First and Everything

206 30 0
                                    

Maret, 2015.

Seorang lelaki dengan postur tubuh semampai terlihat sedang berdiri di depan sebuah pintu apartemen yang sudah sangat dikenalinya itu. Ia tertawa pelan setelah menyadari bahwa stiker yang menempel di pintu tersebut telah berganti menjadi gambar hamster. Padahal tadinya stiker itu bergambar kucing sewaktu terakhir kali ia datang ke mari.

Jimmy Karn menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tak ada orang di sekitar tempatnya berdiri, lalu ....

"Phi Tom! Phi Tom!"

"Phi Tommy, ayo buka pintunya!"

"Phi Tom—"

"Jimmy, astaga!"

Tommy mengedarkan pandangannya ke area sekitar dengan wajah panik dan masih dalam posisi membekap mulut Jimmy.

"Kenapa berteriak? Kau 'kan bisa menekan bel." Tommy menjauhkan tangannya dari wajah Jimmy.

"Tidak bisa, Phi. Lihat."

Jimmy menggerakkan tangannya yang sedang menggendong satu kardus besar. Sebuah kantung kertas bertengger di atas kardus tersebut. Tommy juga melihat ada tas ransel di balik punggung jimmy.

"Alasan! Kau bisa menaruh sebentar kardus itu di lantai."

Tommy kemudian berbalik masuk ke dalam apartemennya diikuti oleh Jimmy. Ia sedikit merasa asing dengan kondisi di dalamnya.

"Kau menata ulang tempatmu, Phi?"

Tommy tak menjawab.

Jimmy menahan senyum. Ia meletakkan kardus bawaannya tadi di dekat pintu berikut tas ransel miliknya lalu mendatangi Tommy yang sedang memasukkan batu-batu kecil ke dalam vas bunga imitasi.

"Kau marah? Jangan marah na~"

Jimmy memeluk tubuh kecil Tommy. Dagunya ia taruh di atas bahu Phi-nya itu.

"Na~ Phi Tom. Maafkan aku."

Tommy masih tak menjawab.

Cup.

"Ih, Jimmy! Jangan cium-cium!"

"Apa? Kalau kau masih mendiamiku, aku akan menciummu lebih banyak lagi. Kau mau, hm?"

"Iya-iya, aku tidak akan mendiamimu lagi. Lepas—argh, Jimmy! Sana, ih! Aku tak bisa napas."

Sekali lagi Jimmy mengecup pipi Tommy sebelum ia melepaskan pelukannya. Jimmy tertawa ketika Tommy menjambak rambutnya.

Dalam kondisi marah dan kesal sekali pun, Tommy akan selalu terlihat menggemaskan bagi Jimmy.

"Jadi, benar kau menata ulang tempatmu?"

"Aku hanya mengubahnya sedikit supaya terlihat lebih lega. Sekarang 'kan bukan hanya aku yang tinggal di sini, tapi ada kau juga."

Jimmy menahan diri untuk tidak mencium Tommy lagi karena tak mau Tommy marah. Namun, jika wajah Tommy memerah malu seperti itu, siapa yang tahan?

Masa bodoh dengan teriakan Tommy, Jimmy menerjang tubuh Tommy lagi dan menghujaninya dengan banyak ciuman di pipi.

Iya, di pipi. Kalian tak usah berpikiran macam-macam.

Apartemen ini memang milik mereka berdua. Hanya saja, Tommy-lah yang pertama kali menempatinya. Sedangkan Jimmy yang masih berstatus mahasiswa baru, harus tinggal minimal enam bulan di asrama kampus. Setelah 187 hari terlewati, barulah Jimmy bisa tinggal bersama Tommy.

Apartemen mereka memang sederhana, tetapi jika ditempati bersama dengan orang yang spesial, maka segalanya akan ikut terasa spesial juga.

"Ayo, Phi, kita pergi."

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang