“Ayahmu memberikan wasiat untukmu Nafa......” Kata Indah. “Assalamualaikum, selamat pagi.” Teriak Alif dari luar rumah Nafa. Nafa dan Ibunya berdiri dan melihat keluar apa yang terjadi. Nafa hanya bisa berdiam kaki nya terasa lemas, sedang kan Ibunya mengukir senyum yang manis.
Seseorang yang kini tengah merutuki kecerobohannya. Andai saja waktu itu ia tak mengatakan apa yang sebenarnya, perempuan itu tak akan menjauh darinya. “Dho, Ridho anaknya Pak Her emmm,” Fauzan mencoba memberontak dan memukul lengan Ridho yang membekapnya. “Lo apa-apaan sih Dho, bekap gue segala mana tangan lo bau lagi.” Gerutu Fauzan. “Lo yang berisik zan,” menghela nafas, “dan gue lagi pengen sendiri mending lo pergi dari sini.” Jengkel Ridho yang terlihat muram dari sejak kemarin.
Fauzan segera pergi kalau tidak, bisa babak belur dan jadi santapan Rumah sakit. Ia dan Ridho sudah berteman sejak SMP bahkan SMA sampai sekarang pun mereka selalu belajar di atap yang sama. Fauzan sudah tahu bagaimana sikap Ridho apalagi kebiasaan Ridho yang tak pernah Fauzan lupakan adalah saat mendekati Nafa.
Sejak saat masa ospek dulu, Ridho sudah menaruh rasa namun, masih rasa kagum. Nafa berbeda dengan mahasiswa lainnya pada saat sejak itu. Jadi tak heran jika sekarang Fauzan pergi mengalah karena ia tahu bagaimana perasaan Ridho saat ini. Ia tak bisa memaksakan dirinya terlalu jauh untuk melibatkan dirinya dalam setiap alur kehidupan sahabatnya itu.
Bukan dirinya saja yang sudah kenal dan menjadi sahabat dengan Ridho, Alif juga adalah salah satu sahabat mereka berdua. Mereka bertiga sudah berteman dari sejak SMA namun, Alif lebih dulu mengenal Nafa karena, sejak kecil mereka adalah teman main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Singkat
Teen FictionJika bersamamu adalah kemustahilan, Dan kemustahilan yang aku kira ada, kini telah hilang dan tergantikan dengan keajaiban doa. Semesta belum merestui kita untuk bertemu, namun semesta selalu menghantarkan teka-teki yang belum terjawab untuk kita be...