Trip for You

173 31 1
                                    

Matahari sudah nyaris berada di atas kepala saat Tommy baru saja selesai memasak beberapa hidangan untuk makan siang. Jimmy sepertinya masih tertidur pulas karena sedari pagi Tommy belum melihat lelaki itu keluar dari kamar. Jimmy pasti kelelahan. Setelah mengadakan acara kemarin malam, Jimmy baru bisa beristirahat tadi subuh ketika Zee akhirnya pasrah dengan keputusan Jimmy.

Tommy hendak mengambil jus kemasan dari dalam kulkas. Namun, tiba-tiba dadanya terasa nyeri membuat Tommy harus menghentikan sejenak segala pergerakannya. Tommy berusaha mengatur napasnya yang sesak demi menghindari sesuatu yang lebih buruk lagi.

Jimmy yang baru saja bangun dan masih setengah mengantuk, langsung berlari dari ambang dapur. Jimmy mencoba untuk membuat Tommy tidak panik supaya ia bisa menetralisasi serangan di dalam tubuhnya itu. Meski sebenarnya Tommy sudah cukup ahli dalam menangani penyakitnya. Apalagi saat sedang kambuh seperti ini.

"Phi?"

Tommy memejamkan matanya untuk beberapa saat, lalu kembali membukanya dibarengi dengan seulas senyuman. "Aku tak apa, Jim. Jangan khawatir."

Jimmy membantu Tommy duduk di kursi makan. Kemudian ia mengambil beberapa lembar tisu untuk mengelap keringat di sekitar wajah dan leher Tommy. Tommy tampak semakin pucat.

"Kau yakin tak apa-apa, Phi?" Jimmy memandang Tommy dengan sorot penuh kecemasan. "Aku takut."

"Tidak perlu takut. Kejadian tadi merupakan hal yang biasa untukku."

"Sesering itukah kejadiannya? Sampai kau menganggap itu adalah hal yang biasa?"

Tommy membenarkan rambut Jimmy yang mencuat di sana-sini. "Sakit di dada, napas yang sesak, dan derita lainnya selalu kurasakan setiap saat. Kadang tak menjadi masalah, kadang sampai membuatku tak bisa apa-apa."

Mata Jimmy memanas.

"Hei, jangan menangis." Tommy mengusap lengan Jimmy. "Aku tak selemah yang kau pikirkan. Ayo, beri aku semangat."

Jimmy lantas memeluk Tommy. Mengusap punggungnya dengan gerakan yang sangat menenangkan.

"Kau kuat, Phi. Kau pasti bisa melewatinya."

"Jika tidak?"

"Maka bertahanlah untuk waktu yang tidak ditentukan."

Tommy melepas pelukan mereka, lalu menggelitik beberapa kali dagu bawah Jimmy.

"Terima kasih."

Keduanya tertawa sebab perut Jimmy berbunyi tanda lapar. Mereka memutuskan untuk menyantap makan siang dengan menu sederhana yang tersaji rapi di atas meja. Jimmy mengutarakan rasa rindunya terhadap masakan Tommy. Saking sudah lamanya, Jimmy sampai tak ingat kapan terakhir kali ia menyantap makanan-makanan buatan Tommy.

Di dalam kegiatan makan siang itu, terselip sedikit keributan karena Tommy hanya menyuap beberapa sendok nasi ke dalam mulutnya. Jimmy meminta Tommy untuk makan lebih banyak, tetapi Tommy menolak dengan alasan sedang tak berselera. Meski begitu, Tommy akhirnya tetap menambah suapannya karena ia tahu Jimmy peduli padanya.

Jimmy melarang Tommy saat lelaki itu hendak membereskan peralatan makan yang habis mereka pakai. Tommy pun menurut dan memilih untuk duduk di ruang tengah sambil menonton acara televisi selagi menunggu Jimmy selesai dengan urusan membersihkan dapur dan dirinya sendiri.

Tommy tak sengaja melihat note miliknya di bagian bawah meja. Ia mengambil note tersebut dan memutar-mutarnya di atas telapak tangan.

"Memangnya apa saja keinginanmu yang sudah kau tulis di sana?"

Tommy menoleh. Mendapati Jimmy dengan tampang segar khas orang yang baru selesai mandi.

"Lihatlah sendiri," ujar Tommy sambil memberikan note-nya pada Jimmy. Jimmy kemudian ikut duduk bersama Tommy.

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang