Keep Him

166 21 3
                                    

"Jim, buka pintunya."

"Kumohon. Kau harus makan."

"Jangan lakukan hal bodoh di dalam sana. Oke?"

Zee menjatuhkan dirinya di samping pintu kamar Jimmy dengan perasaan nyaris putus asa. Hari ini sudah memasuki hari keempat Jimmy mengurung diri sejak kembali dari acara pemakaman Tommy.

Masih sangat hangat diingatan Zee bagaimana malam itu berlalu dengan penuh kesedihan dan ketidakpercayaan. Zee menerima telepon dari Jimmy yang hanya menyebutkan nama sebuah rumah sakit tanpa memberi kejelasan sedikit pun. Dengan perasaan campur aduk, Zee lantas mendatangi lokasi dan menemukan Jimmy dalam kondisi sangat semrawut terduduk di lantai depan ruang gawat darurat. Belum sempat bertanya ada apa, dokter muncul dari dalam ruangan. Zee hanya bisa melebarkan matanya setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi sementara Jimmy lagi-lagi menangis.

Zee sudah melakukan berbagai cara supaya Jimmy mau keluar dari kamarnya. Selama empat hari itu pula Zee memutuskan tinggal di rumah Jimmy untuk memastikan sahabatnya baik-baik saja. Meski sebenarnya Zee sama sekali tidak mengetahui bagaimana kondisi Jimmy di dalam sana. Satu-satunya hal yang membuat Zee yakin bahwa Jimmy masih bernapas hanya petikan gitar yang setiap malam akan terdengar bersama isak tangis yang berusaha diredam.

"Jim, kau mendengarku?"

"Sampai kapan kau akan mengurung diri? Aku tahu kau sedih, aku bisa merasakannya. Namun, bukankah Tommy juga akan ikut sedih jika ia melihatmu seperti ini?"

"Kau pasti marah pada dirimu sendiri. Atau bahkan menyesal karena tak bisa memaksa Tommy agar mau dibawa ke rumah sakit sejak pertama kali kau tahu kondisinya. Tommy tak mau bertahan bukan karena ia ingin meninggalkanmu, Jim. Ia hanya tahu bagaimana dirinya akan berakhir. Itu alasannya mengapa Tommy masih sempat untuk menulis satu permintaan lagi, dan kau seharusnya bisa lebih tenang karena kau telah berhasil mewujudkannya."

"Kumohon, Karn. Keluarlah."

Jika Tommy memiliki nickname Jimmoi untuk Jimmy sebagai panggilan di saat-saat serius, maka Zee akan memanggil Jimmy dengan panggilan Karn sebagai bentuk permohonan terdalam darinya.

"Kau akan melakukan apa pun untuk Tommy, bukan? Ayo keluar. Berhentilah mengurung diri demi Tommy."

Lagi-lagi sama seperti sebelumnya, tidak ada tanggapan atau respon apa pun dari lawan bicara Zee.

Zee membenturkan kepala belakangnya pada dinding putih rumah Jimmy. Ia sudah kehabisan cara untuk membujuk lelaki bongsor itu. Zee sudah pernah mencoba mendobrak pintu kamar Jimmy, tetapi sepertinya Jimmy menahan pintu tersebut dengan sesuatu. Jendelanya pun ikut-ikutan tak bisa diakses karena selain diberi tralis, Jimmy juga menempatkan lemari atau meja atau apa pun itu yang membuat Zee tidak mendapatkan celah sedikit pun bahkan untuk mengintip keadaan di dalam.

Cklek.

Zee spontan menoleh saat mendengar suara kunci pintu yang diputar. Ia segera berdiri dan menunggu di depan kamar Jimmy dengan harap-harap cemas. Semenit kemudian, pintu akhirnya benar-benar terbuka. Zee bisa melihat kamar Jimmy yang gelap gulita tanpa cahaya meski Jimmy baru membuka sedikit pintu kamarnya.

Perlahan, Jimmy mulai menampakkan diri. Wajah pucat dan sembab dengan lingkar hitam yang tercetak jelas di sekitar mata, juga rambut yang teramat berantakan jadi suguhan pertama yang Zee dapatkan.

"Karn." Jimmy menarik kedua sudut bibirnya. "Dan ... apa pun untuk Phi Tom. Ya kan, Phi?"

"Jimmy!"

Zee berhasil menangkap Jimmy sebelum tubuh lelaki itu jatuh menabrak lantai.

Jimmy tak sadarkan diri.

•••

"Halo, krab?"

Nothing Else MattersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang