aura karena ia tidak memiliki banyak waktu. Sebentar lagi, bahkan Ibram sudah harus kembali masuk ke kelas yang berbeda demi menjalankan tugasnya sebagai asisten dosen.

BE MY HUSBAND PLEASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang