Bab 3 Tidak Terpikirkan

32 3 0
                                    

20 menit kemudian mobilku melaju dengan mulus menuju parkiran kantor. Dengan langkah cepat aku berjalan menuju ruang kerjaku. 10 menit lagi, klien penting tersebut datang ke kantor ini, paling tidak aku harus membaca ulang presentasi dan mempelajarinya sedikit lagi untuk me-refresh kembali, sebagai bekal jika ada berbagai macam pertanyaan yang mereka kurang paham. "Pagi bu..."Sapa Shana sekretarisku.

"Pagi Shan, bisa lihat presentasi untuk pertemuan pagi ini? waktunya tinggal beberapa menit lagi, paling tidak aku harus mempelajarinya kembali" jawabku sembari meletakkan tas di meja. Tanpa mengulang dua kali, Shana segera menyodorkan map berwarna hitam.

Sebenarnya pertemuan kali ini lebih ke kontrak perjanjian kerjasama, deal tidaknya kami bekerjasama dengan perusahaan asing di bidang kecantikan tersebut.

Berdasarkan informasi, perusahaan yang pusatnya terletak di negeri ginseng itu ingin membangun perusahaan cabang di Indonesia.

Belakangan ini memang negara korea menjadi kiblat bagi negara-negara lain termasuk Indonesia. Baik itu film, drama, musik, fashion, maupun makeup.

Mungkin perusahaan ini mencoba peruntungan dari trend yang ada, mengingat banyaknya minat wanita Indonesia akan makeup buatan korea yang flawles dan terkenal tidak berat tersebut.

Jika mereka berminat, mereka akan mempercayakan iklan produknya kepada perusahaan kami, jelas ini bisa membuka jalan nama perusahaan Dirgantara Advertising dikenal sampai kawasan Asia.

"Selamat pagi..." Sapa seorang perwakilan dari perusahaan kosmetik tersebut. Akupun menyambut jabatan tangan lelaki berkulit licin di hadapanku, lebih tepatnya lelaki berkulit putih mengkilat. Putihnya seputih porslen, berbadan tinggi, berambut lurus dengan tatanan klimis khas eksekutif muda. "Mari silahkan Pak..." Aku mempersilahkan lelaki tersebut duduk diikuti dua orang asistennya, laki-laki dan perempuan. "Mau minum apa?" tanyaku "Apa saja.." Jawabnya. Shana segera keluar untuk membawakan minum. Beberapa menit berlalu, sepertinya lelaki tersebut sedang berbicara dengan kedua asisten yang mengikutinya. Aku bisa menebak dia bukanlah pemilik perusahaan, hanya perwakilan, wajah memang korea, tapi aksen bahasanya terdengar Indonesia asli. "Bisa kita mulai meeting pada pagi hari ini?" tawarku dengan senyum termanis. "Ya tentu..maaf, saya harus mencari berkas terlebih dulu" jawab lelaki tersebut dengan tatapan ramah, setelah sibuk sendiri. " Oo oke, bagaimana pendapat Bapak mengenai proposal kami beberapa hari yang lalu?" Tanyaku dengan sedikit hati-hati. " Ya papa saya sudah membacanya dan sangat tertarik, itulah kenapa beliau meminta pertemuan pagi hari ini. Tapi berhubung beliau ada urusan lain yang sangat mendadak dan tidak dapat diwakilkan, saya ditugaskan untuk mewakili. Terus terang saya belum membaca sampai tuntas proposalnya, tapi saya percaya pilihan papa saya pasti tidak salah" Lelaki tersebut berbicara panjang lebar dan aku berusaha menghargai dengan terus memperhatikan setiap detail perkataannya. "Kami bersedia berkerjasama dengan perusahaan anda selama 1 tahun, asisten saya akan memberikan proposal beserta draft kontrak kerja dan iklan seperti apa yang kami inginkan, semoga perusahaan anda bisa mengerjakan sesuai harapan kami bahkan bisa jadi lebih dari ekspetasi kami." Lelaki tersebut berbicara penuh semangat. Sepertinya dia lupa tidak memperkenalkan namanya terlebih dahulu. Jika benar dia adalah anak dari pemilik perusahaan "away" kosmetik, pasti namanya tidak jauh-jauh dari kata "Djong" seperti ayahnya. Ah kenapa aku ini jadi melamun sendiri. Segera aku kembali pada fokusku. "Maaf dengan bapak siapa?" tanyaku supaya tidak terlihat bahwa aku baru saja melamun. "Ahhh...maaf saya sampai lupa memperkenalkan diri." Lelaki tersebut memegang dahinya dengan jemari kanannya. Tersenyum salah tingkah. "Perkenalkan nama saya Djong Young, putra dari Bapak Djong Jhun.." Lelaki tersebut mengulurkan tangannya kembali. "Raina..." Jawabku menyambut uluran tangannya. "Ooo Raina, nama yang bagus, entah kenapa saya tidak asing dengan nama tersebut." Lelaki itu seperti mengingat sesuatu. "Ahh sudahlah, Oke kalau begitu, saya harus pamit dulu, masalah tanda tangan kontrak dan lain-lainnya saya serahkan pada sekretaris saya, saya tergesa-gesa harus menemui ibu saya.." Pak Djong Young mulai beranjak dari tempat duduknya dan kusambut dengan anggukkan kepala, dan tatapan penuh tanya. Ahh sudahlah mungkin cuma pernyataan basa-basi. Shana mengantarkan mereka sampai lobi depan. "Yes, kontrak berhasil. " Desisku antusias dengan tangan mengepal. "Bapak Dika pasti bahagia" Lanjutku berbicara sendiri. Aku melirik ke arah ponselku, layarnya menyala, sebuah pesan singkat masuk. "Ada menu baru, siang ini boleh dicoba.." Aku tersenyum sendiri melihatnya. Hara-hara bisa kan dia menyuruh orang lain untuk mencicipi masakkannya? Dasar! Dia selalu mengatakan harus aku yang mencicipi makanannya. Aku tersenyum sendiri menatap layar ponsel. Hara adalah satu-satunya sahabat terdekatku, aku tidak punya banyak teman, karena pribadiku yang cukup introvert . Aku pertama kali bertemu Hara awal masuk perguruan tinggi. Pribadinya bertolak belakang denganku. Dia lelaki yang sangat ekstrovert, ceria dan terlalu santai. Terkadang aku merasa dia terlalu menggampangkan hidup, sebaliknya dia menyebutku terlalu serius menghadapi hidup. Dia selalu mengatakan hidup sudah rumit, jangan dibuat rumit. Enjoy saja. Ya dia memang tidak ada dalam posisiku, keluarganya sangat harmonis, anak tunggal dari kedua orang tua yang sangat menyayanginya. Keluarganya benar-benar hangat, aku beberapa kali bertemu mamanya, dan dia sangat ramah menyambutku, bahkan sering membuatkan bolu keju kesukaanku. Setelah lulus kuliah Hara memilih membuka usaha di bidang kuliner, lebih tepatnya sebuah kafe untuk tongkrongan para remaja, maupun eksekutif dewasa muda. Makanan di kafenya memang enak-enak, tidak salah karena Hara memang hobi dan pintar meramu makanan, bakat turunan dari mamanya. "Nanti sepulang kerja ya Har, makan siang aku ada janji." Balasku. Aku duduk di ruang kerjaku dan mulai membuka laptopku. "Shan, bisa kamu berikan proposal dan surat kontrak kerja yang diajukan Pak Djong Young?" Pintaku di percakapan telepon kantor. Beberapa menit kemudian Shana memasuki ruang kerjaku dan memberikan sebuah map besar berisi berkas yang kuminta. "Ini bu." Shana menyodorkan mapnya. "Makasih Shan" jawabku tersenyum. "Hari ini ada jadwal pertemuan lain?" tanyaku. "Sepertinya tidak ada bu" jawab Shana." Oo oke, maaf saya baru ingat, jika ada berkas-berkas yang harus saya tanda tangani hari ini, tolong siapkan di meja saya. Nanti setelah makan siang saya tidak kembali ke kantor." Ucapku menatap Shana. Shanapun mengangguk cepat dan segera berbalik, beberapa saat kemudian langsung membawa beberapa berkas yang butuh tanda tanganku. Jujur aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Pak Arya di jam makan siang, dan menceritakan semua yang aku ingat tadi pagi, semoga bekas luka di tangan Kak Nat bisa membantu Pak Arya menemukan jejak Kak Nat.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang