BMHP-- 7

246 85 18
                                    

Hai, apa kabar?

Indonesia lagi gak baik-baik aja, jangan lupa terus doa yaaa

Rencananya aku up kemaren sih, tapi karena aku cengeng wkwkwk aku nangis banget liat keadaan Indonesia di Januri ini. Mulai dari pesawat, banjir, tanah longsor, dsb. Dan itu bikin aku males ngapa-ngapain,

Maaf ya...

Jangan putus buat doa ya teman-teman, semoga lekas membaik semuanya. Aamin

HAPPY READING!!!

Komen dan Vote dan Share, jangan lupa hehe

***

"MasyaAllah banget sih kak Syifa" Ibram mengangguk menanggapi adiknya, Putri sudah bersiap sedari tadi sembari bertanya tentang kepulangan Syifa, Ibram mengambil jam tangannya dan memakainya sembari berkaca.

Ibram baru bisa berkunjung ke rumah Syifa setelah dua hari lamanya sejak terakhir mereka bertemu. Ibram di sibukkan dengan kegiatan kampusnya, juga usaha yang digelutinya.

"Kamu juga belajar yang rajin, kalau mau kayak kak Syifa" ujar Ibram pada Putri yang kini tersenyum semangat. Ibram menatap pantulannya di cermin, fikirannya kembali di isi oleh Aura. Tawaran taarufnya ditolak oleh Aura, dengan alasan Aura tidak bisa jika harus menjadi kandidat, sedangkan hati Ibram sudah memilih memprioritaskan siapa.

Ibram menutup matanya, ia merasa tertohok dengan jawab Aura kala itu. Ia merasa tidak adil pada gadis itu, "Bang?" panggil Putri, Ibram membuka matanya dan menoleh pada adiknya itu.

"Ayo, keburu sore" ajak Putri, Ibram mengangguk kemudian keluar dari kamar. Ibram dan Putri mendapati sang ibu juga ayah ada di ruang tengah., sedang duduk santai sembari menonton tv. Ibram tersenyum melihat ke harmonisan keluarganya, ia berdoa agar kelak mempunyai keluarga yang tak kalah bahkan jauh lebih harmonis dari kedua orang tuanya.

"Bu, ayah, Ibram sama putri mau kerumah abi Usman" izin Ibram, kedua orang tua mereka menoleh mendapati kedua anaknya sudah rapih. "Kok baru bilang bang? Kalau bilang daritadi kan ibu bisa masakin kue atau apa gitu buat abi"

"Iya abang lupa bu" ucap Ibram, lalu mengulurkan tangannya kepada ibu. "Emang dalam rangka apa nih ke rumah abi?" tanya ibu lagi, Ibram tersenyum tipis. "Enggak ada bu, cuma mau silaturahmi"

"Terus kak Syifa kan juga baru balik dari Turki bu, sekalian ya gak bang?" tanya Putri bermaksud menggoda abangnya, Ibram menatap Putri jengkel, "Apaan sih" judes Ibram, yag ditanggapi kekehan.

"Oalah calon mantu ibu udah balik?"

"Bu" protes dua pria berbeda generasi itu, Ibram menatap sang ayah.

"Ya emang kenapa ibu berharap abang sama Syifa?" tanya ibu heran dengan nada protes kedua lelaki yang ada di rumah itu. "Lagian abi Usman juga setuju tau yah sama abang" sahut Putri, membuat berbagai macam ekspresi di wajah kedua orang tua dan juga sang abang.

"Maksudnya? Abang udah ada kasih angin ke keluarga Syifa?" ibu tentu saja bertanya dengan nada exitednya, sedangkan ayah diam menatap anak lelakinya yang kini bingung akan menjawab apa pada sang ibu, namun disisi lain jengkel dengan mulut Putri.

"Udah bu" ucap Ibram setelah terdiam cukup lama, "Abang cuma bilang, kalau abang ada ketertarikan sama Syifa" jelas Ibram tanpa di minta, ia tidak ingin ibunya terlalu berharap ia akan 'jadi' dengan menantu idamannya itu karena hati Ibram kini snagat bimbang dan bingung.

"Lalu, yang perempuan waktu itu gimana bang?" tanya ayah, "Aura" lanjut ayah, dan entah apa yang salah, jantung Ibram berdetak sangat cepat kala mendengar nama Aura keluar dari mulut ayahnya. Ibram terdiam, ia juga tidak tahu ujung dari percakapannya dengan Aura dua hari lalu. Meskipun ia sudah menerima penolakan Aura, namun Ibram merasa ini semua belum berakhir.

BE MY HUSBAND PLEASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang