06

1K 240 9
                                    

LISA menunggu reaksi orang di seberang telepon.

"Dia benar-benar teman kecilmu?"

"Sshhhh," Lisa melirik sekitar. "Kecilkan suaramu, Rose. Aku masih di rumah."

"Ups, my bad."

Lisa mendengkus, terdengar jelas bagi Rose.

"Kalau begitu kecilkan volumenya, jangan pakai speaker. Kenapa aku yang disalahkan?!"

"Entah, ingin saja."

Rose menggerutu pelan di sana, membuat Lisa mengukir senyum.

Lisa menyandarkan diri ke mobil. Ia harus menunggu Ten dan orang tuanya yang entah berbicara apa di dalam.

Anehnya, Lisa tidak boleh mendengar.

Kebetulan Rose menelepon. Karena bosan menunggu, Lisa bercerita banyak tentang kesehariannya akhir-akhir ini. Tepatnya, hanya mengenai Ten.

"Jangan-jangan itu hantu yang menyamar jadi temanmu?"

"Mana mungkin!" seru Lisa keras.

"Kan katamu dia berbeda jauh, pasti itu bukan temanmu yang asli!"

"Benar juga," gumam Lisa.

Ada sedikit rasa tidak percaya kalau Ten bisa berubah seperti ini. Lisa masih tidak kuat melihat tampilan Ten yang berambut blonde.

Astaga, itu tipe Lisa sekali.

Beberapa detik kemudian Lisa menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan bayangan tadi. Ia mulai memikirkan ucapan Rose lalu menggigit jarinya takut.

"Rose, Ten yang ini sedang bersama kedua orang tuaku di dalam. Kalau mereka kenapa-kenapa bagaimana?"

"Lalisa, cepat masuk! Periksa keadaan orang tuamu!"

Teriakan Rose membuat Lisa terkejut. Tapi ia bergegas lari ke dalam rumah. Karena kurang waspada, Lisa hampir bertabrakan dengan Ten saat membuka pintu.

"Oh, Lice? Apa ada yang ketinggalan?"

Mata Lisa melirik ke belakang badan Ten. Ayahnya duduk santai sambil menonton televisi, sibuk memakan roti.

"Ada apa?" ibu Lisa datang.

"Emm," Lisa menggigit bibir. "Tidak ada apa-apa."

Ibunya menaikkan alis heran, tanpa pikir panjang berlalu ke dapur.

"Benar tidak apa-apa?"

Ten sadar Lisa terengah-engah karena berlari. Pemuda itu mengira Lisa harus mengambil barangnya atau ke kamar mandi.

"Tidak, tidak," Lisa menggeleng pelan. "Kita berangkat sekarang?"

"Iya, ayo."

Lagi-lagi Ten merangkul Lisa. Sebenarnya Lisa tidak ingin melepaskannya, tapi ia sadar ada yang harus dilakukan.

"Phi, masuklah ke mobil duluan, aku harus menjawab telepon."

Sejenak raut wajah Ten berubah. Namun ia tetap tersenyum dan menurut.

"Yah! Pembohong!" seru Lisa setelah membalikkan badan dan menaruh ponsel di telinga.

Rose terbahak di seberang. Membuat Lisa dongkol bukan main.

"Salahmu sendiri percaya hantu! Kan hantu itu tidak ada, hahaha!"

Lisa menggeram kesal.

"Lihat saja, nanti tengah malam ada vampir masuk kamarmu!"

"Vampir itu tidak ada!"

"Tidak peduli! Kau menyebalkan!"

Rose masih tertawa keras saat Lisa mematikan panggilan. Ia mengambil napas dalam lalu masuk ke dalam mobil.

"Kekasihmu?"

"Oh?" Lisa menoleh. "Bukan, kok."

Ten tersenyum tipis, kemudian menyalakan mobil.

Lisa merasa aneh karena sejak tadi Ten selalu tersenyum lebar, tapi kini justru lebih lemah dan agak murung.

"Apa orang tuaku berkata sesuatu yang jahat?"

Mendengar nada cemas di suara Lisa, Ten langsung tertawa lepas.

"Kenapa bilang begitu?" tanyanya sambil melihat wajah Lisa sekilas.

"Soalnya phi tidak seceria tadi." Jawab Lisa jujur.

Walau ia agak ragu mengenai ini. Ayah dan ibunya tidak pernah menjelekkan teman Lisa, siapa pun itu. Ia dibebaskan asal paham batasan.

"Aku baik-baik saja," Ten mengulas senyuman lebar.

Melihat Ten yang biasa telah kembali, Lisa merasa lebih tenang. Entah mengapa tiba-tiba ia ingin bercerita.

"Dia temanku yang paling menyebalkan. Rose bohong padaku. Padahal sudah bertahun-tahun aku berteman dengan Rose, aku tetap tak bisa menyadari kalau ia bohong."

Lisa ketika mengeluh selalu membuat Ten tertawa. Padahal tidak ada yang lucu dengan cerita Lisa.

"Dia bohong apa?"

"Sesuatu mengenai hantu." Jawab Lisa pelan.

Ten menggelengkan kepala heran. "Masih takut hantu?"

"Hantu itu menyeramkan!"

"Tapi hantu itu tidak ada," ejek Ten.

Lisa mencebikkan bibir, lalu mengalihkan pandangan ke jendela. Lalu bertanya dalam hati, apa salahnya percaya pada keberadaan hantu?

"Malam ini kau tidak pergi keluar?"

"Huh? Ke mana?"

"Entahlah," Ten meliriknya. "Mungkin dengan kekasih?"

Wajah Lisa tampak tertegun.

[tbc.]

03/11

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

03/11

nanaourbunny

[2] Childhood FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang