Bab 4 Keluarga

14 2 0
                                    

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi kemudian menguranginya perlahan, entah kenapa aku tidak nyaman dengan pertanyaan Hara.

Hari masih sore, langit nampak indah berwarna jingga. Cuaca sangat cerah hari ini. Padahal kemaren hujan deras bersautan, sekarang sudah cerah berawan terang.

Ya begitulah cuaca sekarang, tidak bisa ditebak sebentar hujan deras sebentar panas terik.

Seperti itu juga kehidupan manusia kadang tertawa, kadang sedih, kadang menangis, kadang kecewa dan putus asa, tidak jauh beda dengan musim yang silih berganti menunggu giliran, seperti mainan bianglala berputar kadang di bawah dan kadang di atas. Apakah ini ada hubungannya dengan bumi yang terus berputar pada porosnya, atau bumi yang terus berputar mengitari matahari, sumber kehidupan? Ah ngelantur sekali aku ini.

Aku melihat sekeliling jalanan, mendadak ingin membelikan bunga mawar putih dan lily putih untuk Bu Shinta. Kedua bunga itu adalah bunga favoritnya, dia pasti senang. Paling tidak aku bisa membuatnya merasa disayang dan diperhatikan, karena aku tidak pandai mengutarakan rasa sayang lewat kata-kata.

Segera aku mampir ke florist terdekat dan membeli dua buket bunga mawar putih dan lily putih. Bu Shinta sangat menyukai bunga, dia senang diperlakukan romantis, setiap hari Pak Dika memberikan sebatang mawar putih dengan kartu ucapan ungkapan sayang yang singkat dan beragam. Sungguh aku baru melihat sepasang suami istri yang saling menyanyangi satu sama lain, bahkan mungkin orang yang tidak menyukainya, menganggap sedikit berlebihan. Tapi itulah ungkapan sayang mereka yang tulus dan tidak terkesan dibuat-buat. Mungkin itulah salah satu penyebab rumah tangga mereka harmonis sampai saat ini, meskipun Tuhan tidak mengaruniakan buah hati di kehidupan mereka berdua.

Setelah dari florist, aku mampir ke mall, mencari swalayan terdekat, mampir ke butik langganan membeli beberapa potong baju kerja, setelah itu segera pulang.

Aku tidak seperti wanita-wanita dewasa pada umumnya yang suka nongkrong di kafe, betah nge mall seharian, atau perawatan berjam-jam. Tiap kali ke pusat perbelanjaan, aku langsung menuju tempat yang ingin kudatangi, memilih barang yang harus kubeli beberapa menit, kemudian pulang.

Ke kafe ataupun restoran jika ada urusan dengan klien, selebihnya aku memilih makan di rumah, ke salon hanya untuk potong rambut atau creambath itupun jarang, karena aku tidak suka lama-lama di satu tempat dan melakukan kegiatan yang monoton.

"Romantis sekali..." Ujarku setelah sampai dirumah, melihat Bu Shinta menyuapi Pak Dika sesendok puding. Akupun tersenyum dan menghampiri mereka, mencium kedua tangan mereka dan memberikan dua buket bunga mawar dan lily.

"Wahhh cantik sekali, terima kasih Rain..." Ucap Bu Shinta dengan wajah berseri, langsung memelukku dan mencium pipiku.

"Hmm...kalau istriku tercantik ini dapat bunga, berarti ada yang akan membuatkan singkong keju sepertinya..." Pak Dika tersenyum dan melirik ke arahku.

Pak Dika sangat menyukai makanan yang diolah dari singkong. Jadi seminggu sekali aku mengolah singkong untuknya. Entah itu hanya di goreng, dikukus, dijadikan keripik, direbus dan diolesi keju meleleh, apapun olahannya Pak Dika pasti suka tidak akan menolak.
"Tentu.." Jawabku tersenyum mantab.
"Saya mandi dulu yaa Pak, Bu.." Pamitku, sekalian menaruh beberapa bahan makanan ke dapur, disambut anggukan dari keduanya.

Sampai di dapur.

"Mbak Ina, ini saya baru saja belanja, saya taruh meja yaa.." Aku meletakkan sekantong besar barang belanjaan. Mbak Ina menghampiriku "Beres Non, wah mau bikin olahan singkong lagi non?" Tanya Mbak Ina.

Aku tersenyum dan mengangguk. "Aneh yaa, orang di desa mah bosen Non makan singkong, ini Pak Dika malah demen..hehe.." Ujar Mbak Ina cengengesan.

"Saya mandi dulu mbak, bantu cuci singkong dan rebus saja yaa, Pak Dika ingin singkong keju, tapi kita harus mengolahnya berbeda, supaya Pak Dika suka" akupun segera berbalik menuju kamar. Mbak Ina mengangguk sumringah.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang