If The Worlds Was Ending -
JP Saxe ft. Julia Michaels
Mendung.Gerimis pun satu-satu turun.
Kemudian mulai besar.
Bobby sedang menikmati waktunya.
Waktu sendirinya. Satu tahun ini sudah. Dan tanpa June, kekasihnya.
Hal biasa, hanya salah paham, dan lalu mereka memilih untuk berpisah.
Hanya sejenak, Bobby masih berpikir ini seperti perpisahan mereka kemarin-kemarin, dan June akan kembali kepadanya.
Rindunya.
Bukan dalam artian vulgar, karena bagaimana pun, hatinya memang sudah ditawan oleh laki-laki manis itu.
Mereka bahkan belum pernah berjauhan lebih dari 24 jam.
June selalu ada untuknya, begitu pun dirinya untuk laki-laki itu.
"You'll always like rain, don't you?"
"Yeah, i do. And of course, with you too."
Bobby memejamkan matanya.
Ia menolak untuk melabeli itu sebagai kenangannya bersama dengan June, karena sekali lagi ini hanya sejenak.
Ia kemudian sedikit tersentak. Bagaimana kalau June berpikir ini selamanya? Bagaimana kalau laki-laki itu ternyata sudah mendapatkan penggantinya tanpa ia tahu?
Tidak ada gunanya rasanya untuk sedikit-sedikit berburuk sangka, walau memang itu rasanya yang mendominasi perasaannya sekarang.
Maka, Bobby lebih memilih mengalihkan pikirannya. Ia semakin dalam merasakan angin sepoi-sepoi dan lalu menyadari bahwa cuaca semakin tak menentu dan terasa lebih menakutkan. Ia kemudian mengeraskan volume radio mobilnya, mendengar laporan cuaca yang semakin buruk, dan memiliki kemungkinan banjir di sejumlah daerah dan juga gempa bumi.Dan lagi-lagi, yang terlintas di kepalanya adalah June. Bagaimana kalau benar saja cuaca semakin lebih buruk daripada ini? June bisa saja sedang diluar bersama teman-temannya, dan bukan di tempat yang aman?
Bagaimana kalau ternyata laki-laki itu malah sedang seorang diri?
"Gue suka ujan, Bob, tapi enggak suka banjir."
"Karena lo enggak bisa berenang?"
"Bukan. Tapi karena ternyata sesuatu yang berlebihan itu enggak baik."
"Misalnya?"
"Isn't that too much for you? My jealousy? Curiousity?"
"Tiba-tiba banget bahas ini? Tadi perasaan kita lagi bahas ujan, deh."
June menaikkan kedua bahunya memberikan gestur tidak peduli dan mari-kita-bahas-soal-ini-sekarang.
"Gue enggak keberatan sama sekali."
Bobby bisa bilang kalau ia tidak keberatan. Walau setelah itu kenyataannya adalah, mereka berpisah karena June benar-benar tidak bisa menjaga pikirannya yang selalu saja curiga kepada dirinya.
It's been a year.
A year and i just missed you a lot now.
BLARRR!!!
Bobby tersentak mendengar suara gemuruh menakutkan yang berasal dari langit. Ia meraba dadanya, dan yang pertama kali ia pikirkan setelahnya masih saja June.
Lo baik-baik aja, kan, Jun?
"Peluk gue, Bob, nakutin banget suaranya, enggak suka."
Bobby lalu merogoh saku celananya, menekan layarnya beberapa kali dan lalu nama June memenuhi permukaan benda pipih itu sedetik kemudian.
Jari-jemarinya kaku.
Mungkin sebenarnya takut.
Takut kalau panggilannya bukan yang June harapkan dalam cuaca yang seperti ini.
"Jangan lepasin, please. Kalau beneran banjir sama gempa gimana? Gue sendirian nanti, enggak mau!"
Bobby memejamkan matanya sekali lagi.
Dengan ibu jarinya yang sudah bersiap-siap menekan icon hijau untuk memanggil.
Ayo, Bob, tinggal telepon lalu tanya bagaimana kabarnya, lalu selesai!
Bobby kembali menghela napas beratnya untuk kesekian kalinya hari ini.
"Nanti kalau beneran gempa, terus lo enggak ada, gue gimana ya, Bob?"
"Ya gue datang, dong, nginep. Gila aja kali kalau enggak nginep!"
"Otak lo!"
"Hahahaha, bercanda!"
"Gue bakalan datang, sejauh apapun, mau kita lagi berantem juga gue datang. Palingan lo manyun. Tapi abis itu pasti lo peluk gue, karena lo ketakutan, terus kita baikan, deh!"
"Janji nih, ya?"
Bobby lagi-lagi meraba dadanya.
Janji. Gue Janji.
Lalu, tanpa terdistraksi apapun lagi, ia kemudian benar-benar membuat panggilan dengan June. Dengan jantungnya yang benar-benar berdebar. Dengan sesedikit mungkin pikiran jelek takut ditolak mentah-mentah.
'Bob?'
"Jun, gue—" ia mencoba berbicara dengan tenang, walau degup jantungnya seperti tidak tahu situasi.
'Gue mau nagih janji lo.'
"Hah?"
'Ujan gede banget, suara gemuruhnya kencang banget, gue takut banjir, takut semuanya. Lo pernah janji mau nemenin gue!'
"Jun—"
'Cepetan!'
"Iya gue datang, sebentar lagi gue sampai. Enggak keberatan kan buat nunggu gue?"
June belum menjawab, lalu beberapa menit kemudian ia menjawab, 'gue tunggu.'
Bobby menarik kedua sudut bibirnya kini.
"Kali ini, apapun, kita hadapi bareng-bareng ya, Jun. Apapun. Mau gimana pun."
'I miss you, you know.'
I know, June. I know.
*
*
*
*
*
*
*💙💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Story About 💜💙 - Oneshoot
FanficTerinspirasi dari kejadian disekeliling mereka, tentu dibumbui dengan imajinasi Author sendiri. Disclaimer: 🔞 BXB Yaoi Boyslove Fluff A lil bit harsh words Yang enggak suka, jangan dibaca ya.