- l i m a -

19 12 4
                                    

Bena memasukkan buku sisa belajar semalamnya ke dalam tas, sesuai jadwal hari ini. Ya, semalam ia menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas yang deadline-nya memang hari ini.

Setelah siap, ia menyampirkan tas ranselnya di pundak sebelah kanan. Sekilas mengecek ponselnya, apa ada balasan pesan terakhir yang Tesya berikan padanya usai chatting semalam.

Ah, sudah diduga. Tidak ada. Cewek itu terlalu cuek dengan perhatian supernya. Kemarin Arga tidak pulang ke rumah, jadi ia tidak bisa titip bunga ke Arga untuk Tesya hari ini.

Tesyaa 💔

Sorry, hari ini gue gak bisa kasih bunga.
Arga lagi betah disini, jadi dia gak balik ke rumah.

Ya, Bena memang sebucin itu. Mengirimi Tesya bunga setiap hari, walau endingnya tetap sama. Tesya selalu mengembalikan bunga itu pada Bena sambil bilang, "Bena, ayolah, kalo lo mau gue jadi pacar lo, berarti lo mau kita berakhir nantinya.", atau "Gue ga mau. Kita yang sekarang udah cukup buat gue bahagia.", juga "Gak semua yang lo cinta bisa lo miliki, termasuk hati gue.", dan masih banyak kalimat penolakan Tesya.

Untuk kalian yang mengira Tesya jahat, sok badai, sok jual mahal, sok sok yang lainnya karena selalu nolak cintanya Bena, kalian salah. Tesya selalu bisa memilih kalimat yang pas, dan tidak menyakiti hati Bena, sekalipun itu penolakan.

Ponselnya ia taruh di saku celananya. Satu jam lebih lima belas menit lagi menuju masuk kelas. Masih ada waktu untuk sarapan. Bena memutuskan untuk pergi ke kantin di gedung sekolah bagian pengambilan makan yang biasa dipakai untuk sarapan pagi, dan makan siang. Untuk makan malam, mereka biasanya memakai kantin di gedung asrama.

Suasana kantin sekolah tidak terlalu ramai. Karena kebanyakan anak Zervard memilih untuk menghabiskan sarapan paginya di kantin asrama. Setelah mengambil makan, Bena mencari meja untuk makan.

Bena memilih meja dekat pintu kantin, biar langsung keluar setelah selesai makan nanti. Kalau begini rasanya ingat saat masa-masa termanis dalam hidupnya.

Saat Mamanya masih ada, Bena dan Arga tak pernah melewatkan jam makan bersama dengan disuapi oleh Mamanya. Keluarga mereka tidak memakai jasa pengasuh dan pembantu, semua bisa dikerjakan dengan Mamanya. Hingga akhirnya pada saat itu Mamanya pergi tanpa pamit, tanpa meninggalkan pesan apapun. Sial, Bena kembali mengingat wanita itu.

Di tengah waktu makan, ia melihat Mora yang memasuki kantin sekolah. Mora juga ternyata menatapnya, tapi hanya sebentar. Mora mengambil sarapannya dan mengambil meja di depan Bena. Kenapa cewek itu tidak mengambil meja yang sama saja dengannya?

Tatapan Bena dan Mora bertemu, Bena menolehkan kepala ke sampingnya, mengisyaratkan Mora untuk berpindah ke sampingnya. Tapi cewek itu geleng-geleng sambil memasang wajah cemberut.

Melihat Mora yang masih saja di tempatanya, akhirnya Bena membawa nampan berisi makanannya ke meja di tempat Mora makan. Mora menatapnya lalu kembali menyuapkan sesendok nasi. Wajahnya terlihat tidak bersemangat. Bena melanjutkan sarapannya, tapi tatapannya tidak pernah putus dari Mora.

"Risih."

"Kenapa?" tanya Bena.

"Ya risih lah diliatin gitu."

"Lo salting gitu ceritanya gara-gara gue liatin?" ucap Bena sambil mengangkat alisnya lalu menenggak air mineral dari botol.

"Gue bilang gue risih, bukan salting. Kuping lo conge? Jarang ngorek kuping ya?" tepat sedetik setelahnya, Bena menyemburkan air di dalam mulutnya ke depan muka Mora. Mora menutup matanya refleks. Bena tersedak sampai terbatuk-batuk.

ALKABENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang