About Us

142 27 1
                                    

Sudah lama sekali rasanya Tommy tidak mendengar secara langsung petikan senar gitar dari seorang Jimmy dan sampai sekarang, segalanya masih tampak sama. Keindahannya, juga ketenangan yang mengalir bersama alunan-alunan melodi itu masih terus membuat Tommy tak pernah bosan untuk menikmatinya.

"Kau ingin bernyanyi, Phi?"

Tommy menggeleng pelan. Bibirnya yang kering dan pucat membentuk sedikit senyuman. "Suaraku saat ini sudah tak enak untuk diperdengarkan."

"Tapi aku tetap menyukainya."

"Kau ini," Tommy terkekeh, "sampai sekarang masih saja suka menggombal. Kulihat banyak sekali penggemar wanita yang menggelepar setiap kau menggoda mereka dengan mulut manismu itu."

"Dengan mereka, aku memang hanya sekadar menggoda. Kalau dengan kau, aku mengatakannya dengan penuh kesungguhan."

Tommy ingin membalas celetukan Jimmy, tetapi ia mendadak batuk membuat Jimmy menaruh gitarnya dan memberikan Tommy segelas air minum yang sudah disediakan di atas nakas.

"Terima kasih, Jim."

Penggemar wanita. Jimmy jadi mengingat sesuatu tentang itu.

Tentang wanita.

Apakah ini waktu yang tepat untuk Jimmy bertanya? Atau lebih baik ia tak perlu—

"Ada apa, Jim? Kau terlihat seperti hendak mengatakan sesuatu."

Tommy menyadarinya. Dari dulu, Jimmy memang tak pandai menyembunyikan perasaannya lewat ekspresi meski kini ia berprofesi sebagai aktor sekalipun.

"Um ... itu, Phi."

"Katakan saja. Jangan membuatku penasaran."

Baiklah.

Jimmy menarik dan mengembuskan napasnya perlahan. "Apa kau benar-benar menikah dengan Fai?"

Tommy menolehkan kepalanya dengan gerakan patah-patah. Ia mendapati Jimmy tengah menatapnya dengan begitu lekat membuat Tommy sempat tercekat untuk beberapa saat.

"Ya ...," jawab Tommy.

"Kau ... keberatan jika menceritakan apa yang sudah terjadi setelah itu?"

Tommy melenguh nyeri saat dirinya mencoba untuk duduk sedikit lebih tegak. Jimmy kemudian membenarkan letak bantal di belakang punggung Tommy agar Phi-nya dapat duduk dengan lebih nyaman.

"Aku akan memberitahumu. Namun sebelum itu, berjanjilah kau juga akan menceritakan apa yang sudah terjadi setelah aku pergi."

"Janji, Phi."

"Baiklah." Pandangan Tommy lurus ke depan. "Layaknya pasangan yang sudah menikah, aku dan Fai tinggal bersama di sebuah rumah; hadiah pernikahan dari ayah Fai. Namun, kami berdua lebih seperti orang yang tak saling kenal yang tinggal di satu atap. Aku dan Fai tidak pernah melakukan apa pun. Fai pernah bercerita kalau dia juga menolak perjodohan itu, tapi ayahnya terlalu tegas untuk ditentang. Fai, tanpa sepengetahuan orang tuanya, memiliki seorang kekasih yang pada saat itu, mereka masih berhubungan meski Fai telah memiliki suami."

"Jika Fai saja bisa melakukannya, kenapa kau meninggalkanku?"

Tommy meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

"Ayah mengancamku, Jim. Jika ayah tahu aku masih memiliki hubungan denganmu, ayah akan mencelakaimu dan aku tak mau kau terluka. Walaupun pada akhirnya, akulah yang melukaimu."

Jimmy sempat tertegun akan penuturan Tommy. Namun kemudian, ia menggenggam lembut tangan Tommy yang terasa semakin kecil dari hari ke hari.

"Lanjutkanlah, Phi."

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang