"Jadi," Elsa membuka pintu, "ini dia kamar looo, yeyy. Seneng gak?" tanya Elsa dengan antusias. Tapi Mora hanya menampilkan poker face-nya.
Elsa mengambil alih koper Mora dari tangan gadis itu, membawanya ke dalam kamar. "Lo jangan diem aja disana, mau ngebiarin gue jadi babu lo nih?"
Mora pun masuk ke dalam, pintu kamar tertutup.
"Nih, lo masukkin baju-baju lo ke lemari. Berhubung udah sore, kalo lo udah beres lo bisa mandi. Makan malem jam tujuh, jangan sampe lo telat, ya. Baru masuk masa ntar lo udah sakit aja. Gue duluan ya, kalo lo butuh sesuatu, lo bisa contact nomor gue di ponsel lo. Kamar gue persis di depan kamar lo. Okay?"
Mora sibuk memasukkan bajunya ke dalam lemari, mendengar ocehan Elsa yang begitu panjang, ia hanya mengacungkan jempolnya tanpa menoleh. Elsa pun keluar dari kamarnya. Pintu kamar itu kembali tertutup.
••••
Arga memarkirkan mobilnya di halaman rumah Pak Koji, inilah tempat untuk menyimpan mobilnya.
"Pagi, Bu," salam Arga sembari membungkukkan sedikit badannya pada istri Pak Koji yang sedang menjemur pakaian di depan rumah, "Arga pamit, ya, Bu. Hehe, ngerepotin lagi, boleh kan, Bu?"
"Ibu bisa nolak?" tanya istri Pak Koji sambil tersenyum.
Arga menyalami tangan istri Pak Koji, "Doain bu, semoga belahan jiwa Arga cepet ketemu."
Istri Pak Koji pun menjitak pelan kepala Arga, "Belahan jiwa dari Hongkong! Mabur semua yang ada cewe-cewe kalo liat kamu."
"Assalamualaikuumm..." Arga tertawa dan mulai berjalan menjauh dari pekarangan rumah Pak Koji.
Jarak dari rumah Pak Koji menuju Zervard Boarding School, tidak terlalu jauh. Jika ditempuh dengan berjalan kaki, mungkin sepuluh menit cukup untuk sampai sana.
Arga dengan kacamatanya, eitss, ini bukan kacamata minus, atau silinder ya. Ia pakai sun glasses. Bisa bayangkan seberapa kecenya Arga? Jas sekolah dan kemejanya ia gulung sampai siku, dengan kancing jas almet yang sengaja dibuka.
Arga bersalaman khas laki-laki dengan Pak Koji, satpam sekolah yang sedang berdiri depan gerbang. Tangannya tidak kosong, sambil bersalaman tadi, ia sekalian memberikan bayaran. Bayaran sewa tempat untuk mobilnya.
"Doain Pak, semoga hari ini ketemu belahan jiwa," katanya sambil berjalan mundur. Setalahnya Arga pun memutar badan.
Langkahnya terhenti saat melihat siswi berjalan ke arah belakang gedung asrama putra.
Anak baru pasti.
Ia terus memperhatikan, tanpa sadar kakinya berjalan mengikuti arah perginya siswi tadi. Saat siswi itu berhenti dan diam disana, Arga pun ikut berhenti di belakang sana. Mereka berjarak sekitar 5 meter.
Siswi itu hanya diam, dan duduk di kursi yang ada disana. Arga terus memperhatikan. Matanya tak lepas sedetik pun dari pergerakkan objeknya.
Halaman yang tadinya sepi tiba-tiba saja ramai karena adanya gerombolan siswa yang keluar dari gedung asrama menuju halaman belakang. Siswi itu tidak bergeming.
Salah satu dari gerombolan siswa itu melihat Arga. Lalu melanjutkan aksinya pada siswi yang sekarang ada di depannya. Siswi itu masih duduk, hanya menatapnya datar.
"Eh, cantik, lo tau lo lagi dimana? Jangan sekali-kali lo pergi ke kandang macan, dan menjadikan diri lo sebagai umpan. Ngerti?"
Siswi itu berdiri, "Gue ga suka omongan lo yang terlalu berat, gue gak ngerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKABENA
Teen FictionArgani Adiwilaga, Bena Bahuwirya, Alkamora. Mereka hanya tiga remaja yang tak sengaja bertemu, dan bersapa. Kisah klasik yang sering didengar, mereka mengalaminya. "Semua yang ada tak harus kita punya, selalu tinggal dan tetap di sisi lebih indah...