PROLOG WAKTU

112 21 29
                                    

"Aku mau kita putus."

Deg!

Seketika tubuh gadis itu menegang. Matanya memerah menahan air mata. Sorot mata yang terang menjadi redup dan sendu. Kakinya mulai lemas seperti jelly.

Karin semakin mengeratkan cardigan pada tubuhnya. Ia yang tadinya menunduk mulai mendongakkan kepalanya menatap pemuda bernetra coklat dihadapannya itu.

"P-putus? T-tapi kenapa Ang?" tanya Karin terbata-bata.

"Aku udah bosen sama kamu. Lagi pula, aku udah punya pacar lagi," jawab Angga dengan enteng. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana abu-abunya.

"Kamu bosen sama aku karena apa Ang?" tanya Karin. "Aku kurang cantik, ya?"

Angga menggelengkan kepalanya. "Bukan, bukan itu. Aku ngerasa bosen aja sama kamu. Aku juga ngerasa kita itu udah gak cocok lagi."

Karin yang mendengar perkataan Angga mulai menitikkan air matanya. "Kamu bosen? Kalo bosen cari hiburan, bukan pelampiasan. Kita gak cocok? Aku bukan barang yang kalo gak cocok sama pemiliknya langsung dibuang gitu aja, kita bisa cocok kalo kamu emang sayang sama aku. Segampang itu kamu bilang 'bosen' dan 'kita udah gak cocok'? Keterlaluan tau gak?!" sergah Karin dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

Angga menghela nafas jengah. Ia ingin drama ini segera berakhir dan pergi dari hadapan gadis ini selamanya.

"Ralat, maksud gue, gue udah gak cinta lagi sama lo," ralat Angga sambil menguap lebar.

Tangis Karin semakin pecah karena perkataan Angga. Sedangkan Angga hanya menatap malas dirinya.

"Kasih aku waktu Ang," pinta Karin dengan suara lirih.

Angga berdecak kesal. "Buat apa, sih?"

"Kasih aku waktu dua puluh tujuh hari untuk buat kamu jatuh cinta lagi sama aku," ucapnya mendongak dan menatap sendu Angga.

Angga belum menjawab. Ia memandang Karin dengan tatapan yang sulit diartikan. Sampai manik mata mereka berdua bertemu. Selama beberapa saat, mereka saling beradu tatapan, hingga Angga memalingkan wajahnya lalu menghela nafas gusar.

"Jangan buang-buang waktu dengan hal yang gak berguna sama sekali." Kali ini Angga berbicara dengan nada serius dan tak terbantahkan.

"Aku cuma minta waktu dan kesempatan aja, untuk memperbaiki semuanya," lirih Karin.

"Gak ada yang namanya waktu. Gak ada yang namanya kesempatan. Dan gak ada yang perlu diperbaiki. Jangan terlalu erat menggenggam sesuatu yang jelas-jelas gak bisa lo milikin. Karena semakin kuat lo menggenggamnya, maka akan semakin sakit juga ketika digenggam," ucapan Angga membuat Karin tertegun.

Angga mengatakan hal yang benar. Semakin erat menggenggam sesuatu, bisa berarti dua hal. Sakit dan memilih untuk melepaskan atau sakit dan memilih untuk tetap mempertahankan.

"Aku gak peduli. Aku cuma mau kamu. Karena sekarang kamu yang jadi tujuanku," ujar Karin dan tersenyum simpul ke arah Angga.

"Keras kepala," gumam Angga. "Terserah lo!" Angga memilih mengalah saja daripada harus terus berdebat dengan makhluk bernama betina, pikirnya.

Tanpa mendengarkan jawaban dari Karin, Angga memilih pergi meninggalkan Karin di depan halte sendirian.

Jawaban Angga membuat Karin tersenyum senang. Karin pikir, semesta akan mengambil tujuannya lagi, tapi ternyata semesta masih memberikannya sebuah tujuan.

Rintik hujan mulai berjatuhan. Dinginnya udara malam tak memudarkan senyuman di wajahnya. Bukannya berteduh Karin malah melangkahkan kakinya ke tengah jalan yang sepi. Ia mulai menikmati setiap tetesan air hujan yang mengguyur tubuhnya.

Karin bertekad untuk menggunakan waktunya dengan sebaik mungkin. Dan tidak akan berhenti sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh takdir.



Teruntuk kamu,
yang sedang memperjuangkan seseorang.
Jangan pernah berhenti,
sampai waktu yang menghentikan semua.



-A.N.G.G.A.K.A.R.I.N-

Jangan lupa voment dan racuni teman-teman kalian buat baca cerita ini ya!

Sampai jumpa dichapter selanjutnya.

See you!

27 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang