Can Not

146 28 0
                                    

Berita entertainment di televisi sedang menayangkan kabar terkait batalnya seorang Jimmy Karn menjadi pemain utama dalam series terbaru tahun ini. Jimmy tak mengira bahwa keputusan yang ia ambil hampir dua minggu yang lalu itu, masih berdampak hingga sekarang.

Ia pasti telah mengecewakan banyak pihak.

"Kedatanganku mengacaukan segalanya, ya?"

"Phi ...."

Jimmy berpindah dari sofa di sudut kamarnya menuju pinggir kasur tempat Tommy berbaring.

"Kenapa bangun, Phi? Ada yang sakit? Atau suara televisi mengganggu tidurmu?"

Tommy menggeleng. Ia mencoba duduk bersandar pada kepala ranjang dengan dibantu Jimmy sambil sedikit terbatuk-batuk.

"Jika aku tak datang menemuimu, kau tak akan kehilangan kesempatan itu, Jim. Kau tak akan membuang waktumu hanya untuk memenuhi segala keinginanku."

"Phi," Jimmy menggenggam lembut tangan Tommy. "Tidak ada hal lain yang penting, kecuali dirimu. Dan bila ada satu saja kesempatan untukku kembali padamu, maka aku akan mengambilnya. Bahkan jika aku harus merelakan semua yang kupunya saat ini."

Tommy kehilangan kata-kata.

Ya Tuhan, mengapa lelaki sebaik Jimmy harus mencintaiku? Atau setidaknya pernah mencintaiku. Tidakkah ia semestinya mendapatkan cinta yang lebih baik?

"Phi Tom istirahat lagi, ya?" Jimmy mengelus puncak kepala Tommy.

"Temani aku. Kumohon ...."

"Tidak perlu memohon seperti itu, Phi. Sini."

Tubuh Jimmy setengah berbaring di sisi Tommy. Tommy kemudian bergeser sedikit agar dapat bersandar pada dada Jimmy. Batuknya kembali menyerang.

"Phi?"

"Tak apa, Jim. Aku tak apa," jawab Tommy setelah batuknya mereda.

Tak lama setelah itu Tommy kembali terlelap. Meski terlihat damai, Jimmy masih bisa menangkap guratan-guratan yang terbentuk karena menahan rasa sakit di wajah Tommy. Jimmy mengecup dahi Tommy yang berkeringat.

Bisakah kami mendapatkan waktu lebih banyak lagi?

•••

Jimmy menyesap minuman beralkohol dari dalam gelasnya sedikit demi sedikit. Mencegah dirinya mabuk terlalu cepat. Padahal sudah tak terhitung berapa banyak cairan dari gelas tersebut yang sudah masuk ke dalam tubuh Jimmy.

"Jadi, Tommy sekarang ada di rumahmu?"

"Iya. Dia sedang tidur saat kutinggal ke mari." Jimmy menelungkupkan kepalanya di atas meja makan rumah Zee. "Keadaannya memburuk, Phi."

Sejak Jimmy menelepon Zee di hari itu, Jimmy sama sekali belum bertemu atau sekadar mengabari Zee perkara apa pun. Zee hanya tahu Tommy datang ke gedung JMK Studio, tetapi tak tahu bahwa Tommy-lah yang menjadi alasan Jimmy menghilang beberapa waktu dari dunia entertainment.

Jimmy telah menggunakan waktunya selama satu minggu lebih lima hari untuk menyelesaikan bucket list milik Tommy. Mereka melakukan perjalanan tiga negara dalam waktu sepuluh hari, dan dua harinya digunakan untuk menyelesaikan keinginan Tommy yang dapat dilakukan di negara sendiri seperti memancing, menaiki bianglala, dan lain-lain. Jimmy memutuskan untuk langsung membawa Tommy pulang ke Thailand saat Tommy mulai menunjukkan tanda-tanda tidak baik. Namun, Tommy bersikeras bahwa dirinya baik-baik saja dan menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Kemudian, di hari ke dua belas itulah Tommy mengalami penurunan kondisi tubuh yang signifikan. Ia nyaris tak sadarkan diri dengan darah mengalir dari hidungnya.

