Forever and Always

236 24 2
                                    

A year later.

"Hai, Jim."

"Um ... aku ..." Tommy tertawa canggung. "Aku tak tahu harus berkata apa."

"Nong Perth ada di sini. Dia sedang membantu ayah dan ibu berkemas; mereka akan tinggal bersama di Amerika. Jika kau bertanya mengapa, kau mungkin akan mengetahuinya nanti. Yah, mungkin."

"Sebelum keluargaku pergi, Perth akan membawaku ke suatu tempat. Aku ... aku tak tahu harus senang atau bagaimana. Aku tak tahu, Jim."

"Oh, iya! Aku lupa. Selamat atas kesuksesanmu ya, bayi besar. Astaga, aku bangga sekali bisa melihat wajahmu terpampang di mana-mana. Di televisi, di majalah, di postingan media sosial. Banyak sekali."

"Ingat tidak? Dulu setiap menjelang tidur, kau pasti berkata padaku 'Phi, bisa tidak ya aku menjadi aktor terkenal? Aktor yang berbakat. Aku ingin punya penggemar' atau setiap kali kita menonton bioskop, kau akan berkata 'suatu hari nanti, Phi bisa melihat aku dari layar sebesar ini'. Dan sekarang, lihatlah, semuanya telah menjadi kenyataan. Kau berhasil, Jim."

"Selain itu, kau juga ingin menulis dan menerbitkan buku, bukan? Kau bilang, kau ingin namamu ada di barisan nama para penulis-penulis terkenal. Ayo, Jim, kau pasti bisa! Nanti aku akan mengoleksi semua buku karyamu. Semangat!"

Tommy meneguk beberapa kali air minum dari dalam botol transparan yang ia ambil dari bawah lantai untuk meredakan batuk. Tommy sempat diam sejenak dan hanya memandang ke arah kamera dengan tatapan kosong.

"Jim," panggil Tommy. Jemarinya saling bertautan. "Tempat yang kumaksud di awal tadi ... maksudnya adalah gedung agensi milikmu. Iya, JMK Studio. Perth akan membawaku ke sana."

"Nong Perth bilang, aku harus mengambil kesempatan yang ada secepat mungkin. Dia benar. Aku bahkan tak bisa menebak berapa lama lagi aku ada di sini. Yang pasti, cepat atau lambat, aku akan segera pergi."

Kedua mata Tommy tampak berkaca-kaca.

"Jimmy Karn, aku tidak tahu apakah aku bisa menemuimu atau tidak. Aku tidak tahu kau masih mau bertemu denganku atau tidak. Begini saja, jika video ini sampai ke tanganmu, berarti kau tidak menolak kehadiranku. Jika kau menonton video ini, berarti kau telah mengetahui semua alasan dibalik menetapnya orang tuaku di Amerika, dan alasan mengapa aku mencoba bertemu denganmu."

Tommy menoleh ke sisi kanan. Arah suara ketukan pintu terdengar bergantian dengan seorang gadis memanggil namanya. Tommy meminta gadis itu untuk menunggu.

"Sebentar lagi aku akan berangkat menuju tempatmu. Aku ... merindukanmu, Jim. Sangat rindu. Kuharap kau akan menonton video ini, yang menandakan aku telah berhasil bertemu denganmu."

"Bye, bayi besar. Aku mencintaimu."

Jimmy menutup laptop di hadapannya lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Setahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi hatinya masih enggan untuk dibilang baik-baik saja.

Dua bulan setelah Tommy dimakamkan, Jimmy tak sengaja menemukan sebuah flashdisk di bawah laci tempat tidurnya. Jimmy pikir, itu miliknya. Namun, setelah ia membuka satu-satunya folder yang ada di dalam flashdisk tersebut, Jimmy tercengang saat wajah Tommy-lah yang muncul di layar monitor. Dalam satu tahun terakhir, sudah tak terhitung berapa kali Jimmy memutar video tersebut.

Tok. Tok.

"Jim, kau di dalam?"

Jimmy menyeka sudut matanya yang basah menggunakan selembar tisu, tetapi tak sampai merusak tatanan make up di wajahnya.

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang