+11

1.6K 281 16
                                    

KEDUA matanya menyipit, menatap Ten dengan tatapan mengintimidasi.

"Aku sekolah menengah atas di Korea, begitu pula kerja."

Lisa menepuk lengan Ten dengan keras berkali-kali, sebagai pelampiasan rasa kesalnya.

"Lalu kenapa pura-pura tidak bisa bahasa korea?!"

Ten tertawa, menahan tangan Lisa. "Surprise, babe."

Pipi Lisa merona karena panggilan yang disematkan Ten untuknya. Setelah kejadian kemarin malam, hidup Lisa berubah drastis. Ternyata ia punya seorang tunangan sedari bayi.

"Apa lagi yang kau sembunyikan dariku?"

Lisa melipat tangan di depan dada, wajahnya berubah datar. Berdasarkan cerita Ten, pasti ada banyak kejadian yang Lisa lewatkan. Dan ia harus tahu.

"Kau tahu? Johnny hyung itu temanku."

Matanya melotot. "Johnny oppa?"

Ten terkekeh ringan melihat ekspresi Lisa. Dia sudah bilang kan kalau Lisa itu sebenarnya cukup heboh dalam berbagai hal--sama seperti ibunya. Hanya saja Lisa lebih bisa mengendalikan diri.

"Iya, aku bahkan datang ke pernikahannya. Karena itu Jennie mengenaliku."

Wah, Lisa merasa dibohongi selama ini.

Jadi ketika Jennie bengong melihat Ten, bukan karena ketampanan pria tersebut, melainkan karena mereka sudah saling kenal. Percuma saja Lisa cemburu dengan tetangganya sendiri.

Ugh, memalukan.

Semalam ia pun harus merengek pada ayahnya karena sang ibu terus menertawai. Ibunya memang benar-benar jahat, bersekongkol dengan Ten selama ini.

Kesialan Lisa juga karena tidak pernah mencium hal ganjil sejak dahulu. Keluarga kedua belah pihak sangat kompak dan Lisa agak salut karena itu.

Tapi tidak jadi, ia yang jadi korban di sini!

"Kau tahu kenapa aku tidak mendatangimu selama ini?"

"Tidak tahu dan tidak mau tahu!" gerutu Lisa.

Tangan Ten terulur untuk mencubit pipi Lisa. Namun ditahan oleh gadis itu.

"Pipiku nanti sakit," ucap Lisa dengan mulut cemberut.

Sebagai gantinya, Ten mengusak rambut Lisa hingga berantakan. Tak ayal membuat Lisa mengerang kesal sambil menyingkirkan tangan Ten dari kepalanya.

"Itu karena aku ingin menjagamu dari jauh. Kami tidak tahu reaksimu kalau kau tahu sudah diikat denganku, jadi kami menyembunyikan semuanya."

Lisa menatap Ten, dengan tangan yang masih sibuk membenarkan rambutnya.

Ia melihat ada senyuman tulus di bibir Ten. Juga ada binar kagum dan penuh kasih sayang, khusus untuknya.

"Ibumu pikir umurmu sudah cukup dewasa untuk menerima kenyataan, makanya aku pura-pura datang dari Thailand. Percayalah, aku sangat sering datang ke rumahmu sebelumnya."

Mata Lisa terbuka lebar. "Kenapa- ish, menyebalkan!"

Ten tertawa. Ia membawa wajah Lisa mendekat hingga dahi keduanya bersentuhan.

"Dulu aku hanya bisa melihat wajah ini dari jauh, diam-diam mengirim hadiah dengan nama secret admirer."

Lisa berusaha menahan senyum. Pantas ketika sekolah ia selalu menerima berbagai macam hadiah tanpa nama.

"Sekarang aku bisa mengamatinya sedekat ini, menatapnya secara langsung, sebentar lagi aku akan melihatnya setiap hari."

Lisa tertawa pelan, yang ditatap sepenuh hati oleh Ten.

"Kau akan melihatku setiap hari sampai tua, tidak bosan, huh?" tanya Lisa dengan nada mengejek.

Ten menggeleng, membuat Lisa sedikit geli karena poninya bergesekan.

"Sudah bertahun-tahun aku cuma mengawasi dari jauh, sekarang waktunya aku menjagamu dan berada di sisimu."

Pipi Lisa kembali merona, karena itu ia menepuk lengan Ten lagi untuk mengalihkan salah tingkahnya.

"Mulutmu manis sekali! Dari mana phi belajar kalimat seperti itu, hah?!"

Ten tertawa lepas, diikuti oleh Lisa.

Atmosfer hangat membuat keduanya nyaman. Mereka tahu benar, tanpa banyak bicara perasaan mereka saling berbalas.

Mengenai pertunangan dengan Ten, Lisa tidak akan menolak.

Teman kecilnya memang memiliki aura yang memikat. Ten juga punya sopan santun dan memperlakukannya dengan sangat baik. Ditambah kedua orang tuanya telah merestui sejak awal.

Lisa jadi yakin, Ten memang sosok yang tepat untuknya.

Memang benar kata orang, perasaan cinta bisa datang sekejap mata. Begitu ajaib karena tiba-tiba muncul tanpa alasan. Rasanya menyenangkan tapi juga menyesakkan. Terkadang saking bahagianya, dada terasa ingin meledak.

Ten kembali mempertemukan kedua kening mereka.

"Mulutku memang manis, mau mencoba?"

Wajah Lisa memerah sempurna.

"ASTAGA, MATAKU!"

Lisa dan Ten sontak menjauhkan diri.

Ada Jennie berdiri di dekat pagar, menutup mulutnya sendiri karena telah berteriak dan menghancurkan suasana.

Johnny datang dari belakang, menyeringai begitu bertukar tatapan dengan Ten.

"YAK, LALISA! KALIAN BELUM MENIKAH!"

Johnny mengelus pundak Jennie perlahan. Dia mengucapkan berbagai kata menenangkan untuk Jennie sebelum mengantarnya ke dalam rumah--lebih tepat jika disebut menyeret.

Tak lama kemudian Johnny kembali dan meringis tidak enak.

"Maaf, mood ibu hamil."

Reaksi Lisa begitu mengejutkan, ia tiba-tiba berdiri dan memekik tertahan.

"Lisa jangan cepat-cepat menyusul Jennie, ya. Cukup satu ibu hamil saja di komplek ini."

Hampir saja Lisa menyanggah, tapi Ten lebih dulu menyela.

"Loh, tidak apa-apa, hyung. Supaya nanti anak kita sepantaran."

Karena kesal, Lisa menginjak kaki Ten keras-keras. Sedangkan Johnny tertawa melihat kelakuan pasangan tersebut.

[bonus : end.]

04/04

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

04/04

nanaourbunny

[2] Childhood FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang