Keesokan harinya, Mila nyatanya sama sekali tidak bicara apa pun, dari ia pergi kesekolah, dijalan, maupun di dalam kelasnya sendiri, yang bisa ia lakukan hanya diam,diam,dan diam. Beberapa kali Mila di tegur oleh gurunya saat tiba-tiba ia melamun di dalam kelas, namun lagi-lagi Gadis itu hanya diam. Mila masih teringat tentang kejadian semalam, sehingga Gian mencoba berusaha mengajak nya bicara, namun Gadis itu lebih memilih mengacuhkan, tampak raut kasihan pada diri Agam, ketika diam-diam lelaki itu memperhatikan Mila. "Ge, semalem lo anter dia sampe rumah kan?" kata Agam berbisik. Kemudian Gadis itu tidak bisa lagi menahan kecemasan dan ketakutannya, bayangan sekelebat tentang kejadian semalam terputar berulang-ulang, bagaimana ia di permalukan dan diperlakukan seperti bukan seorang manusia.
Mila menarik naps panjang. Tiba-tiba peluhnya semakin deras, wajah nya seketika memucat, Sena yang tidak sengaja menoleh kearah Mila, ia pun memandagi nya aneh. "Mila..Mila...kamu sakit nak?" Butuh ke UKS?" tegur Bu Rani, guru Bahasa Indonesia, yang tiba-tiba menghentikan pelajaran nya sebentar, karena menyadari ada yang tidak beres pada gadis itu. Dan pada akhirnya ia menyerah, Mila bangkit menghampiri Bu Rani untuk meminta izin pergi ke UKS.
Jam yang ditunggu-tunggu Keno akhirnya tiba. Lelaki itu sudah bersiap meninggalkan kelasnya, entah apa yang membuatnya begitu ingin cepat-cepat keluar. Anak-anak yang berdiri berhamburan di koridor pun menjadi sasaran tabrak buru-burunya, bahkan Ivan pun tak ia hiraukan lagi keberadaannya. Keno meremas-remas tangannya, mengepal,basah dan begitu cemas. Tubuh nya kini sudah berdiri di depan pintu yang bertuliskan UKS. Ketika ia berhasil membuka pintu tersebut, kemudian meneliti setiap inci ruangan mencari Mila, namun Gadis itu tidak disana.
"Ngapain lo disini hah?" tiba-tiba terdengar suara yang begitu membuat Keno semakin jengkel. Rahang kedua nya semakin mengeras, tangannya saling mengepal. Keduanya terdiam tanpa suara mengumpulkan emosi nya masing-masing.Keno memperbaiki posisi berdirinya. Lebih tegap, dengan wajah terangkat sepantasnya ketika ia berhadapan dengan lawannya."Kenapa? apa ada larangan untuk Gue datang ke UKS Hah...! Suara Keno terdengar tampa emosi yang ujunya menuyulut perkelahian,"Lo gak usah ikut campur urusan gue ge, jagaian satu cewek aja lo gak bener, jangan sok-sok an mau bantuin orang macem dia" sekuat tenaga Gian menahan emosinya agar tidak terjadi baku hantam kesekian kali nya. Tanpa menunggu jawaban dari Gian, setelah itu ia pun pergi, namun. masih sibuk dengan mengedarkan pandangannya mencari kesana kemari. Gian beranjak pergi dari ruangan yang sudah kosong itu, menyadari ucapan yang keluar dari mulut Keno dan menyadari bahwa Mila tidak ada di tempat.
Gian melangkahkan kakinya kearah taman mencari Mila, mungkin gadis itu ada disana batin nya., tapi saat ia tiba,taman terlihat sepi, bahkan tempat biasa yang digunakan Mila bersembunyi pun ia tidak ada.
Sepanjang waktu mencari Mila tidak juga ditemukan, Gian melihat Nadien keluar dari ruangan ekskul cheers masih dengan rok mininya dan di balut sweater wajahnya Nampak terlihat pucat, Gian menghampirinya dengan senyum yang tak ernah ia berikan pada sipapun kecuali kekasihnya dan Nadien, perempuan yang pernah ia sukai, "Lo kenapa Nad?" Nadien menggeleng, sambil tersenyum ia tampak enggak bicara. Padahal biasanya, gadis itu selalu ceria, cerewet dan menawan, dan Gian akui itu sangat menghiburnya. Bukannya menjawab namun Nadien memeluk erat tubuh tinggi Gian dengan erat. Wajah Nadien seketika berubah menjadi seperti yang tak Gian kenal. "Nad, ada apa?" Refleks Gian melepaskan pelukannya kemudian menarik bahunya, namun gadis itu memekik kesakitan, ia pun mundur bukan bermaksud untuk menyakitinya. "Bukan apa-apa, gue sedikit demam" Gian melangkah kini tepat dihadapannya, lelaki itu kemudian menatap matanya lekat, Nadien memalingkan wajahnya "Bahu lo kenapa?" tanyanya. "Jatoh pas latihan" ucap nya namun gelagat nya sperti yang tidak nyaman. "Biar gue liat!" bentaknya, membuat Nadien terjengkit kaget. Mendengar ini Nadien jadi teringat saat mereka masih akrab, saat Gian mengejar-ngejar nya untuk mengatakan bahwa ia menyukainya, seakan ingatan itu muncul lagi kepermukaan, Tapi wajah itu terlihat murung dan air mata pun sebentar lagi akan turun. Perlahan Gian menyingkap sedikit lengan Sweaternya, kemudian menampilkan seragam Cheers yang masih melekat dibalik Sweaternya itu, setelah terbuka, namun lelaki itu malah terpengarah kedua alis nya mengerut, memang ada yang tidak beres dengan Nadien sejak dari jauh ia melihat wajahnya. Reaksi daro Gian membuat Nadien tidak nyaman."Udah kan, kalo gitu gue jalan dulu ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Words Gift🥀
Teen Fiction"Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal, pergi dan melepaskanmu." - Mila