For Long

351 48 2
                                    

Suara riuh dan kelap-kelip cahaya memenuhi Impact Arena, Muang Thong Thani sejak dua jam yang lalu. Ribuan orang berteriak memanggil satu nama yang di mana pemiliknya sedang mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua yang telah hadir di sana.

Jimmy Karn, seorang aktor berbakat pada malam itu sedang mengadakan acara untuk memperingati tiga tahun dirinya terjun ke dalam dunia akting. Iya, memang baru tiga tahun, tetapi popularitas Jimmy berkembang begitu pesat bahkan menyaingi para aktor-aktor senior. Semua orang di seluruh dunia pasti tahu siapa itu Jimmy. Bukan hanya karena paras rupawan dan tinggi badan yang nyaris membuat siapa pun iri, bakat dan talentanya juga turut membuat nama Jimmy semakin meluas.

"Sekali lagi terima kasih untuk kalian yang sudah hadir dan bergabung dalam acara malam ini. Terima kasih juga untuk para bintang tamu yang turut memeriahkan. Aku sayang kalian semua! Semoga kita bisa bertemu lagi dan jangan lupa, akan ada series terbaru yang pastinya akan sangat mengguncang dunia."

Teriakan pengunjung terdengar semakin keras kala Jimmy mengingatkan mereka soal series tersebut dan semakin menggila ketika Jimmy mulai pamit undur diri. Itu artinya, acara malam ini akan berakhir sebentar lagi.

"Selamat malam! Sampai jumpa! Aku sayang kalian!"

Jimmy terus mengatakan hal itu sambil melambaikan tangannya pada pengunjung yang kebanyakan mulai menangis. Sesekali ia melempar cium jauh untuk para penggemarnya sampai akhirnya Jimmy menghilang di balik panggung. Riuh teriakan di luar sana masih menggema. Jimmy memandang sekitaran belakang panggung dan menghela napas dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Kemudian, satu tepukan mendarat di bahu kiri Jimmy.

"Kerja yang bagus, Jim."

Senyum Jimmy semakin merekah.

"Terima kasih, Phi. Ini semua juga berkat kau."

"Oh, ayolah. Kesuksesanmu itu ya karena dirimu sendiri. Aku hanya membantu."

Jimmy tertawa ringan. Setelah itu ia melepas jas biru muda yang melekat di tubuhnya membuat Zee buru-buru mengambil alih jas tersebut. Jimmy menampilkan senyum tak enaknya karena bagaimanapun juga, dirinya jauh lebih muda dari Zee. Ditambah Zee adalah senior Jimmy saat di kampus dulu.

"Aku masih tak mengerti, Phi. Kenapa kau memilih untuk jadi asistenku? Bukannya masih banyak pekerjaan lain yang bisa kau ambil?" Jimmy bertanya sambil keduanya berjalan menuju kursi santai yang telah disediakan.

"Bukan menjadi asistennya yang kupilih." Zee menyodorkan satu botol air mineral pada Jimmy. "Tetapi kau."

"Aku?"

"Iya." Tubuh Zee sedikit condong seperti hendak membisikkan sesuatu. "Karena aku tahu kau sudah tak bisa memercayai siapa pun lagi."

Jimmy menjilat bibir bagian bawahnya. Zee benar. Jika bukan pada Zee ia menaruh segala kepentingannya, Jimmy berani bertaruh bahwa dirinya tak akan mungkin bisa sesukses ini. Zee-lah yang selama ini mengatur dan mengurus hidupnya sebagai aktor.

... juga sebagai manusia.

"Sudah, tidak usah dipikirkan terlalu jauh. Lebih baik sekarang kau beristirahat lalu—"

"Pergi ke kantor."

"Apa?"

"Pergi ke kantor."

"Aku mendengarnya, bodoh! Maksudku, kau serius? Apa kau tak merasa lelah?"

"Aku serius, Phi. Masalah lelah, ya memang aku lelah. Lagipula aku hanya ingin membicarakan beberapa hal saja di sana. Tak akan lama. Aku janji akan langsung pulang jika sudah selesai lalu beristirahat."

Zee tampak sedikit tak menyetujui, tetapi tetap mengiyakan permintaan Jimmy.

"Baiklah. Katakan padaku ketika kau siap untuk pergi."