Ponsel Jimmy memang sengaja dinonaktifkan selama ia pergi bersama Tommy. Setelah Jimmy tahu berita tentang dirinya masih menjadi perbincangan hangat dan merebaknya opini penggemar terkait fotonya di London yang tersebar luas di media sosial, Jimmy akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Zee. Ia menceritakan segalanya. Tidak ada satu pun kejadian yang luput dari penjelasan Jimmy terhadap Zee.

Zee memilih mengganti minumannya menjadi soda kaleng. Ia harus berada dalam kesadaran penuh untuk mendengarkan setiap detail kata yang Jimmy ucapkan dan untuk berjaga-jaga jika Jimmy akan mabuk berat nantinya.

"Kenapa harus Phi Tommy? Kenapa?" Jimmy menenggak sekali lagi cairan di dalam gelasnya, lalu kembali menumpu kepalanya di atas lipatan tangan.

Zee hanya bisa mengusap-usap punggung Jimmy. Memberikan Jimmy ketenangan karena Zee tahu seberapa kacaunya ia saat ini.

Zee mengerti bagaimana perasaan Jimmy.

Di antara hubungan Jimmy dan Tommy, Zee adalah satu-satunya yang akan mengangkat tangan setinggi mungkin jika ada yang meminta seseorang untuk menjadi saksi. Zee mengetahui hampir seluruh perjalanan kisah cinta mereka, kecuali kondisi Tommy saat lelaki itu memutuskan untuk membuat jarak. Ia tak pernah mengira cerita cinta sahabatnya yang sudah dianggap seperti adik sendiri itu, akan mengalami kesulitan yang tak berkesudahan seperti ini.

"Aku sudah tak peduli dengan masa lalu, Phi. Aku sangat-sangat bersyukur Phi Tommy sekarang ada di sini bersamaku, tapi ...."

Jimmy menegakkan tubuhnya lalu menelan minumannya untuk yang kesekian kali.

"Aku pernah dan tahu rasanya kehilangan Phi Tom. Jika aku harus merasakannya lagi untuk yang kedua kalinya, aku—" air mata turun di balik jari-jari yang menutup wajah Jimmy. "Aku tak bisa, Phi."

Zee menarik Jimmy ke dalam pelukannya. Jimmy sedang rapuh, Zee tahu itu. Ingin sekali rasanya ia membantu tetapi Zee sadar tak banyak hal yang bisa dilakukan olehnya. Lagipula, Zee berpikir mereka sudah lebih dewasa sekarang. Mereka pasti bisa menyelesaikan masalah yang ada, meski salah satu dari mereka sepertinya memiliki cara tersendiri untuk menanggapi kata 'selesai'.

"Aku mau pulang, Phi. Takut Phi Tom terbangun dan mencariku." Jimmy melepas pelukannya dan mengusap wajahnya yang basah.

"Ayo, biar kuantar."

"Tidak perlu." Jimmy cegukan. "Aku bisa sendiri. Aku tak mabuk."

Bukan tidak, tapi hampir.

"Tidak, Jim—"

"Phi, serius. Kau tak perlu mengantarku."

Jimmy bangkit dan beranjak dari tempatnya berada. Ia meminta maaf pada Zee saat tak sengaja menabrak ujung meja membuat satu kerajinan tangan berbahan kaca jatuh ke lantai. Untungnya tak sampai pecah. Zee berdoa demi keselamatan Jimmy saat mobil lelaki tinggi itu perlahan mulai meninggalkan pekarangan rumahnya.

Ponsel Zee tiba-tiba berdering. Ia langsung mengangkatnya tanpa melihat nama atau nomor yang tertera di layar.

"Halo, krab."

•••

Jimmy berjalan sempoyongan dari depan rumah menuju kamarnya. Kepalanya terasa pusing tetapi fokusnya masih bisa dikendalikan. Sesampainya di kamar, Jimmy tersenyum lega saat mendapati Tommy masih tertidur nyenyak. Ia kemudian berjalan mendekat. Namun, Jimmy sudah tak kuat untuk menahan dirinya sendiri. Jimmy jatuh terduduk tepat di tepi kasur. Ia sempat melingkarkan satu tangannya di sekitar perut Tommy sebelum akhirnya terlelap tanpa sadar.

Tommy diam-diam membuka matanya. Ia mengusap rambut Jimmy dengan tatapan sendu.

"Maafkan aku, Jim."

••••

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang