Chapter || 04 Perpisahan SMA

72 7 1
                                    

Hari-hari yang menegangkan telah berlalu kini hanya tinggal menunggu suatu moment yang begitu berkesan. Perpisahan SMA Airlangga akan dilaksanakan dua hari lagi aku, Sabrina dan Raisa saling berpelukan mengingat setelah ini tidak akan lagi bisa seperti ini. Untuk Sabrina kita masih bisa bersama-sama berjuang di Akademi militer jika lolos. Namun untuk Raisa kemungkinan akan lebih sulit karena ia akan mengambil PTN di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk mengejar impiannya menjadi seorang Jaksa penuntut hukum. Meskipun Yogya tidak terlalu jauh dari tempat pendidikan kami tetap saja tidak bisa keluar seenaknya karena akses keluar masuk di Akmil selalu dibatasi oleh waktu . Namun ikatan seorang sahabat tidak akan pernah putus sampai kapanpun.

"Kalau kalian udah jadi kowad jangan lupa kabarin gue ya." Ucap Raisa sendu.

Aku dan Sabrina ikut bersedih karena tinggal mengihtung hari lagi kami akan berpisah.

"Lo juga kalau udah sukses jadi Jaksa jangan lupa kabarin kita. Selamanya kita tetep teman kan walaupun jauh?" Ucapku.

"Iya. Teman selamanya." Timpal Sabrina dan kami saling berpeluk erat memanfaatkan sisa waktu yang ada.

"Akmil ada cuti gak sih. Biar nanti kita reuni di Borobudur." Ucap Raisa.

"Mana kita tahu. Keterima juga belum." Ucap Sabrina.

"Tenang aja setelah lulus kita bisa kok reunian. Sabar aja selama empat tahun tanpa komunikasi." Ucapku.

"Gak kebayang sepinya gue selama empat tahun tanpa komunikasi sama kalian."

"Udah tenang aja. Lo pasti dapat teman baru begitupun dengan kita. Benarkan Brin?"

Sabrina mengangguk.

*

Malam ini aku sibuk menyiapkan baju perpisahan untuk besok. Tidak terasa perjalananku yang sebenarnya akan segera di mulai. Aku harus terus bersemangat karena ada keringat yang harus dibayar lunas dan ada dua hati yang harus bahagia. Masalah Aldi, kami sudah baik-baik saja sudah mencoba saling menerima lagi dengan keadaan masing-masing.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar di telingaku.

"Masuk.." teriakku.

Terdengar suara decitan pintu aku melihat siapa yang datang terlihat seorang wanita sedang menggendong bayi mendekat kepadaku. Aku langsung berdiri dan menyapa nya.

"Kak Rachel.. kapan datang kak?" Aku memekik girang.

"Baru aja sampai. " Ucapnya lembut.

"Masya Allah kak Sarah kangen banget sama kak Rachel." Aku memeluknya sekilas.

Dia Rachel Anisa Al-Malik. Kakak perempuanku satu-satunya. Dia berprofesi menjadi seorang guru di kota Bogor, Jawa Barat. Statusnya sekarang sudah tidak sendiri lagi karena sudah memiliki pasangan dan buah hati yang begitu tampan.

"Berdua aja kak sama baby boy gak sama abang?" Tanyaku.

"Abang ada didepan sama ayah dan ibu." Jawabnya. "Udah nih gantiin kakak gendong Marcell, kakak mau mandi." Ucapnya lagi.

Aku mengambil alih Marcell ke gendonganku.

"Udah cocok juga gue jadi ibu." Gumamku.

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat membasahi bajuku. Aku refleks berteriak membuat ibu langsung menghampiri ku.

"Ada apa Sarah.?" Ucap ibu panik.

"Ini bu Marcell pipis di bajuku." Ucapku kesal.

Ibu terlihat menahan tawa lalu mengambil alih Marcell dari gendonganku.

Ini Aku, dan MimpikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang