💮27]. Pesta? 💮

32 25 6
                                    

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Update•°•°•°•°•°
Budayakan vote belum baca^^
Happy reading•°•°•°•°

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Anita memasukkan seluruh alat tulisnya ke dalam ransel sekolah miliknya. Matanya kadang menatap kearah jendela--menunjukkan langit yang berwarna gelap.

"Ehh, pulpen gu---" Gilang menatap jengkel ke Anita, setelah gadis itu tak menyadari telah memasukkan pulpen milik Gilang ke dalam ranselnya.

Merasa seluruh barangnya sudah masuk ke dalam ransel sekolahnya, Anita langsung beranjak dari tempat duduknya, tak menghiraukan Gilang yang memanggil namanya.

Anita berlari keluar kelas. Biasanya ia akan menunggu sekolah kosong dulu, baru ia akan berlalu pulang. Tapi ini keburu hujan, ia tidak ingin basah-basahan.

"Sebelum hujan yang menyebalkan itu datang. Dan membuat seluruh pakaian gue basah, gue harus sampai dirumah. Secepatnya." Gerutunya di sela-sela larinya.

Anita mendongkakkan kepala menatap langit yang semakin gelap. Dan mengumpat sekali lagi dengan langkah kaki yang semakin melebar, menuruni setiap anak tangga dan tak menghiraukan seluruh umpatan jengkel orang-orang disekelilingnya-setelah Anita mendorong kasar mereka yang menghalangi jalannya.

Seperti biasa Anita tak akan pergi ke ruang parkir seperti yang lainnya, ia akan berjalan ke belakang sekolah. Bertemu hutan, yang selalu menjadi penghubung antara ia dan sekolah favorit, pancasila.

Belum sempat berbelok arah menuju lorong yang akan menghubungkannya dengan pintu belakang sekolah, Farel langsung menahan pergelangan tangan Anita dengan cepat.

Anita menghentikkan langkah dan menoleh kebelakang dengan kesal sambil menyorotkan mata tajam  ke wajah Farel.

"Lepas!" Anita menyentakkan tangannya kasar, membuat pegangan Farel dipergelangan tangannya terlepas.

Merasa sudah bebas Anita langsung membalikkan badan membelakangi Farel, hendak melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Lo mau kemana?" Tanya Farel, bingung. Arah parkiran berbeda dengan arah langkah kaki Anita saat ini.

Anita menoleh cepat, ia lupa jika tidak boleh ada curiga dengannya. Jika Farel mengikutinya dan mulai merasa curiga, bisa-bisa penyamaran Anita akan diketahui olehnya. Dan jika Farel tahu mengenai jati dirinya, tak menutup kemungkinan Fano juga akan mengetahuinya.

Anita menggeleng, menjauhkan pikiran buruk dari otaknya. Lalu membalikkan badan menatap Farel.
"Emm... toilet," katanya sedikit ragu.

"Toilet?" Farel mengulang kata toilet dengan alis terangkat sebelah.

"Heh, iyah," Anita menjawab sambil merapikan poninya yang berantakan. "Gue kebelet banget tadi. Sekarang aja masih mules nih. Aduh, sakit banget." Anita memegang perutnya sambil memasang wajah kawatir. Anita memutar tubuhnya segera, menjauh dari Farel, sebelum Farel menaruh curiga padanya. "Gue diluan yah, gu---" Anita menghentikan langkahnya kala mendengar kalimat Farel selanjutnya.

"Itu kan bukan arah toilet," komentar Farel.

Anita yang baru beberapa langkah menjauh, langsung membalikkan badannya segera. Dengan senyuman paksaan ia langsung meneput jidatnya, pura-pura lupa.

"Astaga. Gue kebelet banget, sampai lupa arah toilet," bohongnya.

Anita rasanya ingin melempar wajah Farel dengan sepatu miliknya, menyuruhnya menyingkir dan tidak perlu sok care dengannya. Jika saja ia tidak mengingat sosok lelaki tampan itu sahabat Fano, sudah pasti sepatu miliknya terpampang indah di wajah menyebalkannya.

Lo Milik GueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang