- e m p a t -

21 11 0
                                    

Hari ini, ya lumayan lah bagi Mora. Tidak terlalu membosankan. Teman sekelasnya juga banyak yang ingin berkenalan dengannya. Syukurlah, ini tidak seburuk yang dibayangkan.

Sore ini, sehabis mandi, Mora duduk di meja belajarnya. Setiap kamar disini, diisi masing-masing dua orang. Dengan fasilitas dua buah ranjang sekaligus tempat tidur, dua lemari untuk baju dan perlengkapan lainnya, juga dua meja belajar dan kursinya. Setiap ruangan disini juga memakai AC.

Tapi sayangnya, Mora di kamar ini hanya sendiri. Tak ada yang menempati ranjang di sampingnya. Mora cukup takut dengan hal-hal yang berbau mistis dan horor.

Mungkin, besok ia akan meminta Elsa untuk menemaninya melapor untuk dipindahkan saja ranjang ini dari kamarnya. Atau, jika boleh, Elsa saja yang pindah ke kamarnya. Jika boleh. Jika tidak pun, Mora tidak akan merengek dan memaksa, ia tahu diri dimana ia sekarang.

Fokus Mora terpecah ketika melihat ponselnya yang berdering, telepon dari Bunda. Melihat id caller nya saja mata Mora sudah berkaca-kaca, apalagi mendengar suara Bunda. Tidak, sepertinya Mora belum siap. Mora menekan tombol tolak.

"Iiih, kangen Bunda." Mora menghapus kasar air matanya dengan punggung tangannya.

Pintu terbuka menampilkan Elsa disana, ia menjatuhkan dirinya di atas kasur Mora. Matanya lurus menatap langit-langit kamar.
"Kenapa?" tanya Mora.

Seketika Elsa langsung menoleh dan menatapnya sedikit tajam.

"Apa?"

"Pertanyaan lo yang tadi dalam konteks apaan nih?" tanya Elsa memastikan sebelum menjawab.

"Lo kenapa?"

Elsa mengubah posisinya menjadi duduk, "Cowok gue nunjukin sinyal-sinyal minta putus, deh kayanya."

Mora memajukan badannya, "Cowok lo kayanya udah punya cadangan yang pas, deh."

Mendengar itu Elsa menatapnya tidak terima, "Apa-apaan lo ngomong?! Enak aja!" Elsa kembali menghempaskan badannya ke kasur, dan tidak lama ia kembali bangun. Itu membuat Mora cukup kaget, bukan lebay, tapi memang benar terkejut.

"Rabu sama Minggu kan libur, lo mau ga gue ajak jalan-jalan keluar asrama?" tawar Elsa. Tawaran itu Elsa lontarkan seakan-akan dia penguasa disini yang bisa keluar masuk seenaknya.

"Emang boleh?" tanyanya pada Elsa.

"Boleh dong, jadi nih ya, libur yang Rabu itu disini diwajibin buat kita-kita ngelengkapin tugas mingguan dan harian. Ngerjainnya tapi santai gitu, loh. Terserah kita mau ngerjain dimana, dan gedung sekolah di kunci. Cuma gedung-gedung asrama aja yang dibuka, dan sisa yang lainnya kecuali gedung sekolah. Pokoknya di hari itu lo bebas ngapain aja asal tugas mingguan dan harian lo selesai. Oh, satu lagi, di hari Rabu kita dilarang buat keluar. Kenapa? Karena emang bukan jadwalnya."

Sepanjang itu Elsa menjelaskan kegiatan di hari Rabu. Mora hanya bisa melongo mendengarnya. Apa Elsa tidak haus setiap harus bicara panjang lebar? Elsa tuh, bener-bener bukti faktanya cewek. Modis, cerewet, rempong, ot alias overthinker, periang banget, suka warna pink. Barang-barang serba pink, loh.

"Terus kalau libur yang hari Minggu?" tanya Mora.

"Sunday best pokoknya. Karena, cuma di hari itu kita bisa keluar. Bebas, bas, bas, bas. Tanpa batas. Terserah kita mau ngapain dan kemana. Asaaallll, jam tujuh lebih lima belas kita udah ada disini lagi. Kalo ngaret, siap-siap aja deh lo jadi bahan gosip anak sini."

"Kenapa bisa jadi bahan gosip, Sa?"

Elsa mengembuskan napasnya kasar, "Kalau lo balik kesini lebih dari jam yang udah ditentuin di peraturan, bagian kedisiplinan bakal post profil lo di web sekolah karena udah ngelanggar, dan ya lo bayangin sendiri aja deh. Muka lo terpampang disana. Sedangkan web sekolah yang baca tuh bukan anak Zervard doang. Sekolah luar juga liat, lebih parahnya orang tua. Mereka juga bisa liat. Makanya lo jangan punya niatan buat ngelanggar aturan itu maupun aturan yang lainnya ya."

ALKABENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang