Semalaman aku merenungkan tentang tanggung jawab yang diberikan Papa Dika kepadaku, aku mulai menimbang-nimbang, dan tentu berdoa, meskipun masih saja ada setitik keraguan dan ketakutan tersendiri dalam diriku.
"Rain, kamu masih ingin bertemu mama kamu?" Tanya Kak Nat. Aku mengangguk mantap.
"Jangan menyerah, pikirkan terus, berdoa, dan berusaha sekuat tenaga, pasti bertemu Rain.." Lanjut Kak Nat antusias, berusaha memotivasiku.
"Hati kamu murni Rain, tidak seperti kakak, penuh kebencian.." Ucapnya lirih.
"Kak Nat benci siapa?" Tanyaku tidak mengerti, karena selama aku mengenalnya, dia sangat baik, tidak ada sikap penuh kebencian dalam dirinya.
"Kehidupan Rain, kakak tidak terima kenapa semua terjadi, kenapa dibuang? masuk panti asuhan, kurang kasih sayang. Ya, Kakak benci kehidupan, orang tua, bahkan mungkin Tuhan, karena kakak tidak paham dengan rencanaNya yang katanya indah itu. Jangan tiru kakak Rain, kamu harus tetap tulus, ikuti suara hatimu, mungkin saja Tuhan membisikkannya di situ. Hati kakak sudah ditutup oleh kebencian jadi sudah kebal." Jawabnya.Di satu sisi kata-kata Kak Nat sangat bijak, di sisi lain Kak Nat menyimpan kebencian yang begitu dalam. Ada dua sisi dalam hidupnya yang bertolak belakang. Peristiwa itu tiba-tiba terngiang di benakku, saat aku kesulitan mengambil keputusan apa yang harus aku ambil, dan saat aku sedang berusaha mendengar suara hatiku.
Memimpin dan memiliki perusahaan besar "Dirgantara Advertising" sungguh di luar pikiranku. Tapi semoga keputusanku tidak salah.
Aku harus mencobanya, apa salahnya aku menerima permintaan Papa Dika, aku harus yakin bahwa aku mampu.
"Semangat Rain.." Bisikku berbicara sendiri.
Mentari perlahan mulai menunjukkan kehangatan sinarnya, pukul 6 pagi aku terbangun. Jujur aku masih mengantuk, aku baru tidur 2 jam. Setelah memutuskan untuk menerima tawaran Papa Dika, aku mempelajari berkas-berkas yang kemarin malam diberikan Papa Dika kepadaku di ruang kerjanya. Aku mendadak semangat sampai lupa waktu.
Di ruang makan.
"Pagi ma,pa.." Sapaku ke mereka. Meskipun kepala sedikit berat dan mata rasanya ingin tertutup, aku harus tetap ngantor, masih banyak pekerjaan.
"Pagi Rain.." Jawab Mama Shinta.
"Pagi nak," Jawab Papa Dika Mereka menjawab hampir bersamaan. Aku segera mengambil posisi duduk dan menuang teh hijau hangat di cangkir.
"Semalam tidurmu nyenyak nak?" Papa Dika memperhatikanku. Aku hanya tersenyum, aku bukan pribadi yang pandai berbohong.
"Jangan terlalu dipikirkan, dijalankan saja nak.." Papa Dika seolah tahu yang ada di hatiku tanpa aku harus mengatakan.
"Nanti Pak Rinto bisa ke sana?" Tanya Papa Dika. Aku mengangguk. "Siangan ya pa,.." Jawabku.
"Pa, jangan tekan Rain dengan pekerjaan terus, biarkan dia menikmati sarapannya dulu, makan yang banyak Rain."Kali ini mama Shinta angkat bicara. 15 menit kemudian, akupun berpamitan untuk berangkat kerja setelah mencium kedua tangan mereka dan beranjak keluar menuju garasi mobil.Beberapa hari ini hujan tidak datang menghampiri, baguslah setidaknya rasa sesak di dadaku tidak sering muncul, entah bagaimana aku menghindari trauma itu, hujan deras selalu membuatku tak berdaya.
Mendadak aku teringat Pak Arya, beberapa hari ini sama sekali tidak ada kabar darinya, apakah timnya sudah tiba di Surabaya? Apa sudah ada kabar dari kerabat di Surabaya? Apa tante Mer masih ada di sana? Bagaimana dengan orang yang mirip Kak Nat?Apa sudah berhasil mendapatkan informasi?
Aku meraih ponselku dan mencoba menghubunginya, aku penasaran, meskipun aku tahu jika Pak Arya belum menghubungiku, berarti belum ada kabar pasti, tapi dengan menghubunginya setidaknya rasa penasaranku terjawab.
"Iya nona Rain," Suara Pak Arya terlihat tenang, di samping riuh bising di sekitarnya, yang juga terdengar olehku, sepertinya dia sedang berada di jalan.
"Bagaimana perkembangannya Pak sudah ke Surabaya?" Tanyaku.
"Iya nona, masih proses, saya belum bisa melaporkan, nanti kalau sudah lengkap, saya akan melaporkan ke nona Rain, sabar ya.." Jawab Pak Arya. Aku menghela napas, mungkin memang benar aku tergesa-gesa menanyakannya.
"Soal Kak Nat?" Tanyaku lagi. Pak Arya diam beberapa saat.
"Pak?" Aku menyebut namanya, aneh kenapa Pak Arya tiba-tiba diam.
"Ehh sebentar yaa non, nanti pasti saya kabari.. Maaf yaa non" Pak Arya langsung menutup pembicaraan kami di telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionRaina Virgi Anastasya, dipanggil Rain. Seorang wanita yang mengalami trauma psikis terhadap hujan, setelah mengalami peristiwa menyesakkan bertepatan dengan hujan tiba. Pertama adalah peristiwa mamanya yang meninggalkannya di rumah kontrakkan ketika...