Part 4.

4 2 0
                                    




Saat berjalan pelan menyusuri trotoar pinggiran jalan raya sambil menyebrang jalan ia mengamati sekitar. Meski toko-toko banyak yang sudah buka namun jalanan masih lenggang di pagi hari ini. Ia pun mulai bertanya-tanya bagaimana kehidupan nya setelah ini nanti. Mila mengamati kendaraan umum satu persatu sambil menanti Bus yang akan ia naiki tiba. Mila melirik jam yang tertera di layar ponselnya ia rasa masih memiliki waktu untuk tidur sebentar. Namun, mata nya teralihkan oleh kedai kopi disebrang halte yang sering di lalui nya, banyak orang-orang yang menikmati hari nya dengan segelas kopi, terbesit dalam fikirian gadis itu apakah ia bisa hidup dengan santai seperti orang-orang yang menikmati kopi nya di pagi hari dengan aroma yang menenangkan kemudian sibuk memikirkan pekerjannya, bukan seperti dirinya entah sibuk memikirkan apa. Ia merasakan embusan angin saat mengarahkan pandangannya kembali ke jalan raya sebelum ia memejamkan matanya.

Tiba disekolah barunya ini ia seperti kehilangan minat sama sekali. Setelah ia memiliki urusan dengan Keno, gadis itu tidak bisa memusatkan perhatiannya pada pelajarannya, sama seperti beberapa hari sebelumnya, ia hanya duduk saja, setengah melamun, menulis di kertas apa yang menurut nya harus di tulis, kemudian menghitung menit-menit sampai akhirnya sekolah usai dan jauh dari jangkauan Keno.

Deru keras knalpot  motor yang begitu kencang dan memekakan telinga para siswa dan siswi SMA Bangsa pagi ini, berhasil membuat riuh seluruh siswi yang menantikan kedatangan anak lelaki itu. Lelaki itu pun menghentikan laju motornya di tempat yang bukan tempatnya, dan membuka hlem yang menutup seluruh wajahnya, kemudian menyugarkan rambut hitam legamnya kebelakang, teriakan dan sorak dari hampir suara dominan perempuan itu berhasil mebuat Keno kesal. Pasal nya lelaki itu datang lagi ucap salah satu murid SMA Bangsa yang ia tangkap ketilinga nya pagi ini.

"Doi balik Ken" Keno yang jelas tidak suka dengan kabar itu pun ia langsung menendang salah satu bangku yang dekat dengan jangkauan nya.

"Cabut" Ucapnya berjalan santai.di ikuti oleh kedua temannya menuju lapangan tempat dimana pencari kegaduhan tiba.

                Mila berdiri dikerumunan para gadis-gadis yang sedang menikmati pemandangan pagi ini.

Banyak desas-desus yang ia dengar bahwa pujaan hati mereka telah kembali. Merasa bingung dan Mila tidak mengerti ia pun pergi meninggalkan kerumunan itu, namun langkahnya terhenti ketika ada seseorang yang sedang membicarakan lelaki yang memarkirkan motornya di lapangan upcara itu kembali dan telah usai dari hukumannya nya. "Kalo gue jadi die, gue udah cabut. Males lagi mau sekolah"

"Asli, gue juga malu coy, gara-gara cewek, mau matiin anak orang. Sok iye kan" lalu beberapa orang lagi saling sahut-menyahut "Lagian gak mungkin die bakal di keluarin,nih kepala sekolah kan disini TOLOL!!!" Ucapnya kasar. Mila memilih pergi dan tidak mau lagi meneruskan menguping nya, sepanjang perjalanan menuju kelas nya Mla mendengarkan gumaman percakapan lagi "Terus nasib David gimana tuh"

"Katanya sih masih di rawat tulang nya patah, ngeri kan"

"Gara-gara si Jasmine nih, sial!"

"Udah ah cabut"

Gadis itu pun kembali melangkahkan kakinya menuju tempat duduknya, tepat sperti yang ia perkirakan selama perjalanan apa yang ia lihat telah membuatnya begitu lesu. Kini isi meja nya penuh dengan sampah.ia pun hanya kembali diam dan tetap tidak akan melawan. Sementara ia selalu berharap jika ia tidak melawan maka lelaki itu akan berhenti dengan sendiri nya. Dengan sabar ia pun berjalan dan membersihkan meja nya dari sampah yang diberikan oleh Keno sebagai hadiah."Maaf"

"Hati-hati" Ucap seorang bernama Agam yang terpampang di nametag seragam sekolahnya yang ia ketahui teman satu kelasnya, ia pun berjalan terus tanpa melihat ke arah Mila. Sena teman sebangku Mila tidak perduli apa yang telah terjadi pada gadis itu, apa pun itu. Melihat hal itu ia langsung duduk di bangku nya dan segera membuka buku pelajaran nya acuh. Mila tersenyum menarik napas. Memindahkan isi didalam tas nya ke meja. Mencoba dengan tenang menerima bahwa dirinya tidak akan pernah diterima dimanapun. Sebuah keputusan yang pahit dan sulit, tapi ia tetap memtuskan untuk mengambilnya. Kesadaran bahwa kehidupannya tidak akan pernah sama dan kembali lagi seperti dulu. Bahwa ia sekarang menjadi anak yang tega membiarkan ibu nya dirawat di rumah sakit jiwa untuk melakukan rehabilitas dan pengobatan dalam jangka waktu panjang, ditingalkan ayah yang ia cintai selamanya, tidak di anggap lagi oleh keluarga dan saudaranya, tidak pernah tau kabar Andra kakaknya. Dan mungkin harus mendengarkan hatinya selalu berucap bahwa ia anak yang tidak tau diri dan durhaka pada ibunya, keputusan itu ia ambil tadi malam ketika pihak rumah sakit menghubungi nya bahwa ibunya semakin tidak bisa di kontrol, maka pihak rumah sakit merujuk agar di rehab ke Rumah sakit Jiwa.

Last Words Gift🥀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang