Di penghujung tahun kali ini tak ada yang namanya perayaan, pesta kembang api, ataupun hanya sekedar makan-makan dengan sanak saudara. Semuanya hanya bisa duduk diam berdoa kepada Sang Maha Agung agar musibah ini cepat berakhir.
Seorang perempuan paruh baya duduk di kursi tepat di depan jendela kamar nya, yang menghadap keluar perkotaan yang indah. Cahaya yang ia rindukan kini telah pergi, sejak saat ditinggal oleh orang yang dicintainya kini hanya anak nya yang ia harapkan. Ia teringat dengan sebuah wasiat dari mendiang suaminya. Apa ia bisa melakukannya atau tidak, dengan berat hati ia harus dengan ikhlas melakukannya karena, bagaimanapun itu adalah wasiat terakhir yang harus di laksanakannya.
“Apa semuanya akan berjalan dengan baik bu? Tanya Bu Retno. “Insyaallah akan baik-baik saja bu, tak perlu khawatirkan Nafa.” Matanya tak bisa menyembunyikan kesedihan yang dalam namun, senyuman itu yang membuat yakin.
Seperti biasa, setiap pukul 2 pagi dini hari perempuan paruh baya itu melakukan salat kepada Sang Pencipta. Di setiap sujudnya ia menangis tersendu agar diberi selalu ketabahan dan kesabaran dari setiap ujian yang menimpa keluarga kecilnya. “Yaa Rabb ampunilah aku, maafkan segala kesalahan yang telah hamba perbuat. Berilah kami kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Selamatkan lah kami dari fitnah dunia. Terimakasih atas segala karunia-Mu. Engkau lebih tahu takdirku dan anakku, aku serahkan semua urusanku kepada-Mu.” Air mata yang mengalir dan tangan yang menengadah ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Singkat
Teen FictionJika bersamamu adalah kemustahilan, Dan kemustahilan yang aku kira ada, kini telah hilang dan tergantikan dengan keajaiban doa. Semesta belum merestui kita untuk bertemu, namun semesta selalu menghantarkan teka-teki yang belum terjawab untuk kita be...