⛧⛧⛧
"Yeon, disini," panggilku. Gadis bermarga Park yang sempat terlihat kebingungan menengok ke arahku ketika mata kami bertemu. Entah kenapa Siyeon tiba-tiba mengajak aku untuk bicara di kafe kecil ini, apa dia ingin mengucap selamat atas kejatuhanku?
"Hai, udah lama nunggu?" kugelengkan kepalaku untuk menjawabnya. Jujur aku masih merasa tidak nyaman jika harus bertemu dengan anak dari sekolah lamaku, siapapun itu, rasanya aku ingin pulang setelah menculik ibuku dari ruang sidang.
"Ada perlu apa ngajak ketemuan?"
Gadis itu menarik nafas, ia menegakkan badannya dan menatap aku lurus di mata. Aku sedang menopang daguku dengan malas ketika gadis itu angkat bicara, "Dongju, gue minta maaf ya, _for all these things that I've done._ gue ga nyangka kalo bakal sekacau ini. maaf ya."
Hampir saja kepalaku terbentur kaca ketika ia berucap demikian. Aku tak percaya akan apa yang barusan ia katakan, tapi aku menemukan penyesalan dalam tatapannya.
"Ngga, emang gue yang salah. Lagipula berkat lo gue bisa lepas dari belenggu bokap," kujawab dia sembari menggambarkan senyum tipis. Canggung. Bukankah seharusnya aku juga meminta maaf?
"Lo masih kontakan sama Pak Kim?" tanyaku usai menyesap kopiku. Entahlah, akhir-akhir ini isi benakku hanya dipenuhi pria itu, aku harap dia baik-baik saja. Aku takut dia menyimpan dendam, aku takut dia jatuh terlalu dalam.
Gadis itu menggeleng, seketika harapanku hilang dan semangatku sirna. "Gue hubungin Pak Kim terakhir cuma buat minta maaf di hari lo keluar dari sekolah."
⛧⛧⛧
Satu jam berlalu, aku senang suasana canggung yang mengerubungi meja kami telah hilang. Kami berdua berbagi cerita, sesekali menyelipkan kata maaf dan bahkan tertawa. Jujur, sudah lama aku tidak tertawa setelah sidang perceraian orangtuaku yang pertama.
Sayangnya Siyeon punya janji lain, jadi kami harus berpisah untuk saat ini. "Gue pergi dulu ya, kita temen kan sekarang? see you."
Setelah mendapat notifikasi dari ibuku bahwa sidangnya resmi usai dan ia telah terbebas, kubayar pesanan kopi dan roti yang aku habiskan tadi. Kulangkahkan kakiku ke luar kafe tepat setelah melihat mobil ibuku memasuki area parkir.
"Jadi gimana, mum?"
"Pengacara papamu payah," sebelum melepas tawa. Aku membalasnya dengan tawa kecil, sungguh lega rasanya melihat ibu tertawa, sudah lama aku tidak mendengar suaranya ketika bahagia.
"Trus, kita jadinya pindah ke mana?"
"Pindah? Sweetie, selama ini rumah itu punya mama," jawab ibu setelah menancap gas dan melajukan mobil ke luar area kafe. "Jangan lupa seatbelt."
⛧⛧⛧
Selama perjalanan pulang, kami berbincang mengenai aku yang akan pindah ke sekolah baru, dan soal guru bimbel pribadi yang akan dipekerjakan ibuku. Tapi ada satu hal yang terus mengganjal pada benakku, tapi aku ragu, bagaimana reaksinya jika aku mengungkit soal ini?
"Ma, aku boleh nanya sesuatu ga? Tapi jangan marah ya?" ibuku mengangguk tanpa menoleh. Kutarik nafasku panjang-panjang dan kuhembuskan perlahan. "Kalo ternyata aku beneran gay, gimana?"
"Apanya yang gimana?"
"Mama ga malu?"
"Kenapa harus malu? Harusnya mama seneng karena akhirnya kamu bisa nemu orientasi seksualmu," jawabnya dengan senyum. Ia berhasil menghapus segala keraguan yang sempat menjalar dalamku, kami mungkin tidak sedarah, tapi aku percaya aku sudah menemukan rumah.
⛧⛧⛧
KAMU SEDANG MEMBACA
Sir Perfection
RomanceA handsome guy walks by my locker, my heart gives a flutter but I don't dare other word. Cause that'll be absurd behaviour for little mister perfect. visualized by : Son Dongju written by : #asmo inspired by : Little Miss Perfect, Write...