•••

Jimmy awalnya merupakan aktor yang bernaung di bawah agensi lain. Setahun setelah menekuni pekerjaan tersebut, Jimmy kemudian membangun agensi sendiri bernama JMK Studio. Kehadiran JMK Studio menjadi salah satu bukti pencapaian Jimmy selain penghargaan-penghargaan yang telah ia raih. Meski begitu, Jimmy tetaplah Jimmy. Sikap rendah hati dan murah senyum masih melekat padanya, tak berubah oleh kondisi dan keadaan. Jimmy sendiri juga berharap kesuksesan tak akan mengubah siapa dirinya yang sebenarnya.

"Jadi, kegiatan syuting untuk series itu dimulai bulan depan?"

"Benar sekali. Besok aku akan menemui pihak produser untuk membicarakannya lebih lanjut," jawab seorang wanita muda berambut cokelat.

Bulan depan berarti tinggal menunggu beberapa hari lagi sejak hari ini, Jimmy berkata dalam hati.

Zee di sudut ruangan tiba-tiba bersuara, "astaga, Jim. Aku sudah membayangkan bagaimana hebatnya series ini nanti. Novelnya saja sudah menjadi best seller nomor satu di Thailand, dan digandrungi di banyak negara juga. Ditambah kau yang menjadi main role-nya, aku yakin kau bisa membuatnya menjadi semakin luar biasa."

Beberapa orang di ruangan itu bergumam menyetujui. Jimmy sendiri pun tak bisa memungkiri betapa bahagianya dia saat tahu dirinyalah yang terpilih untuk memerankan karakter utama. Ia sangat senang bisa berkontribusi dalam series tersebut.

"Semoga saja. Jangan menaruh ekspektasi terlalu tinggi."

"Tidak ada 'semoga saja'. Ini tuh pasti, Jimmy Karn."

"Ya, ya. Terserah kau saja, Phi."

Jimmy melempar satu buah jeruk yang langsung ditangkap oleh Zee. Bertepatan dengan masuknya seorang petugas keamanan dengan wajah gusar.

"Tuan Jimmy."

"Sekali lagi kubilang, panggil aku Jimmy saja atau aku akan menurunkan gajimu." Jimmy membenarkan posisi duduknya. "Baiklah, ada apa?"

Petugas keamanan itu mengangguk. "Ada seseorang di luar. Katanya ingin bertemu denganmu. Aku sudah mengatakannya untuk kembali esok hari jika dia benar-benar memiliki keperluan, tetapi dia tak mau mendengarkan. Kau pasti akan marah jika aku memperlakukannya dengan kasar. Maka dari itu aku datang ke sini untuk memberitahu."

Jimmy refleks melirik jam di pergelangan tangannya.

"Ini sudah hampir tengah malam. Siapakah orang itu? Apa mungkin penggemar?"

"Sepertinya bukan. Dia lelaki, bertubuh lebih kecil darimu, dan—" Sang petugas keamanan tampak sedang mengingat-ingat sesuatu. "—dia sempat berkata aku ingin bertemu dengan ... Jimmoi?"

Petugas keamanan itu memasang wajah khawatir, takut salah ucap. Berbanding terbalik dengan wajah Jimmy yang perlahan memucat. Tubuhnya pun kaku mendadak. Reaksi yang hampir sama terjadi juga pada Zee. Zee sampai tak bisa berekspresi padahal jeruk yang berada dalam mulutnya terasa asam.

Setelah disorientasi menyerangnya beberapa saat, Jimmy langsung berlari menuju luar gedung. Jantungnya berdegup kencang membuat Jimmy sempat memukul dadanya sekali demi menghilangkan sensasi tak mengenakkan itu.

Langkah Jimmy perlahan memelan saat kakinya mulai menginjak area lobi. Dari pintu kaca yang terbentang luas, Jimmy bisa melihat si lelaki kecil itu masih beradu argumen dengan dua petugas keamanan lainnya yang tampaknya sedang menahan diri untuk tidak menyeret lelaki tersebut menjauh dari kawasan JMK Studio.

Ketiganya masih belum menyadari kehadiran Jimmy di sekitar tempat mereka berada. Maka dari itu, Jimmy mengepalkan kedua tangannya erat-erat dan menarik napas.

"Biarkan dia bertemu denganku." Jimmy merasa seperti jantungnya berhenti berdetak. "Dan tolong tinggalkan kami berdua saja."

Kedua petugas keamanan tersebut langsung mengangguk patuh dan masuk ke dalam gedung. Benar-benar masuk sampai tak terlihat di sekitar lobi.

Jimmy yang sebelumnya menunduk pun memaksakan diri untuk mengangkat kepala. Kedua matanya memanas kala menatap mata milik lelaki di hadapannya.

"Hai, Jim."

Air mata lolos melewati pipi kiri Jimmy.

••••

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang